NovelToon NovelToon
My Man

My Man

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Persahabatan / Romansa
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: widyaas

Karena mantan pacarnya, di mata Elizabeth semua pria itu sama saja. Bahkan setelah putus, dia tidak ingin menjalin hubungan asmara lagi. Namun, seorang pria berhasil membuatnya terpesona meski hanya satu kali bertemu.

"Aku tidak akan tertarik dengan pria tua seperti dia!"

Tapi, sepertinya dia akan menjilat ludahnya sendiri.

"Kenapa aku tidak boleh dekat-dekat dengannya? Bahkan tersenyum atau menatapnya saja tidak boleh!"

"Karena kamu adalah milik saya, Elizabeth."

⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Malam ini Eliza ingin makan di luar. Dia sudah mood makan lagi, setelah tadi siang tidak makan apa-apa. Karena ingin makan mie kwetiau, jadilah Eliza malam-malam naik sepeda listrik untuk mencari mie kwetiau tersebut. Dia pernah membeli di suatu tempat, tapi sudah lupa, makanya Eliza agak kesulitan menemukan tempatnya lagi. Selain mie ayam, mie kwetiau juga paling the best untuk Eliza.

Matanya memicing membaca spanduk yang ada di sebuah warung makan. Sepertinya di sana ada mie kwetiau. Tanpa menunggu lama, Eliza segera menuju ke sana.

Jalanan agak licin karena tadi sore hujan. Agaknya bulan ini sudah masuk musim hujan.

Setelah memesan satu porsi mie kwetiau, Eliza segera duduk di kursi paling pojok. Makan mie kwetiau memang paling enak itu ya makan di tempat, tidak dibawa pulang.

"Elizabeth?"

Eliza mendongak menatap seorang laki-laki yang tak asing di matanya. "Eh, hai ...?"

Lelaki itu terkekeh kecil sambil duduk di depan Eliza. "Padahal belum lama kita bertemu, tapi kamu sudah melupakanku."

"Namanya juga manusia," balas Eliza sambil menyengir.

Garuda, dia mendengus geli mendengar balasan gadis di depannya ini. "Aku Garuda, kita pernah bertemu di taman, ingat?"

Eliza langsung terbelalak. "Iya! Aku baru ingat! Astaga ... kita selalu bertemu di tempat banyak makanan, ya?" Dia terkekeh.

"Karena aku suka makan," balas Garuda pula.

"Aku juga." Mereka berdua sontak tertawa, receh sekali.

"Sepertinya kita memiliki selera yang sama." Garuda menatap sekelilingnya yang lumayan ramai.

"Aku rasa juga begitu. Makanan di tempat seperti ini lebih enak dibandingkan di restoran," balas Eliza. Lidahnya memang tidak cocok dengan makanan restoran yang mewah-mewah.

"Benar. Aku setuju," balas Garuda.

"Ah iya! Aku sudah memikirkan hal ini kalau kita bertemu." Garuda terkekeh, dia mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya pada Eliza. "Bolehkah aku memiliki nomor ponselmu? Hanya untuk menambah teman, aku rasa kita cocok untuk berteman."

Tanpa ragu Eliza mengambil ponsel Garuda. "Tentu," jawabnya sambil tersenyum.

Selama ini hanya Senna dan Thea yang menjadi temannya, di luar tempat kerja. Jadi, tidak ada salahnya kan, Garuda juga menjadi salah satu temannya?

"Baiklah, terima kasih," ucap Garuda setelah Eliza selesai mencatat nomornya di ponsel miliknya.

Eliza hanya mengangguk sebagai jawaban. Bertepatan dengan itu, pesanan mereka tiba.

Mereka makan sambil berbincang-bincang. Eliza juga tidak ragu menanyakan tentang keluarga Garuda. Untungnya, Garuda dengan senang hati menjawab pertanyaan dari Eliza. Dua kali bertemu, Garuda bisa menyimpulkan jika Eliza adalah gadis ceria, ekstrovert, dan suka kepo.

****

Malas sekali rasanya untuk hari ini. Lihat saja, sejak keluar dari kamar, Eliza sudah cemberut. Bahkan dia tidak memasak untuk Altezza pagi ini. Yap, hari ini dia akan ikut Altezza bertemu dengan Arhan. Eliza menghela nafas kasar, bolehkah dia tidak masuk kantor saja?

Geisha dan Austin juga sudah berangkat berlibur. Hanya ada pembantu yang menemani Eliza di rumah. Ya meskipun rumah Sadipta di sebelah, tetap saja Eliza kesepian.

"Bekalnya sudah disiapkan, Bi?" tanyanya lalu meminum susu hangat yang ada di atas meja makan.

Bibi yang sedang mengelap kompor pun mengangguk. "Sudah. Tunggu sebentar, Nona," katanya lalu buru-buru mencuci tangan dan mengambil bekal sang nona.

"Aku akan makan di kantor saja kalau begitu," ujar Eliza setelah meminum susunya hingga habis.

Bibi mengangguk sebagai jawaban. Dia menyerahkan tote bag berisi dua bekal milik Elizabeth.

"Terima kasih, aku berangkat dulu. Bye bye!"

"Hati-hati, Nona!"

"Okay!"

Eliza buru-buru masuk ke dalam mobil yang sudah siap.

"Jalan, Pak!"

"Siap!"

Di dalam mobil, Eliza membuka tablet untuk memeriksa file yang akan berguna untuk pertemuan hari ini. Baiklah, dia akan bersikap profesional. Entah apa yang akan Arhan lakukan saat tau sekretaris orang yang dia temui adalah mantannya.

Pertemuannya akan diadakan di sebuah restoran sekitar pukul sembilan pagi, jadi Eliza harus ke kantor lebih dulu dan berangkat bersama Altezza nantinya.

Begitu dia sampai di kantor, Lucina langsung datang menyambutnya dengan mata berbinar seolah baru saja menemukan harta karun.

"El, kamu harus tau!" katanya sedikit berbisik.

Elizabeth menutup mulut Lucina saat sadar Altezza baru memasuki kantor. Dia langsung tersenyum ramah pada Altezza, tapi sayangnya diabaikan. Namun, Eliza tidak mengambil hati soal itu. Lagian dia sudah biasa. Tatapannya beralih pada Lucina yang menyengir kaku.

"Tahu tempat! Kalau dipecat, aku tidak mau tanggung jawab!" ujar Eliza pada temannya itu. Terkadang dia heran, kenapa Lucina, Thea dan Senna suka sekali menggibah? Ya meskipun kadang Eliza juga ikutan, tapi tahu tempat, dong!

"Kalau begitu aku kirim pesan di grup kita saja, ya!" bisik Lucina lalu segera kembali ke mejanya. Sedangkan Eliza geleng-geleng kepala melihat tingkah absurd Lucina. Dia pun memilih melanjutkan langkahnya menuju lift.

Ngomong-ngomong soal grup chat, Lucina lah yang membuatnya, grup itu berisi empat anggota, antara lain; Elizabeth, Lucina, Rhys dan juga Bernard. Tentu saja pembahasan mereka seputar gosip. Kadang Eliza hanya nimbrung beberapa menit, karena dia agak kurang paham dengan pembahasan teman-temannya itu.

"El, file nya sudah siap?" Baru saja keluar dari lift, Baskara sudah menodong Elizabeth dengan pertanyaan.

Eliza mengangguk. "Sudah, Pak."

"Saya ada kirim file tambahan ke email kamu, tolong dicek nanti."

Lagi-lagi Eliza mengangguk. Tapi, sebelum Baskara melangkah pergi, Eliza lebih dulu bersuara.

"Kalau boleh tau, Pak Baskara kenapa tidak menemani Pak Al bertemu dengan pihak FRY Company?" tanyanya.

"Siang nanti saya akan berangkat ke LA, kemarin saya sudah menundanya, jadi, hari ini saya sudah fix berangkat ke LA untuk melihat keadaan proyek kita di sana," jawab Baskara.

Eliza membulatkan bibirnya sambil menganggu beberapa kali. "Ohhh ... begitu ya ...."

"Memangnya kenapa? Kamu tidak mau ikut Pak Al? Kalau begitu—"

"Tidak! B–bukan begitu, Pak! Saya hanya bertanya saja!" Eliza menyela dengan wajah panik, bahkan tangannya melambai-lambai saling paniknya disangka tidak mau ikut Altezza bertemu Arhan.

Baskara menatap Eliza dengan senyum geli. Kenapa gadis ini sangat menggemaskan kalau panik?

"Baiklah, baiklah. Sana masuk," ujarnya.

"Saya benar-benar tidak bermaksud, Pak." Eliza meringis tak enak.

"Iya, Eliza. Saya paham," balas Baskara dengan sabar.

Elizabeth tertawa canggung. "Kalau begitu saya permisi, Pak. Semoga perjalanan ke LA nya lancar, ya!" Dia melambaikan tangan sambil berjalan menuju ruangannya.

Baskara membalas lambaian tangan itu dengan senyum tertahan.

"Astaga ...," gumamnya sembari geleng-geleng kepala. Ada-ada saja tingkah sekretaris bosnya itu.

****

Tepat pukul sembilan, Altezza dan Eliza baru sampai di restoran, tepatnya di ruang VIP.

Eliza meneguk ludahnya sebelum duduk di samping Altezza. Sedangkan Arhan, sedari tadi dia memperhatikan Eliza. Bukan hanya Arhan, asistennya pun Eliza tau, Martin namanya. Wajar kalau dia kenal dengan karyawan di perusahaan FRY Company.

"Bisa kita mulai?" Suara Altezza membuat Arhan tersentak kecil. Dia berdeham sebelum menjawab.

"Ya, tentu, Pak," katanya dengan sopan.

"Pertama, perkenalkan saya Arhan Febryan dari FRY Company. Saya ucapkan terima kasih karena sudah meluangkan waktu, Pak Altezza. Saya tahu jadwal Anda sangat padat. Alasan saya mengundang pertemuan ini adalah untuk membicarakan peluang kerja sama strategis. Kami baru saja memperoleh lahan 40 hektar di kawasan timur Jakarta, dekat akses tol baru. Kami melihat potensi besar untuk kawasan hunian terpadu, lengkap dengan fasilitas komersial dan area hijau. Dengan pengalaman perusahaan Anda dalam membangun kawasan mixed-use, saya yakin kerja sama kita bisa menghasilkan proyek ikonik.”

Martin membahkan. "Pak Altezza, saya yakin proyek perumahan premium di kawasan timur Jakarta ini akan lebih kuat jika kita jalankan bersama. Lahan sudah kami kuasai, sementara perusahaan Anda punya rekam jejak kuat dalam pembangunan high-rise. Bagaimana kalau kita bentuk joint venture?"

Altezza mengangguk beberapa kali mendengar penjelasan kedua laki-laki di depannya. Dia terdiam beberapa detik sebelum menjawab. Sedangkan di sampingnya, Elizabeth sibuk mencatat.

“Terima kasih atas tawarannya, Pak Arhan. Saya sudah mempelajari konsepnya, memang potensinya besar. Namun, strategi perusahaan kami saat ini berbeda. Kami sedang fokus memperluas kawasan komersial, bukan hunian.”

Arhan mengangguk paham. "Kalau masalah fokus, tentu bisa kita atur pembagian porsinya. Kami fleksibel, asal proyek ini bisa berjalan dengan sinergi."

"Justru karena itu saya harus menolak. Masuk ke proyek hunian saat ini akan membagi perhatian dan sumber daya kami. Kami memilih untuk menjaga konsistensi strategi. Jadi, dengan hormat, kerja sama ini tidak bisa kami lanjutkan," ujar Altezza dengan tegas. Benar-benar tidak bisa diganggu gugat lagi.

"Kenapa dia cepat sekali memutuskan sesuatu?!" batin Eliza sambil melirik Altezza. Namun, di sisi lain, dia senang karena kedepannya, dia tidak akan sering bertemu dengan Arhan.

Rahang Arhan mengeras, dia menghela nafas pelan. Matanya melirik Eliza yang hanya diam. Entah kenapa dia berpikir jika ini semua karena Eliza. Bisa saja Eliza meminta Altezza untuk tidak menerima tawaran kerja sama yang dia ajukan, kan?

"Baiklah, saya mengerti, meski sayang sekali. Semoga di lain kesempatan kita bisa menemukan proyek yang sejalan," ucap Arhan pada akhirnya. Dia tidak ingin terus memaksa Altezza, karena takut pria itu risih. Terlebih, Altezza adalah salah satu CEO berpengaruh di negara ini.

Altezza hanya mengangguk saja. Dia cukup kagum dengan keberanian Arhan yang langsung membuat keputusan mengajukan kerja sama dengan perusahaan Pamungkas. Padahal perusahaan Arhan ini tergolong perusahaan kecil bagi Altezza. Logika saja, perusahan sebesar ini mana mungkin bekerja sama dengan perusahaan kecil? Ya mungkin ada, tapi itu bukan Pamungkas. Pamungkas tidak munafik, mereka lebih baik bekerja sama dengan perusahaan dari luar negeri yang lebih besar dan setara. Kalau dalam negeri, ya minimal berada dua tingkat di bawah perusahaan Pamungkas, tentunya bukan FRY Company.

Eliza mendengus kecil. Lalu, untuk apa mereka menyiapkan file jika Altezza saja cukup singkat menjawab tawaran dari Arhan? Oh, jangan-jangan pria itu sengaja ingin membuat Eliza stress? Ingin rasanya Eliza mencabik-cabik wajah datar itu, tapi dia masih waras, mana berani dia melakukan hal tersebut.

Meski kerja sama ditolak, mereka berempat memutuskan untuk makan bersama, setidaknya menghargai Arhan yang sudah menyiapkan semuanya.

Sepanjang mereka makan, Arhan sesekali melirik Eliza yang terlihat santai menikmati makanan. Hatinya panas saat melihat gadis itu baik-baik saja.

"Ekhem ... saya izin ke toilet sebentar," ujar Eliza. Untungnya makanannya sudah habis. Sebenarnya dia menyadari lirikan Arhan, dan itu membuatnya tidak nyaman. Makanya Eliza memutuskan pergi dari sana.

Setelah diangguki ketiga pria itu, Eliza segera keluar dari ruang VIP.

"Arhan siallaann! Badjjingan! Kenapa wajahnya sangat menyebalkan?!" gerutunya sambil terus melangkah menuju toilet.

"Ayolah, El! Jangan galau!" Berulang kali Eliza menepuk-nepuk pipinya untuk menyadarkan diri.

Setiap melihat wajah Arhan ataupun mendengar namanya saja, dia pasti akan teringat dengan sakit hati yang pria itu berikan. Memangnya siapa yang tidak sakit hati karena ditinggal nikah? Terlebih Eliza dijadikan selingkuhan saat itu, kurang ajar memang.

Setelah memastikan wajahnya tak kusut lagi, Eliza pun segera pergi dari toilet. Namun, suara seseorang membuat langkahnya terhenti.

"Oh, Elizabeth? Kamu di sini?"

Bersambung...

1
yourheart
kawal sampe nikahhh🤭🤭
yourheart
luar biasa
vj'z tri
🏃🏃🏃🏃🏃🏃 kaborrrrr 🤣🤣🤣
vj'z tri
semalam aku mimpii mimpi buruk sekali ku takut berakibat buruk pula bagi nya ,kekasih ku tercinta yang kini di depan mata asekkk 💃💃💃
vj'z tri
walaupun sedikit kan judul nya tetap terpesona aku Ter pesona memandang memandang wajah mu yang ganteng 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
dyarryy
mumpung hari senin, yuk vote dulu🥰🥰
vj'z tri
jangan menilai dari cover nya pak bos 🤭🤭🤭
vj'z tri
byar koe ndok 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 gak boleh bawa contekan kah 🤗🤗🤗
vj'z tri
😅😅😅😅😅😅😅😅😅sabar sabar sabar
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aku hadir Thor bpembukaan yang kocak
yourheart
lanjutttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!