NovelToon NovelToon
Tua Dalam Luka

Tua Dalam Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Beda Usia / Pelakor / Suami Tak Berguna
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Minami Itsuki

aku temani dia saat hidupnya miskin, bahkan keluarganya pun tidak ada yang mau membantu dirinya. Tapi kenapa di saat hidupnya sudah memiliki segalanya dia malah memiliki istri baru yang seorang janda beranak 2? Lalu bagaimana denganku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Draft

Saat memasuki kamar hotel, Wulan diam beberapa detik di dekat jendela, menatap ke luar. Kota terlihat begitu ramai, kontras dengan hatinya yang tak karuan. Di belakangnya, Ardi hanya terdiam. Ia tahu ada banyak hal yang belum selesai di antara mereka.

“Aku nggak nyangka kamu mau diajak ke sini lagi,” ucap Ardi pelan sambil duduk di tepi ranjang.

Wulan menoleh perlahan. “Aku juga nggak nyangka. Tapi ternyata… aku masih nyaman sama kamu.”

Ardi tersenyum miris. “Sayangnya dulu aku terlalu bodoh sampai kehilangan kamu.”

Wulan berjalan pelan, duduk di sofa. “Dan sekarang kamu pikir dengan ajak aku belanja, semuanya bisa kembali seperti dulu?”

“Aku cuma pengen kamu bahagia, Wul. Aku tahu Ramli bukan suami yang kamu impikan.”

Wulan tertawa kecil, getir. “Ramli memang bukan suami ideal. Tapi aku juga nggak lebih baik. Sekarang dia lagi sakit, dan aku malah di sini.”

Ardi menatapnya dalam. “Kalau kamu masih punya perasaan sama aku, tinggal bilang. Kita bisa mulai dari awal.”

Wulan menunduk, hatinya berkecamuk. “Aku… lelah, Di. Lelah hidup bareng lelaki yang nggak pernah tahu aku butuh apa. Tapi kembali ke kamu… aku juga takut disakiti lagi.”

Mereka saling diam beberapa saat. Hanya suara AC yang terdengar.

Ardi berdiri mendekatinya. “Kita nggak harus mutusin sekarang. Tapi satu hal yang pasti, aku nggak akan biarin kamu jatuh sendirian lagi. Ada anak-anak diantara kita. Kalau kamu masih ragu, kita jalankan saja hubungan seperti ini sampai kamu siap."

Wulan mendongak, menatap mantan suaminya dengan sorot mata rumit—campuran rindu, amarah, dan keraguan.

Sejak hari itu, Wulan benar-benar berubah. Ia jarang pulang ke kontrakan. Kalau pun pulang, hanya sebentar—sekadar mengambil pakaian atau memastikan tidak ada yang mencurigai perubahannya. Selebihnya, waktunya habis bersama Ardi, mantan suaminya.

Sementara itu, Ramli hanya bisa terbaring lemah di rumah ibunya. Tubuhnya belum pulih betul, dan pikirannya semakin kacau. Ia mulai menyadari bahwa Wulan tidak seperti dulu lagi. Pesan-pesannya jarang dibalas. Teleponnya kerap tak diangkat. Bahkan, terakhir ia menghubungi, yang menjawab hanyalah suara singkat dan ketus:

"Aku sibuk. Jangan ganggu dulu, Mas."

Ramli menggertakkan giginya. Perih hatinya bukan hanya karena sakit fisik, tapi juga karena pengkhianatan yang perlahan terbuka di depan matanya.

Ramli tahu, jika istrinya saat ini tengah berselingkuh dengan mantan suaminya yang dulu. Walau pun Ramli tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri.

Beberapa hari yang lalu, ia mendapatkan kabar melalui ponselnya. Ternyata teman Ramli yang menghubungi.

Nama yang muncul di layar adalah Asep, salah satu teman lamanya yang dulu pernah bekerja dengannya.

“Halo, Sep?” suara Ramli terdengar serak.

“Loe lagi sakit, ya, Li? Maaf ganggu... tapi gue harus bilang sesuatu.”

“Apa?” tanya Ramli pelan.

“Gue barusan lihat Wulan... sama laki-laki, masuk hotel di daerah pusat kota. Gue yakin itu mantan suaminya, Ardi. Gue tahu wajahnya, soalnya dulu pernah nganterin mereka juga waktu masih nikah.”

Ramli terdiam. Nafasnya tertahan. Seperti ada palu menghantam dadanya.

“Lo yakin itu Wulan?” tanyanya, meskipun hatinya sudah tahu jawabannya.

“Yakin banget, Li. Gue nggak mau lo dibodohin terus. Gue tahu lo lagi sakit, tapi gue rasa lo berhak tahu,” ujar Asep pelan.

Ramli menutup telepon tanpa berkata banyak. Tangannya menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhnya.

...****************...

Sudah hampir seminggu Ramli terbaring lemah di rumah ibunya. Meskipun tubuhnya perlahan mulai membaik, tapi pikirannya makin kacau. Setiap hari selalu ada saja saudara yang datang, bukan untuk menjenguk atau membantu merawat, melainkan membawa permintaan.

Hari ini, adik perempuannya, Ratna, datang bersama suaminya. Dengan wajah penuh senyum, seolah tak terjadi apa-apa.

"Mas Ramli, aku boleh minta uang enggak? Aku lagi butuh nih," tanya Ratna tanpa basa-basi.

Ramli menghela napas panjang. "Ratna... aku lagi sakit, kamu malah ngomongin uang."

Suami Ratna, yang duduk di sudut ruangan, ikut menyela, "Kita bukannya mau ganggu, Mas Ramli... cuma lagi butuh buat modal usaha kecil-kecilan. Mas Ramli pasti ngerti lah."

Ramli menatap mereka dengan tatapan kecewa. Suaranya pelan namun tegas.

"Kalian tahu aku lagi sakit. Bahkan untuk berdiri saja masih gemetar. Tapi yang kalian pikirin cuma uang? Emang abang ini ATM?"

Ratna merengut. "Lho, Mas... jangan marah gitu dong. Kita ini saudara, wajar kan saling bantu? Apalagi Mas Ramli sudah seminggu di rumah ini, masa enggak bisa kasih uang."

"Bantu?" Ramli mendengus. "Waktu aku dan Rukayah masih susah, kalian semua ke mana? Ngelihat aku aja pada jijik! Tapi giliran aku punya uang, semua sok peduli!"

Ibunya yang dari tadi hanya mendengarkan dari dapur akhirnya ikut bicara.

"Sudah... kalian pulang saja dulu. Anak Ibu ini belum sembuh benar, jangan bikin dia makin stress!"

Ratna berdiri dengan wajah cemberut, "Ya udah deh, Mas... semoga cepat sembuh. Tapi jangan lupakan kita-kita ini juga keluarga..."

Ramli hanya menatap kosong ke arah pintu yang tertutup setelah kepergian Ratna dan suaminya.

Ramli... sampe kapan kamu mau begini terus? Udah hampir seminggu, badanmu nggak kunjung sembuh! Ibu capek, Le."

"Aku juga nggak mau begini terus, Bu. Tapi tubuhku belum kuat..."

"Ibu butuh uang buat beli obat, beli makan. Apa kamu pikir Ibu bisa ngurusin kamu terus tanpa biaya? Kalau Wulan nggak ada gunanya, sekarang kamu ke rumah Rukayah. Minta uangnya!"

Ramli kaget.

"Ke Rukayah, Bu? Tapi dia udah nggak mau urus aku lagi."

Ibunya melotot.

"Justru karena itu! Dia masih istri sah kamu, kan? Harta juga masih atas nama kamu. Bilang ke dia, kalau dia masih mau bagian warisan, sekarang bantu rawat suami!"

Ramli tertunduk.

"Tapi Bu, aku malu... selama ini aku nyakitin dia..."

Ibu Ramli langsung menyambar sendal jepit dan melempar pelan ke lantai.

"Malu-malu nggak bikin kamu sembuh, Le! Sekarang Ibu udah nggak tahan. Kamu pikir gampang ngurusin orang sakit tiap hari, tanpa bantuan, tanpa uang? Kalau kamu nggak kuat jalan, ya Ibu anterin pakai becak lagi!"

Ramli menahan napas. Dadanya sesak bukan hanya karena sakit, tapi juga karena kenyataan. Ia tahu ibunya benar, tapi hatinya remuk karena harus kembali meminta pada perempuan yang pernah ia hancurkan hatinya.

"Bu..." lirih Ramli.

"Aku bakal coba telepon Rukayah. Tapi kalau dia nggak mau bantu, jangan paksa dia, ya."

Ibu Ramli mendecak,

"Sudah cukup ibu diam, Ramli. Dulu dia bisa hidup mewah karena kamu. Sekarang giliran kamu susah, dia juga harus tanggung jawab. Titik!"

Ramli pun perlahan mengambil ponselnya, menatap layar lama. Jemarinya gemetar saat mulai mengetik nomor Rukayah. Dalam hati ia tahu, panggilan itu bukan sekadar minta tolong... tapi juga mungkin awal dari rasa malu yang akan ia telan bulat-bulat.

1
Ninik
Thor kenapa tokoh rukhayah dibikin jd pendendam gitu kayak dah dikuasai iblis jadi manusia tak berhati aku JD g suka
Ninik
tp rukhayah kebablasan hidupnya jd dikuasai dendam kalau kata org Jawa tego warase Ra tego ro larane tego larane ratego ro ngelihe tego ngelihe Ra tego ro patine
Ninik
aku suka perempuan kaya rukayah sepemikiran dgn ku ini
kalea rizuky
lanjut donk
kalea rizuky
laki tua g tau diri
kalea rizuky
kapok
kalea rizuky
laki dajjal
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!