Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Aditya mengusap pinggangnya, kerena posisi kaki yang tidak siap meloncat dari atas bak, dia terpeleset dan punggungnya terbentur tepian bak yang berbahan luar keramik itu.
ia pingsan karena saat mencoba menghindar dari serangan makhluk kecil tapi buas menurutnya itu.
Tidak sampai melibatkan orang banyak dan juga dokter, dia sudah sadar begitu Nadia siram dengan air dingin dari bak mandi beberapa kali.
Untuk evakusinya pun, Nadia bergerak sendiri, menitah Aditya sampai di ranjang setelah pria itu telah sadar.
“Ah … iya-iya. Di situ sakit, aw! Lebih keras lagi gapapa, Nad,” kata Aditya mengaduh ketika Nadia mengusapkan minyak urut di punggungnya.
“Aku takut salah urut, A. Kayaknya harus dibawa ke dokter saja deh.” Padahal yang Nadia lakukan hanya mengusap saja, dia tidak tahu bagaimana cara mengurut otot yang tegang.
“Gak usah, kepentok doang kok.”
Pagi hari, dia sudah dibuat repot dan sibuk karena ulah suami. Gara-gara kejadian itu pula, Nadia sampai tidak masuk bekerja dengan alasan yang mendadak.
Nadia menutup kembali punggung Aditya, dia juga memberikan air minum untuk suaminya meski dengan wajah yang tidak ada senyum sekilas pun di sana. Selepas itu, Nadia membantunya bersandar pada bedboard. Untuk kali ini, dia tidak bisa memarahi Aditya yang menempati ranjangnya.
“Terima kasih,” ucap Aditya saat Nadia mengambil ulang gelas kosong yang semula dia isi dengan air mineral dari galon.
Nadia mengisinya ulang, lalu meletakkan gelas itu di nakas paling dekat dengan jangkauan Aditya.
“Maaf, ya.”
“Untuk apa?”
“Segalanya,” ucapnya.
“Hanya orang lemah dan pasrah yang meminta maaf tanpa tahu apa salahnya,” ucap Nadia.
Nadia benar, Aditya merasa telah menjadi orang yang lemah, bodoh, dan sangat rendah jika terus bersikap seperti itu pada Nadia demi tidak ingin dia pergi dari hidupnya.
Namun, dia tidak siap. Tidak akan pernah bisa melepas sosok Nadia dari hidupnya. Ia masih mencoba meski harus menyelam ke dalam lautan untuk mendapatkan kembali cinta Nadia yang seperti dulu walaupun kenyataanya sikap perempuan itu tidak menunjukkan ada tanda-tanda dia mau kembali seperti dulu lagi.
“Bukankah semua orang punya salah, Nad? Apa aku tidak berhak mendapatkan maaf darimu sekali saja?”
Nadia tidak menghiraukan, dia sibuk menata satu-satunya meja yang ada di kamar itu, meja multi fungsi yang kadang untuk kerja, dan juga untuk menaruh makanan dan alat make up sekadaranya. Meja itu terlihat berantakan di matanya.
“Aku mengaku salah, aku tak pandai menjaga diriku dari nafsu sebagaimana kamu menjaga dirimu tetap murni sampai menikah denganku. Aku tidak sepertimu, Nadia, yang suci.”
Kini Aditya menyingkap selimutnya, dia turun dari ranjang itu dan berjalan mendekat pada Nadia yang berada satu meter darinya dan tengah memunggunginya.
“Aku tahu kamu kecewa padaku, sangat kecewa. Aku paham perasaanmu, kamu mungkin tidak pernah menyangka mengapa bisa dipertemukan dan menikah dengan orang sepertiku yang kotor ini, sedangkan kamu bersih. Kamu merasa ini tidak adil. Iya, kan, Nad?”
Nadia tetap bungkam bahkan dia membeku di posisinya yang tidak ada pergerakan sama sekali.
“Maafkan aku, Nadia. Jika aku terlihat bodoh di matamu, sebab aku tengah berusaha mencari cara bagaimana caraku mengembalikanmu seperti semula, seperti kamu yang sebelum mengenal keburukanku di masa lalu.”
“Tapi, Nad. Jika memang kamu berat memaafkanku dan kamu tidak bisa menerimaku kembali, aku penuhi apa yang kamu mau. Meski keinginanmu supaya aku mau menjauh darimu, aku akan usahakan itu.”
“Aku pergi, Nad. Beritahu aku apa keputusanmu, semoga aku bisa menerima semua dengan ikhlas.”
Nadia tidak menjawab. Dia masih bertolak, enggan berbalik badan. Di saat itu juga, Aditya mengambil jaketnya, dia pergi meninggalkan indekos Nadia dengan langkah yang terpincang meninggalkan kesan menyedihkan jika itu sebagai akhir dari pertemuan hari ini dan akhir pula dari sebuah pernikahan.
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran