Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Kualitas Mantan 3
...~°Happy Reading°~...
Di tempat lain; Setelah menanda tangani surat cerai, Arlena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan rumah sakit untuk menyembuhkan tangan dan memeriksakan kesehatan kandungan, juga berkoordinasi dengan Calista dan Samuel.
Setiap hari dia menginventaris barang pribadi miliknya yang akan dibawa. Perhiasan dan dokumen penting dikumpulkan di satu tempat, agar tidak ada yang tertinggal.
Sedangkan barang pribadi yang agak besar, seperti pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain, dia kumpulkan terpisah ke kotak-kotak yang sudah disediakan dalam kamar utama.
Hari ini sudah enam hari berlalu sejak tanda tangan surat cerai. Arlena bangun pagi seperti biasa dan bersyukur, dia dalam keadaan sehat bersama anaknya. Setelah mandi dan sarapan, Arlena berjalan di halaman melihat-melihat rumah yang didesainnya untuk terakhir kali.
'Ngga usah sedih, Arlen. Mungkin kau akan mendesain rumah mungil buatmu dan debay lebih bagus dari ini. Relakan demi kebahagiaan kalian berdua.' Suara hatinya mengingatkan saat melihat jendela kaca berkusen kayu pilihan yang dipesannya.
Arlena menyimpan setiap sudut rumah di matanya, lalu dia mengeluarkan ponsel untuk mengambil gambar rumah dari halaman. Kemudian dia masuk ke dalam rumah lalu mengambil gambar dari ruangan yang satu ke ruangan yang lain.
Setelah merasa cukup, Arlena duduk sejenak di ruang keluarga sambil menikmati karpet tebal dan indah yang dibelinya saat jalan-jalan ke luar negeri. Dia tertegun sejenak melihat televisi berlayar dalam ruangan. Masa-masa bahagia saat menonton film kesukaan bersama Dominus, mencolek rasa hati. Arlena menghembuskan nafas kuat, lalu keluar dari ruang keluarga.
Dia naik ke kamar sambil memegang tangga kayu berkualitas yang dipesannya. Sejenak dia berdiri di ujung tangga dan melihat ke bawah. Dia kembali menghembuskan nafas kuat lalu masuk ke kamar.
Dia duduk di atas karpet tebal dan lembut kesukaannya. 'Sayang, bantu mommy beres-beres lagi, ya. Biar ngga ada yang terlewatkan.' Arlena mengusap perutnya berulang kali dengan sayang sambil membatin.
~*
Waktu terus berlalu; Dua hari menjelang batas waktu yang ditentukan dalam surat perjanjian perceraian, Arlena bangun pagi lalu turun untuk sarapan. "Tari, tolong sajikan sarapannya." Arlena berkata kepada Tari yang datang mendekati dia.
"Iya, Bu. Silahkan duduk..." Tari menggerakan jempol mempersilahkan Arlena duduk, lalu ke belakang untuk mengatur sarapan bersama pelayan lain.
"Selamat sarapan, Bu." Ucap Tari setelah menyajikan semua menu di atas meja. "Terima kasih." Ucap Arlena.
"Mari sayang, kita sarapan yang banyak, supaya kuat hari ini." Ucap Arlena setelah mengucap syukur dan mengelus perutnya.
Arlena bersyukur karena tidak merasa mual, sehingga bisa makan yang cukup banyak tanpa kendala.
Setelah sarapan, Arlena minta Tari duduk di depannya. "Tari, kalian segera sarapan. Hari ini kalian semua boleh libur."
"Libur, Bu?" Tari terkejut.
"Iya. Kau tentukan bersama yang lain mau jalan-jalan ke mana."
"Maksud Ibu, hari ini kami semua tidak usah bekerja? Tidak usah masak buat makan Ibu?"
"Iya. Tidak usah. Nanti saya makan di luar. Kalian semua bisa jalan-jalan kemana saja, tapi pulangnya HARUS di atas jam lima, sebelum Magrib." Ucap Arlena serius sambil melihat Tari.
"Iya, Bu. Terima kasih." Tari menautkan tangan di dada sebagai rasa terima kasih yang tidak terhingga.
"Baik. Kau yang atur dengan yang lain. Ajak juga sopir dan tukang taman untuk ikut dengan kalian. Tapi ingat, jangan pulang sebelum jam lima, karena tidak akan bisa masuk rumah. Saya mau keluar..." Arlena kembali mengingatkan.
"Iya, Bu." Tari menjawab cepat, tapi tidak tahu mengapa mereka tiba-tiba diliburkan dan minta pergi jalan-jalan.
"Ini uang untuk kalian pergi jalan-jalan. Kalian boleh ke Mall atau ke tempat rekreasi, yang penting pulang setelah jam lima." Arlena mengingatkan sambil meletakan amplop putih di depan Tari.
"Terima kasih, Bu." Tari jadi terharu melihat amplop tebal di depannya. Arlena mengangguk lalu berdiri dan keluar dari ruang makan.
Tari mengambil amplop lalu segera memanggil para pelayan, sopir dan tukang taman kumpul di ruang belakang untuk membicarakan yang diminta oleh nyonya mereka.
Setelah berbicara dengan Tari, Arlena hanya menunggu di kamar sambil berdoa dan berharap, apa yang dilakukan Tari dan yang lainnya berjalan lancar.
"Ya, Tari. Gimana?" Arlena merespon telpon Tari.
"Kami pamit mau jalan-jalan, Bu."
"Ok. Hati-hati. Jangan lupa waktunya, ya."
"Iya, Bu. Terima kasih." Tari tidak terbebani dengan permintaan waktu Arlena, karena semua pelayan sangat senang dan bersemangat untuk jalan-jalan.
Beberapa saat kemudian, Arlena melihat dari jendela di lantai atas para pelayan, sopir dan tukang taman keluar dari gerbang. Arlena segera telpon Calista yang sudah tunggu tidak jauh dari rumahnya untuk datang ke rumahnya.
"Rumah kosong?" Tanya Calista saat masuk ke dalam rumah.
"Kosong. Aku minta mereka pergi jalan-jalan..." Arlena menjelaskan.
"Good... Mana yang mau dibawa?"
"Di atas dan juga ada di ruang keluarga."
"Kau kasih tahu saja. Nanti mereka yang angkat." Calista menunjuk ke arah beberapa pria muda yang membawa mobil box.
Arlena mengangguk lalu menunjuk barang yang harus dibawa. Petugas yang disewa Calista bergerak cepat memasukan semua barang yang ditunjuk Calista.
Mereka bekerja cepat tapi hati-hati agar tidak ada yang pecah atau rusak. Mereka bekerja profesional dan cekatan, hingga semua yang mau dibawa Arlena bisa cepat selesai dan pindah ke dalam mobil box.
"Ar, kau mau ikut aku atau nanti?" Tanya Calista saat melihat semua barang yang mau dibawa sudah masuk ke dalam mobil box.
"Aku belakangan aja, Ar. Nanti aku telpon. Hati-hati."
"Ok. Kalau aku sudah tiba butik, biar sopir balik jemput. Nanti dia tunggu di tempat parkir...." Calista menyebut salah satu restoran fast food terdekat.
"Ok. Thanks." Arlena ingin Calista segera keluar dari halaman, agar kalau ada yang datang, tidak terseret.
"Ar, ini buat lunch. Biar ngga usah keluar." Calista kembali masuk rumah sambil membawa paper bag berisi menu makan siang Arlena.
"Makasih, Cal... Tadi aku pikir mau pesan online."
"Ngga usah. Itu buat calon ponakanku juga. Temani Mommy, ya. Aunty tunggu di butik." Calista mengelus perut Arlena lalu segera keluar, agar tidak mengganggu rencana mereka.
~*
Beberapa saat kemudian, setelah makan menu yang dibawa Calista, Arlena memeriksa sekali lagi isi rumah. Dia menghembuskan nafas kuat, karena terasa berat.
"Sayang, orang yang mengambil milik orang lain adalah pencuri. Mencuri adalah perbuatan tidak terpuji dan dosa." Arlena berkata dengan suara keras, karena rumah telah kosong.
"Sekarang Mommy mau b'ri pelajaran buat seorang pencuri." Arlena melanjutkan sambil mengelus perut.
Arlena naik tangga menuju kamar utama sambil membawa tas berisi peralatan tukang yang sudah disiapkan. Tiba dalam kamar, dia mulai mengeluarkan cutter besar dan gergaji listrik tanpa ragu. "Sayang, tenang dan dukung Mommy, ya. Tutup matamu..."
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
up Thor makin penasaran aja aku