Akan Kurebut Suamimu

“Kenapa kau selalu saja ingin membunuh orang yang telah memberitahu keberadaanmu padaku?”

Pertanyaan Adam mendapatkan jawaban decakkan sebal dari sosok wanita berparas cantik itu. Rambutnya berwarna rambut jagung tersebut di ikat kuda agar udara jauh lebih terasa segar.

Dua pertanyaan dari Adam tadi seolah berarti tekanan baginya. Berarti jika Adam tengah menyalahkannya atas segala hal yang terjadi.

Mau itu yang beberapa menit yang lalu atau bahkan waktu-waktu sebelumnya. Semakin lama menjalani pernikahan dengan Adam yang kaya raya bukannya membuat Ayyana bahagia.

Justru sebaliknya. Setiap kali yang menyerangnya adalah tekanan dan juga tuntutan, kehidupan Ayyana yang awalnya bebas kini telah berubah menjadi jauh lebih menyedihkan.

Semua itu Ayyana dapatkan hanya karena menyandang status sebagai istri Adam Nicholas. Status yang sama sekali tidak pernah wanita itu inginkan.

Yang lebih menginginkan atau bahkan memaksanya untuk menjalani pernikahan tersebut adalah orang tua mereka masing-masing.

Beralaskan mempertahankan perusahaan keluarga Ayyana yang hampir saja bangkrut. Tidak hanya itu Ayyana dianggap sebagai penebus hutang oleh keluarga Nicholas.

Segala cacian mendiang mertua atau lebih tepatnya mendiang Ibu Adam masih terngiang-ngiang dibenak Ayyana. Mungkin sama sekali ia tidak akan pernah melupakannya.

Akan selalu tersimpan didalam hati sebagai kata-kata yang paling menyakitkan dalam hidupnya. Dan alasan untuk tidak akan pernah menerima Adam dalam kehidupannya yang penuh derita.

Dan kini Adam berdiri dihadapannya dengan tatapan sendu. Seolah paling menyedihkan di dunia, lihat Ayyana sampai tersenyum sinis dengan ekspresi sang suami.

“Wajah menyedihkan itu hanya boleh ada untukku, Adam.”

Ucapan Ayyana sama sekali tidak Adam mengerti. Setiap kali bertemu cara bicara Ayyana selalu saja aneh dan terkesan dingin.

Sebenarnya Adam penasaran dan juga ingin merasakan. Seperti apa mengobrol hangat oleh pasangannya, ia juga ingin merasakan keharmonisan dalam rumah tangga.

“Aku yang tersiksa disini. Aku yang tertekan, apa kau menyalahkan atas apa yang terjadi pada pelayan tadi?” tanya Ayyana lagi membuat Adam kini fokus padanya sepenuhnya.

Wajah Adam masih datar tapi kilatan matanya tidak dapat disembunyikan jika ada cinta disana. Cinta yang teramat dalam untuk sang istri.

“Apa kau harus membunuh semua orang hanya karena aku ingin bertemu denganmu?” tanya Adam balik.

Melontarkan pertanyaan meskipun Ayyana baru saja bertanya adalah sesuatu hal yang lebih berarti baginya. Respon dan seperti apa perasaan wanita itu sangat membuatnya penasaran.

Ayyana sama sekali tidak menatap Adam. Masih juga duduk di anak tangga, memeluk lututnya sendiri seolah benar-benar orang yang paling menyedihkan.

“Kalau aku bisa melakukannya agar kita tidak bertemu maka… sudah pasti aku akan melakukannya, Adam,”

Seketika Ayyana mendongak untuk saling tatap dengan pria yang secara agama dan negara adalah suaminya itu.

“Jadi.. berhentilah mencariku. Fokus pada tujuan kita masing-masing, berhenti sok peduli atau bahkan ingin menjadi sosok suami yang paling pengertian pada istri.”

“Sikap-sikapmu itu hanya membuatku muak, Adam. Muak sekali, kau membuatku ingin muntah setiap kali berperan sebagai suami yang baik untukku.”

Setelah mengatakan kata-kata pedasnya Ayyana mengalihkan pandangannya kearah lain. Seolah tidak mau tahu apa yang Adam ekspresikan kini, kata-kata pedasnya seolah sudahlah yang paling benar bagi Ayyana.

Sedangkan Adam menghela napas panjang sekali. Lalu membuang napas kasar sembari menggigit bibir bagian bawahnya sendiri untuk menghilangkan rasa sakit yang ada.

Kedua tangan Adam saling mengepal erat. Bukan karena amarah atau bahkan emosi melainkan karena rasa sakit didada akibat perkataan sang istri.

“Aku terlalu memiliki banyak toleransi padamu, Ayyana. Mungkin jika kau bukanlah orang yang aku cintai… maka kau sudah terbunuh sedari tadi,” ucap Adam dengan nada beratnya.

Ayyana tetap diam saja. “Sampai kapan kau terus….”

“Aku tidak pernah meminta untuk kau cintai, Adam. Berhenti membebani aku dengan cinta yang tidak berguna itu, mengerti?”

“Kau bilang cintaku ini tidak berguna?”

“Ya, apa aku salah dengan itu?” Tanpa menyangkal sedikitpun. Bahkan Ayyana menatap Adam sangat seriusnya, tanpa kedip sedikitpun kedua bola matanya memerah menahan air mata.

Adam tahu, bukan karena rasa bersalah yang membuat kedua mata Ayyana memerah. Melainkan karena rasa tertekannya yang sudah tidak tertahankan.

“Ck,” Adam mengalihkan pandangannya lalu berbalik badan hingga kini membelakangi Ayyana. “Bahkan kau dengan sangat mudahnya mengangkat wajah untuk menatapku setiap kali mengatakan perpisahan.”

“Karena aku hanya ingin menginginkan perpisahan dalam rumah tangga kita ini.”

Respon Ayyana barusan membuat kedua mata tajam Adam terpejam. Mengalir air mata di pelipis wajahnya, semua tanpa diminta murni dari hati terdalamnya.

Adam menunduk menatap kedua kakinya yang bahkan sekarang tidak mampu untuk berdiri tegak lagi. Tapi sekuat tenaga Adam berusaha untuk bertahan.