Aku sering mendengar orang berkata bahwa tato hanya diatas kulit.
“Jangan bergerak.”
Suara Drevian Vendrell terdengar pelan, tapi tegas di atas kepalaku.
Jarumnya menyentuh kulitku, dingin dan tajam.
Ini pertama kalinya aku ditato, tapi aku lebih sibuk memikirkan jarak tubuhnya yang terlalu dekat.
Aku bisa mencium aroma tinta, alkohol, dan... entah kenapa, dia.
Hangat. Menyebalkan. Tapi bikin aku mau tetap di sini.
“Aku suka caramu diam.” katanya tiba-tiba.
Aku hampir tertawa, tapi kutahan.
Dia memang begitu. Dingin, sok datar, seolah dunia hanya tentang seni dan tatonya.
Tapi aku tahu, pelan-pelan, dia juga sedang mengukir aku lebih dari sekadar di kulit.
Dan bodohnya, aku membiarkan dia melakukannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reenie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SELENA!
Ckrek...
Suara ponsel terdengar samar ketika jari Selena menekan layar. Kamera menangkap dengan jelas Drevian dan Liora menuruni tangga studio tato. Tangan mereka berpegangan erat, seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Selena menggigit bibirnya keras. Matanya panas, dadanya sesak menahan amarah. Ia berdiri di balik tiang dekat pintu, memastikan pasangan itu tidak menyadari kehadirannya.
Bibirnya bergetar, tapi tak ada kata yang keluar. Ia hanya menatap layar ponsel berkali-kali, memperbesar foto itu seakan memastikan kalau ia tidak salah lihat.
"Mereka benar-benar..." suaranya tercekat.
Selena buru-buru kembali ke mobilnya, langkah kakinya tergesa menuju parkiran. Ia tidak berani melabrak langsung. Bukan karena takut, tapi karena gengsi. Ia ingin melampiaskan dengan cara lain cara yang lebih menyakitkan.
Di apartemennya, Selena duduk di ranjang sambil menatap layar ponsel. Tangannya gemetar saat mengetik caption.
"Beginilah rasanya ketika seseorang merebut apa yang seharusnya milikmu. Liora, kau tidak tahu diri. Drevian adalah milikku."
Ia menekan tombol posting. Dalam hitungan detik, foto itu muncul di linimasa akun pribadinya. Follower-nya yang ribuan langsung memberi komentar, beberapa membelanya, beberapa memanas-manasi.
Selena melempar ponselnya ke kasur, lalu memeluk dirinya sendiri. Matanya berkaca-kaca, tapi bibirnya tersenyum miring penuh dendam.
Tapi bosnya melihat postingan itu lalu bosnya mengirimkan pesan WA padanya
"Mau sampai kapan kamu mengejar Drevian? Selena, aku disini selalu ada untukmu. Kau mau pelukan dan ciuman, aku disini."
Selena sekilas melihat pesan WA masuk dari bosnya dan membalas.
"Iya aku tahu. Aku lagi bad mood." balasnya
Selena kembali mematikan ponselnya dan murung diranjangnya.
“Kita lihat, Liora. Kau pikir bisa bahagia dengannya? Tidak semudah itu...”
Sementara itu, di luar sana, dua orang yang menjadi pusat fotonya sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Drevian dan Liora baru saja keluar dari studio. Udara sore terasa hangat, langit berwarna jingga keemasan. Jalanan kota mulai ramai, tapi bagi mereka, dunia terasa tenang.
Di sisi kiri, Liora berjalan dengan senyum malu-malu. Pergelangan tangannya yang baru bertato masih terasa sedikit perih, tapi hatinya justru dipenuhi rasa manis.
"Masih sakit?" tanya Drevian, menoleh dengan cemas.
Liora menggeleng.
"Tidak. Aku malah senang melihatnya." Ia menatap tato kupu-kupu dan bunga di kulitnya.
"Rasanya aku punya alasan baru untuk tersenyum."
Drevian menahan senyum, lalu mengulurkan tangan.
"Biar aku pegang, supaya tidak terlalu terasa."
Liora ragu sejenak, tapi akhirnya ia membiarkan jemari mereka bertaut lagi. Hangat, sederhana, tapi membuat pipinya merona.
Drevian mengeluarkan mobilnya dari garasi dan menyuruh Liora duduk disampingnya.
Saat menyetir, sesekali Drevian memegang tangan Liora.
Di perjalanan pulang, Drevian mendadak berhenti di depan kios kecil berwarna cerah.
Liora mengerutkan dahi. "Kenapa berhenti?"
Drevian turun dari mobil. "Tunggu di sini."
Tak lama, ia kembali dengan dua es krim satu rasa cokelat, satu stroberi. Ia menyerahkan yang berwarna merah muda pada Liora.
"Untukmu."
Liora menatapnya tak percaya.
"Strawberry?"
Drevian mengangguk.
"Gadis sepertimu pastinya suka strawbery kan? Aku ingat saat kita pergi ke pameran tato. Wangi rambutmu seperti strawbery, jadi aku berpikir kau menyukai strawbery." ujar Drevian
Liora tercekat. Ia tidak menyangka Drevian memperhatikan hal sekecil itu. Ia menerima es krim itu dengan senyum malu-malu.
"Terima kasih"
Mereka duduk di dalam mobil, memakan es krim sambil tertawa kecil. Krim manis itu mencair cepat karena udara hangat.
"Eh, di bibirmu..." kata Drevian tiba-tiba, mencondongkan tubuh.
Dengan ujung jarinya, ia menyeka sedikit es krim yang menempel di sudut bibir Liora. Gerakan sederhana, tapi membuat wajah gadis itu merah padam.
"Drevian..." bisiknya gugup.
Drevian hanya tersenyum tipis.
"Hati-hati, manisnya bisa bikin orang lain iri."
Liora menunduk, menyembunyikan wajah yang makin merah. Tapi dalam hatinya, ia tahu sore itu adalah salah satu kenangan terindah yang pernah ia punya.
Mobil kembali melaju menuju toko buku Liora. Langit perlahan beralih dari jingga ke ungu senja. Lampu jalan mulai menyala, menambah suasana hangat.
Drevian sesekali melirik ke arah Liora yang sibuk menatap keluar jendela, seakan menikmati setiap detik perjalanan. Jari-jari Drevian mengelus rambut Liora yang halus membuat Liora tambah tersipu.
"Aku senang bisa bersamamu hari ini," kata Drevian pelan, memecah keheningan.
Liora menoleh. Senyum tipis terukir di bibirnya.
"Aku juga"
Tak butuh banyak kata. Tatapan mereka saling menjawab lebih dari cukup.
Setibanya di depan toko buku, Liora menoleh pada Drevian.
"Terima kasih untuk semuanya."
Drevian menepikan mobil.
"Besok, aku akan datang lagi. Biar aku bisa pastikan kamu baik-baik saja."
Liora terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. Pipinya kembali merona
"Aku tunggu."
Ia turun dari mobil, masih menggenggam tas kecilnya. Dari balik jendela, Drevian menatapnya sampai gadis itu masuk ke dalam toko.
Sore itu berakhir dengan senyum hangat dan hati yang berdebar.
Livia yang lagi merapikan buku, melihat Liora sudah pulang.
"Liora, kamu dari pagi jalan-jalan ya sama Drevian? Enak tidak?" tanyanya
"Iya, dia membuat tato lagi." ujar Liora pelan
Livia ingin tahu tato baru itu. Jadi Ia melihat tato kupu-kupu yang hinggap dibunga pada pergelangan tangan kiri Liora.
Mata Livia terbelalak.
"Astaga Liora.... Ini bagus banget. Siapa yang buat?"
"Drevian." balasnya
Livia menyentuh desain tato itu yang seolah-olah hidup di pergelangan tangan Liora. Ia sangat terpukau dengan desain itu.
"Ternyata desain buatan Drevian sebagus itu, ya. Pantas saja banyak yang berharap ditato sama Drevian." ujar Livia
Liora mengangguk pelan. Desain itu memang menakjubkan. Bukan sembarang desain, tapi setiap goresan penuh dengan makna.
Livia lalu menutup toko buku mereka dan mengajak Liora untuk memasak makan malam. Serambi mereka memasak, mereka berbagi cerita dan Livia senang karena Liora sudah kembali menjadi dirinya sendiri dan melupakan semua masalah yang menimpanya.
Saat mulai makan, Livia sekilas melihat desain tato itu lagi. Dia sangat menyukai desain itu, apa jangan-jangan Livia juga ingin ditato juga.
"Liora, kamu besok mau pergi lagi ya sama Drevian?" tanya Livia sambil membereskan piring makan mereka
"Kata Drevian sih, iya. Tapi aku merasa tidak enak, Liv. Masa dia yang bayar terus, padahal aku juga bawa uang. Bukannya aku gak punya uang." gumamnya.
Livia mencucikan piring kotor itu diwastafel lalu kembali duduk disamping Liora.
"Drevian tahu kau itu perempuan mandiri. Kau terlalu polos, Liora. Bukannya Drevian tidak mau membiarkanmu membayar pakai uangmu sendiri, tapi dia mencintaimu, dia ingin memberikan apa yang dia punya padamu. Dia bukan laki-laki yang merendahkan mu kok." ujar Livia lembut
Livia menarik tangan Liora dan mereka naik ke atas kamar bersama. Hari ini Livia tidak ingin membuat Liora kesal, sudah lama Ia tak melihat Liora seperti ini lagi. Livia lalu menyuruh Liora untuk istirahat dikamarnya dan mereka masuk ke kamar masing-masing.
Saat hendak membuka Instagram, Livia melihat postingan Selena. Postingan itu berisi Drevian dan Liora berpegangan tangan menuruni tangga dengan caption.
"Beginilah rasanya ketika seseorang merebut apa yang seharusnya milikmu. Liora, kau tidak tahu diri. Drevian adalah milikku."
Livia mengernyit dan melihat banyak sekali komentar negatif. Kalau Liora tahu postingan ini, dia pasti akan merasa sakit hati lagi. Apalagi foto itu tidak buram dan benar-benar jelas terpampang wajah mereka.
waw sih