Jihan Hadid, seorang EO profesional, menjadi korban kesalahan identitas di rumah sakit yang membuatnya disuntik spermatozoa dari tiga pria berbeda—Adrian, David, dan Yusuf—CEO berkuasa sekaligus mafia. Tiga bulan kemudian, Jihan pingsan saat bekerja dan diketahui tengah mengandung kembar dari tiga ayah berbeda. David dan Yusuf siap bertanggung jawab, namun Adrian menolak mentah-mentah dan memaksa Jihan untuk menggugurkan kandungannya. Di tengah intrik, tekanan, dan ancaman, Jihan harus memperjuangkan hidupnya dan ketiga anak yang ia kandung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Selim menarik kursi dan duduk tepat di samping ranjang Jihan.
Tangannya masih menggenggam jemari Jihan, seolah takut wanita itu menghilang bila dilepas.
“Tenanglah, Jihan. Kamu masih lemah. Kalau terus memikirkan mereka, kondisimu bisa makin buruk.” suaranya lembut, namun terasa seperti perintah.
“Aku tidak bisa, Kak… aku butuh Adrian, David, Yusuf. Aku tidak bisa tanp....,”
“Cukup!” potong Selim dengan nada tegas, membuat Jihan terdiam.
Ekspresinya berubah, tidak lagi lembut melainkan penuh luka bercampur obsesi.
“Mereka sudah merebutmu dariku sejak awal. Aku selalu di sisimu, tapi kamu tidak pernah melihatku. Sekarang aku ingin kamu hanya melihatku. Hanya aku, Jihan.”
Jihan melepaskan selang oksigen nya dan akan bangkit dari tempat tidurnya.
“Ka-kak Selim, ini salah. Aku tidak mencintaimu dengan cara itu.” ucap Jihan.
Disaat sedang mengobrol tiba-tiba anak buah Selim memintanya keluar sebentar.
Selim keluar dari ruang perawatan sambil mengawasi gerak-gerik Jihan.
"Mereka sedang dalam perjalanan kemarin,"
Selim mengangguk kecil dan meminta agar mereka melakukan rencana B.
Setelah berbicara dengan anak buahnya, Selim kembali ke kamar.
Selim mengambil kain putih dari sakunya yang sudah ia siapkan.
"K-kak Selim mau apa? J-jangan lakukan itu, Kak!"
Tanpa aba-aba Selim langsung menutup mulut Jihan.
"MMMMPPPHHH!"
"Ssshhhh, kamu hanya akan selalu menjadi milikku, Jihan."
Dalam hitungan detik pandangan Jihan kabur dan ia tidak sadarkan diri.
Di depan rumah sakit, Made menghentikan mobilnya.
Mereka turun dari mobil dan bergegas menuju ke rumah sakit.
BOOM!
Ledakan keras mengguncang seluruh bangunan klinik.
"JIHAN!!"
David menahan tubuh Adrian yang memaksa masuk ke dalam.
"Lepaskan aku, David! Istriku ada didalam,"
Adrian meninju wajah David dan ia berlari masuk ke dalam.
Ia tidak memperdulikan kobaran api yang masih menyambar.
"Jihan! Jihan!"
Adrian hanya melihat banyak ruangan yang kosong.
Asap hitam memenuhi lorong-lorong klinik yang sebagian besar sudah porak-poranda.
Dinding bergetar, plafon runtuh di beberapa titik, dan suara orang-orang berteriak panik bercampur dengan sirine dari kejauhan.
Adrian berlari tanpa arah yang jelas, hanya dipandu oleh teriakannya sendiri.
“JIHAAAN!! DIMANA KAMU?!”
Namun yang ia temukan hanyalah ranjang-ranjang kosong, selang oksigen terlepas, dan lembaran kain putih yang berserakan di lantai.
David menyusul meski wajahnya masih memar akibat pukulan Adrian tadi.
Ia terbatuk-batuk karena asap, lalu menarik bahu Adrian.
“Tenang dulu! Kita harus cari petunjuk, jangan asal berlari!”
“AKU TIDAK PEDULI!” Adrian menepisnya dengan kasar.
“Kalau Selim sudah menyentuh Jihan. Aku akan membunuhnya!”
Yusuf akhirnya masuk juga, menutup hidung dan mulutnya dengan kain basah.
Ia menendang sebuah pintu kamar yang setengah hangus terbakar.
“Adrian, cepat kesini!"
Adrian dan David langsung menuju ke kamar yang penuh dengan asap.
Yusuf menunjukkan cincin Jihan yang ada di kamar itu.
Belum sempat mereka melihat isi kamar itu, tiba-tiba terjadi ledakan susulan.
Tubuh mereka bertiga terpental jauh dari dalam rumah sakit.
Made membelalakkan matanya saat melihat mereka bertiga terlempar dan langsung tidak sadarkan diri.
Debu dan asap menelan hampir seluruh area
depan rumah sakit yang kini tinggal puing-puing.
Made berlari tergesa ke arah Adrian, David, dan Yusuf yang tergeletak tak sadarkan diri di atas aspal yang retak karena getaran ledakan.
“Adrian! David! Yusuf!” teriak Made panik, lututnya gemetar saat berjongkok di samping mereka.
Ia meraba denyut nadi satu per satu dengan tangan yang bergetar.
"Syukurlah, mereka masih hidup." ucap Made.
Tak berselang lama ambulans dan pemadam kebakaran datang ke tempat kejadian.
Petugas medis segera berlarian membawa tandu ke arah mereka.
Api masih berkobar, memantulkan cahaya oranye yang menari-nari di wajah tegang para penyintas.
Sirine meraung memecah malam, bercampur dengan jeritan orang-orang yang mencari keluarganya masing-masing.
“Cepat! Yang ini butuh oksigen, dia sesak napas karena asap!” teriak seorang paramedis sambil menunjuk David.
Made ikut membantu mengangkat Adrian yang pingsan dengan wajah penuh jelaga.
Tangan Made gemetar, namun matanya tetap terarah ke puing-puing bangunan.
“Pak, mundur dulu! Ini berbahaya, bisa ada ledakan lagi!” ucap salah satu petugas pemadam kebakaran sambil menarik lengan Made.
“Tidak! Istri mereka ada di dalam! Kita harus pastikan!”
Seorang pemadam kebakaran menepuk bahu Made dan mengatakan kalau ada jasad seorang wanita di dalam ruangan itu
Made menggelengkan kepalanya sambil melihat mereka bertiga yang terbaring lemah.
"T-tidak mungkin, itu tidak mungkin!" ucap Made
Petugas mengatakan kalau mereka yakin kalau itu jasad Jihan dimana mereka sudah melakukan tes.
“Kami menemukan jasad seorang wanita di kamar yang sama dengan cincin ini,”
Ia menunjukkan sebuah plastik kecil berisi cincin pernikahan Jihan.
“Tes awal mengarah kuat bahwa itu milik istri mereka.”
Made terpaku, napasnya tercekat, tangannya bergetar menatap cincin itu.
Ia tahu cincin itu milik Jihan, bahkan Yusuf tadi sempat menemukannya sebelum ledakan susulan.
“Tidak Tuhan, jangan ambil dia dari mereka,” bisik Made, suaranya nyaris tak terdengar.
Sementara itu, paramedis sudah menutup tubuh Adrian, David, dan Yusuf dengan selimut darurat.
Mereka bertiga masih tidak sadarkan diri, wajah pucat dan tubuh penuh luka bakar ringan serta lebam.
“Pak, mereka harus segera dibawa. Kalau terlambat, bisa kritis,” ujar salah satu paramedis.
Dengan wajah penuh air mata, Made akhirnya mengangguk, meski hatinya hancur.
"Bawa mereka, tapi jangan katakan apapun tentang Jihan dulu.” ucap Made dengan nada suara yang berat.
Ambulans bergerak meninggalkan lokasi dengan raungan sirine, membawa tiga pria yang hatinya akan hancur saat sadar nanti.
Ambulans melaju kencang menembus jalanan malam, membelah suara sirine yang meraung nyaring.
Di dalamnya, tubuh Adrian, David, dan Yusuf terbaring lemah dengan oksigen menempel di wajah mereka.
Paramedis sibuk memeriksa tekanan darah, denyut nadi, serta menstabilkan luka-luka mereka.
Made duduk di kursi kecil di dalam ambulans, tangannya mencengkeram lutut dengan erat, wajahnya pucat dan penuh kebingungan.
Made melihat ke arah antara ketiga pria itu dan plastik kecil berisi cincin Jihan yang kini disimpan di sakunya.
Tak berselang lama ambulans berhenti di depan ruang UGD.
Para dokter dan perawat membawa mereka ke ruang UGD.
"Anda tunggu disini saja," ucap perawat kepada Made.
Made menganggukkan kepalanya dan ia duduk di ruang tunggu.
Sementara itu di tempat lain dimana mobil Selim masih melaju.
Selim meminta anak buahnya untuk berhenti di rest area.
"Aku ke kamar mandi dulu dan jaga dia baik-baik." ucap Selim.
Anak buah Selim mengangguk kecil sambil menatap Jihan yang masih belum sadarkan diri.
Jihan yang sudah sadar dari tadi, tapi ia pura-pura masih pingsan.
Ia mencari cara agar bisa keluar dari mobil Selim yang sedang di kamar mandi.
"Sepertinya dia masih pingsan, jadi aku bisa rokokan sebentar."
Anak buah Selim keluar dari mobil dan menuju ke Kafe yang ada di dekat sana.
Jihan membuka matanya dan lekas membuka pintu mobil.
Ia melihat mobil didepannya yang bagasi belakangnya tidak terkunci.
Jihan langsung masuk kedalam tanpa ada orang yang menyadarinya.
Sopir itu melajukan mobilnya tanpa menyadari jika Jihan ada di dalam bagasi mobilnya.
Tak lama kemudian Selim keluar dari kamar mandi dan melihat anak buahnya yang sedang merokok.
"S**l!!"
Selim membuka pintu dan ia terkejut ketika melihat Jihan yang sudah tidak ada disana.
Anak buah Selim yang baru saja selesai merokok dan menghampiri Selim.
"DIMANA JIHAN? BUKANKAH AKU SUDAH MEMINTA UNTUK MENJAGANYA?!"
Selim melihat semua orang yang menatap ke arahnya.
tapi baru kali ini baca tentang 3 mafia besar tapi selalu kalah cepat/Awkward/
karena pengorbanan seorang andrian dan ikatan yg kuat dr seorang andrian dan jihan. hanya ide thir