Dikhianati oleh suami dan adiknya sendiri, Putri Wei Lian menyaksikan keluarganya dihukum mati demi ambisi kekuasaan. Di saat nyawanya direnggut, ia berdoa pada langit—dan mukjizat terjadi. Ia terbangun sebulan sebelum perjodohan maut itu terjadi. Dengan tekad membara, Wei Lian berjuang membatalkan takdir lamanya dan menghancurkan mereka yang menghancurkannya. Tanpa ia tahu, seorang pria misterius yang menyamar sebagai rakyat biasa tengah mengawasinya—seorang kaisar yang hanya menginginkan satu hati. Saat dendam dan cinta bersilangan, akankah takdir berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34
Istana Hanbei – Taman Paviliun Jingluan
Senja menurunkan cahaya emasnya ke atas dedaunan dan batuan taman. Angin musim semi mengayun ranting pohon plum yang sedang bermekaran. Wei Lian duduk di sebuah meja batu, membaca laporan dari perbatasan dan hasil penyelidikan lanjutan atas para pejabat lama di Luoyang.
Yan’er datang membawa gulungan kecil bertanda segel mata elang—kode rahasia dari jaringan informan.
“Yang Mulia,” bisiknya lirih, “ada seseorang… yang seharusnya telah mati, ditemukan kembali di desa terpencil wilayah timur Luoyang.”
Wei Lian mengangkat wajahnya. Tatapannya tajam. “Siapa?”
Yan’er ragu sesaat, lalu menjawab pelan, “Selir Yue. Wanita istana tingkat rendah… yang diyakini ikut terbakar dalam kudeta palsu Putra Mahkota.”
Wei Lian bergidik.
Nama itu… adalah salah satu tokoh bayangan dalam masa lalunya. Selir Yue tidak menonjol, tidak sekuat Wei Ruo dalam peranannya dulu, tapi memiliki satu keistimewaan:
Dia tahu rahasia tentang surat palsu dan pertemuan rahasia antara Putra Mahkota dan Wei Ruo.
Jika benar dia masih hidup, maka seluruh sandi dalam jaringan pengkhianatan bisa terbuka kembali—dan bisa jadi pedang bermata dua bagi Wei Lian.
—
Sementara itu, di wilayah timur Luoyang – Desa Gunung Wulan
Sosok wanita bertudung abu-abu menuruni jalan curam menuju mata air. Rambutnya yang mulai memutih tak bisa menutupi wajah tirusnya yang penuh bekas luka terbakar.
Namun sorot matanya masih sama seperti dahulu: tajam dan licik.
“Jadi… Wei Lian masih hidup. Bahkan sekarang menjadi Permaisuri Hanbei.”
Ia terkekeh kecil.
“Luar biasa.”
Dari balik semak, seorang pria berpakaian serba hitam mengintip, lalu bergegas kembali ke kudanya untuk mengirim kabar kembali ke istana.
—
Istana Hanbei – Kediaman Kaisar
“Jika Selir Yue benar-benar masih hidup, maka itu artinya…” ucap Mo Yichen sambil menatap peta Luoyang, “...semua pihak yang terlibat dalam kudeta Putra Mahkota bisa dibuka.”
Wei Lian berdiri di baliknya. “Tapi aku tidak ingin darah lagi ditumpahkan. Bukan jika kita bisa mengungkap ini secara damai.”
Zhao Jin masuk dan memberi laporan: “Kami telah menangkap seorang pria yang membawa surat berisi lokasi persembunyian Selir Yue. Ia mengaku sebagai mantan penjaga istana Putra Mahkota. Tapi... dia membawa benda yang membuat kami tak bisa langsung menyentuhnya.”
Mo Yichen menoleh. “Apa itu?”
Zhao Jin mengeluarkan kantong kecil.
Di dalamnya, sebuah liontin berbentuk phoenix terbuat dari batu giok hitam—simbol kuno perlindungan terhadap anggota istana berdarah bangsawan.
Wei Lian memucat. “Itu… milik keluarga Wei. Milik ibuku.”
—
Malam harinya
Wei Lian duduk sendiri di ruang belakang, memandangi liontin giok hitam yang kini berada di tangannya.
“Itu tidak mungkin,” bisiknya lirih. “Ibuku tidak pernah meninggalkan liontin ini…”
Yan’er masuk dengan hati-hati. “Yang Mulia… ada hal yang lebih mengejutkan. Informan kita melaporkan… bahwa sebelum Selir Yue menghilang dari istana, ia terakhir terlihat bersama seseorang yang wajahnya sangat mirip—dengan Wei Ruo.”
Wei Lian berdiri. “Apa maksudmu?”
“Diduga… Selir Yue bukan hanya menyimpan rahasia Putra Mahkota… tapi juga rahasia lain yang belum pernah terungkap… tentang asal-usul Wei Ruo.”
Wei Lian terdiam. Tangannya mencengkeram erat liontin giok itu.
“Kalau begitu…” bisiknya pelan, “satu kepingan terakhir dari masa lalu… belum selesai.
Wei Lian memutuskan berangkat diam-diam ke desa Wulan bersama Mo Yichen dan pasukan kecil kepercayaan, tanpa membawa nama kekaisaran. Di sanalah, bayangan terakhir dari pengkhianatan lama akan dihadapi.
Namun yang tidak mereka ketahui… Selir Yue tidak sendiri. Dan musuh terakhir telah bersiap menyambut mereka.
Bersambung