"Aku hamil, Fir, tapi Daniel tidak menginginkannya,"
Saat sahabatnya itu mengungkapkan alasannya yang menghindarinya bahkan telah mengisolasikan dirinya selama dua bulan belakangan ini, membuatnya terpukul. Namun respon Firhan bahkan mengejutkan Nesya. Firhan, Mahasiswa S2, tampan, mapan dan berdarah konglomerat, bersedia menikahi Nesya, seorang mahasiswi miskin dan yatim-piatu yang harus berhenti kuliah karena kehamilannya. Nesya hamil di luar nikah setelah sekelompok preman yang memperkosanya secara bergiliran di hadapan pacarnya, Daniel, saat mereka pulang dari kuliah malam.
Di tengah keputus-asaan Nesya karena masalah yang dihadapinya itu, Firhan tetap menikahinya meski gadis itu terpaksa menikah dan tidak mencintai sahabatnya itu, namun keputusan gegabah Firhan malah membawa masalah yang lebih besar. Dari mulai masalah dengan ayahnya, dengan Dian, sahabat Nesya, bahkan dengan Daniel, mantan kekasih Nesya yang menolak keras untuk mempertahankan janin gadis itu.
Apa yang terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moira Ninochka Margo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TIGAPULUH SATU Cemburu
SIANG harinya, mereka akhirnya sampai di kantor PT. Duta Zayn Holding, perusahaan ternama yang bergerak di bidang sektor keuangan dan investasi serta startup dan inovasi. Perusahaan ini memang bukan merupakan anak perusahaan dari Zayn Group. Ia membangun usahanya ini sendirian tanpa bantuan dari ayahnya. Bahkan ini dimulai sebelum Firhan mengenal Nesya. Meski, tetap saja Firhan masih memiliki andil dalam Zayn Group yang menjadi Wakil Komisaris utama.
Siang ini, Firhan sengaja mengajak istrinya untuk berkunjung ke perusahaannya. Lelaki itu sempat pamit sebentar karena ada meeting tertutup. Istrinya itu dibiarkan menunggu di ruang VIP private—The Zayn Executive Lounge, didampingi oleh Sam yang seperti biasa sangat rapi dan tenang.
Ruangan ini terletak di lantai paling atas gedung—lantai 21—ruang yang tidak tercantum dalam daftar lift umum. Untuk mencapainya, hanya bisa melalui lift private yang tersembunyi di balik dinding panel khusus di lantai 12 dan 14. Aksesnya terbatas, hanya untuk anggota keluarga Zayn, Sekretarisnya tentunya, komisaris utama, dan tamu-tamu yang sudah melalui proses verifikasi paling ketat. Pintu masuknya tidak mencolok, hanya dinding marmer putih dengan garis emas tipis dan sebuah sensor sidik jari serta retina di sebelah kanan. Begitu terbuka, suasananya langsung berubah total.
Interiornya tenang. Lantai parket kayu walnut, sofa berbahan kulit Eropa dalam warna cokelat gelap, dan lampu gantung dari kaca buatan tangan. Di sisi kanan, ada dinding rak buku built-in berisi koleksi literatur ekonomi, sejarah bisnis dunia, serta laporan-laporan rahasia perusahaan dari dekade sebelumnya. Semuanya disusun rapi, bukan sekadar hiasan. Tengah ruangan diisi meja bundar dari onyx hitam yang selalu bersih. Biasanya digunakan untuk pertemuan internal keluarga yang membahas keputusan penting yang tak boleh bocor ke siapapun. Ruangan ini dilengkapi dengan perangkat audio dan kamera internal buatan Swiss, tapi tidak terhubung ke sistem biasa. Semua terenkripsi secara pribadi dan tidak bisa diakses oleh staf IT biasa.
Di ujung ruang, ada private bar kecil. Bukan untuk pesta, tapi untuk menjamu rekan bisnis kalangan atas. Raknya menyimpan koleksi wine langka, teh Jepang, minuman bersoda dan botol air dengan label khusus bertuliskan inisial keluarga. Satu ruangan kecil di dalam lounge ini disebut 'The Quiet Room.' Hanya dua orang yang boleh masuk sekaligus. Tidak ada jendela, tidak ada koneksi internet, bahkan tidak ada CCTV. Ini tempat di mana keputusan paling penting biasanya diambil.
Ruang ini bukan cuma untuk kenyamanan, tapi simbol. Bahwa di tengah dunia yang keras dan transparan, keluarga Zayn khususnya Firhan masih punya wilayah yang tidak bisa disentuh siapapun—tempat di mana semua kontrol bermula.
Sambil menunggu, Sam menawarkan Nesya untuk melihat-lihat private showroom yang isinya koleksi desain interior, karya seni mahal, dan sample portofolio proyek besar PT. Duta Zayn Holding. Rupanya ruangan itu bersebelahan dinding rak buku. Kau tidak akan menyadarinya itu adalah pintu jika memperhatikannya dengan detail. Karena kunci untuk membukanya adalah salah satu buku dari deretan buku-buku yang tertata rapi di sana. Cukup mengangkat 'buku kunci' itu dari raknya, maka pintu akan terbuka dengan otomatis.
Nesya akhirnya setuju. Hitung-hitung menghilangkan suntuk dan rasa bosannya. Namun di lantai showroom itulah, Nesya melihat seorang wanita cantik dan berpenampilan super elegan tengah tertawa pelan sambil menepuk ringan lengan Firhan. Wanita itu mengenakan setelan merah maroon berkelas, dengan heels tinggi dan parfumnya semerbak ketika mendekat.
Sial, kenapa jadi kecolongan begini? Aku tidak tahu kalau Tuan muda dan Nona Karina di sini!
Sam melirik Nesya, raut wajah Nyonya mudanya itu berubah dingin, seperti kesal, terbakar. Ya, ini kecerobohannya selama jadi Sekretaris sekaligus bodyguard untuk Firhan. Biasanya dia bisa mengantisipasi bahkan peka dan berpikir lebih jauh, sebelum terjadi, tapi malah dia sendiri yang mengundang kemarahan Tuan mudanya. Sialnya dia yang bahkan mengajak Nesya ke tempat itu karena tadinya ia pikir, bisa membuat Nyonyanya itu nyaman dan tidak bosan.
Wanita itu tersenyum hangat, menggoda sembari memukul pelan lengan Firhan. “Masih suka lupa makan karena kerja keras, Fir? Kamu butuh seseorang yang lebih rutin ngingetin, bukan cuma sekretaris.... "
Dengusan kesal Nesya terdengar yang masih menatap tajam sosok suaminya dengan perempuan lain dari kejauhan.
Nesya tak mendengar percakapan itu secara penuh, tapi cukup untuk membuat hatinya tersentil. Ia melangkah pergi, tak ingin terlihat seperti orang ketiga di momen itu.
Firhan tertawa tipis. “Saya punya Sam dan seseorang yang jauh lebih galak dari Sam kalau saya lupa makan,"
Setelah urusan kantor selesai, mereka dalam perjalanan pulang. Di dalam mobil Alphard hitam, suasananya berbeda. Firhan duduk di samping Nesya, tapi bahkan suara pun tidak terdengar. Sangat hening. Biasanya Nesya yang cerewet soal makanan, cuaca, atau hal kecil. Tapi sekarang ia hanya memandang ke luar jendela.
Firhan akhirnya menoleh. “Kenapa diam?”
Tanpa menoleh ke arah Firhan dan hanya memandang keluar jendela dengan raut wajah datar. “Tidak apa-apa.”
Kata 'tidak apa-apa' itu seolah terdengar seperti bom waktu. Tahu, kan, kalau perempuan sudah marah, kesal, atau bahkan ngambek? Nah, seperti ini. Diam seribu bahasa, tapi diam-diam juga menyimpan senjata mematikan untuk membalaskan dendam.
Sebenarnya Sam sudah melaporkan kejadian tadi, bahwa dia tidak sengaja membawa Nesya ke ruangan itu dan memberi reaksi Nyonya mudanya itu. Tadinya Firhan tidak kesal, hanya saja dia sempat menyelipkan kalimat ancaman yang membuat dirinya merinding sendiri.
"Berdoalah jika Nesya tidak sensitif hari ini, Sam, dan berpikir logika hanya karena masalah ini. Tapi jika dia sampai marah padaku, sudah kupastikan kau yang lebih menderita dariku,"
Sam bergidik ngeri saat mengingat kalimat Tuan mudanya setelah melaporkan kecerobohannya.
Tamat sudah riwayatku! Tuan muda, maafkan kebodohanku! Gerutu Sam dalam hati.
Lelaki itu menaikkan satu alis. “Nesya yang 'tidak apa-apa' itu biasanya justru harus dicari tahu,"
Hening.
"Sayang, apa aku sudah melakukan kesalahan yang tidak kusadari?" tanya Firhan lembut setelah menghela napas dan memandang wanita yang masih membuang muka dan enggan memandangnya.
Masih diam. Ya, dia hampir lupa kalau gadisnya ini sangat-sangat sensitif terlebih perempuan. Cemburunya bisa kumat di level dewa.
Firhan terdiam sejenak. Menimbang sesuatu.
“Apa karena Karina?” cobanya lagi dengan hati-hati.
Mendengar kalimat itu, Nesya akhirnya menoleh, matanya menahan ekspresi, tapi begitu tajam dan menusuk. “Kamu tidak bilang bakal ketemu dia. Dan … dia keliatan deket banget. Kamu sengaja mengajakku untuk melihat adegan semacam itu, ya?"
Firhan tertawa pelan, lalu menghela napas dan menggenggam tangan Nesya.
Firhan menatap lurus ke depan, tapi kalimatnya penuh makna. “Karina itu anak klien lama ayah. Pernah dekat, iya. Tapi cuma sebatas kedekatan dunia bisnis. Dan hari ini dia datang untuk membicarakan tentang kerjasama bisnis investasi," Firhan menoleh penuh. “Kamu pikir kalau aku serius sama dia, aku bakal suruh kamu tidur di penthouse-ku? Pakai gelang yang cuma ada satu-satunya di dunia ini?” lanjut lelaki itu.
Nesya menghela napas. “Aku tidak suka perasaanku sendiri. Cemburu itu … menyebalkan,”
Firhan tersenyum, lalu mencium punggung tanganmu pelan.
“Tapi buat aku … itu tandanya kamu takut kehilangan. Dan itu artinya, aku punya tempat istimewa di hatimu.”
Nesya tetiba tersenyum lebar, lalu memukul lengan Firhan dengan manja. "sepertinya kamu masih suka lupa makan, ya, Fir, karena kerja? Kayak kamu butuh seseorang tuh biar ada yang ingetin, bukan cuma Sam yang ingetin!" sahutnya dengan nada mengejek sambil masih tersenyum lebar, mengulang kalimat Karina tadi.
Firhan menghela napas, lalu menjatuhkan punggungnya di jok penumpang.
"Sayang, tolonglah, jangan seperti ini!"
"Memangnya aku kenapa? Aku cuma ingetin kamu saja!" sahutnya nyolot dengan raut datar.
"Sayang—"
Nesya tersenyum lebar lagi yang sengaja dibuat-buat seraya memukul manja lengan Firhan. "Jangan lupa makan, ya, Fir! Entar ada cewek centil dan pede berharap bisa diposisi aku, kasian dia berharap tapi tidak nyata!"
Sam refleks tergelak mendengar itu namun cepat ia katupkan mulutnya karena menyadari bersamaan dengan Firhan yang menendang jok kemudinya yang berada di hadapannya secara spontan karena kesal dengan reaksi Sam.
Sam berdehem sesaat. "Maaf, Tuan muda. Um, Nyonya, sebenarnya yang anda dengar tadi itu tidak semuanya—maaf, tapi saya harus meluruskan ini, mengingat ini membahayakan dan mengancam reputasi Tuan muda saya dan juga saya,"
Nesya memandangnya tajam saat pandangan mereka bertemu di kaca spion dalam.
"Maksudnya?" tuntut Nesya dengan raut yang masih tidak bersahabat. Dia benar-benar sangat kesal dan marah.
"Tuan muda?"
"Lanjutkan, Sam, apa yang memang harus kau lakukan! Sebelum semuanya benar-benar kacau dan aku membunuhmu!"
Nesya meringis sambil melirik sejenak suaminya yang duduk di sampingnya, lalu kembali memandang spion.
Tidak membutuhkan waktu lama, suara terdengar dari speaker mobil yang rupanya di setel oleh Sam.
"Aku menontonnya di siaran TV saat itu. Jadi, dia perempuan yang berhasil menaklukkanmu, ya?" Suara Karina terdengar di speaker. Ini adalah rekaman audio yang berasal dari cctv ruangan showroom.
"Ya, cantik, bukan? Hmm ... Dia perempuan yang selalu kuceritakan kalau aku diam-diam mencintainya sejak pertama kali kita bertemu," akui Firhan dengan nada suara riang
"Ya, aku masih ingat. Saat itu kamu menolakku mentah-mentah. Seorang Karina yang selalu di kejar oleh para cowok, tapi dengan sombongnya putra Zayn ini menolakku tanpa menoleh sedikit pun. Ha ha ha!"
"Maaf, Karina. Tapi seperti yang kukatakan sejak dulu, pria itu bukan, aku. Kamu lebih layak dengan pria yang lebih baik dariku,"
Hening sejenak.
“Masih suka lupa makan karena kerja keras, Fir? Kamu butuh seseorang yang lebih rutin ngingetin, bukan cuma sekretaris. Seseorang yang bahkan lebih peka dan rela menjadi 'selir' untukmu," Sahut Karina mencoba lagi
Firhan tertawa tipis. “Saya punya Sam dan seseorang yang jauh lebih galak dari Sam kalau saya lupa makan,"
Hening Sejenak. Lalu, "Kar, aku sangat mencintai istriku. Sampai kapanpun, tidak akan ada yang menggantikan bahkan sekalipun hanya sebagai 'selir'. Jangankan kamu atau keluargaku, bahkan diriku sendiripun tidak akan kumaafkan dan tidak akan kubiarkan meyakiti Nesya-ku. Dia ... Lebih dari istri untukku. Dari awal aku memintanya menikah denganku, saat itu pula aku berkomitmen dan janji pada diriku sendiri untuk menjaganya lebih dari nyawaku,"
Speaker pun mati. Nesya melirik Firhan di sebelahnya. Dadanya yang bergemuruh sedari tadi, ketika berubah tenang bahkan terharu. Matanya mulai berair namun hanya ditanggapi dengan senyuman tipis Firhan lalu menarik gadisnya itu dalam pelukannya.
"Aku mencintaimu," bisik Nesya yang menenggelamkan kepalanya di dada. Dia malu pada Firhan dan juga Sam, tapi sekaligus terharu. Suaminya secinta itu ternyata.
"I Love you more, Cintaa," balas Firhan dengan suara sendu sambil memeluk Nesya sembari mengusap rambut istrinya itu.
"Maaf, ya, membuat kamu tadi jadi salah paham,"
"Aku yang minta maaf karena kesal dan marah-marah!"
Firhan tersenyum dan semakin mengeratkan pelukan mereka.
"Thanks, Sam, sudah menyelamatkan kami!" tukas Firhan yang bertemu pandang di kaca Spion dengan Sam. Pria itu tersenyum.
"Sekali lagi, Maaf, Tuan muda,"
Firhan tersenyum dan mengangguk. "Good job!"
Mobil melaju dengan kecepatan normal, membawa mereka kembali ke rumah.
Sesampainya di rumah, Firhan menyuruh Sam pulang lebih awal. Ia membawa Nesya ke balkon rumah. Pemandangan langit mulai gelap.
Firhan lalu mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Sebuah undangan kecil. Lelaki itu lalu tersenyum kecil. “Gala Dinner minggu depan. Aku mau kamu menemaniku sebagai pasangan resmi,"
Nesya mengangkat alis, kaget. “Pasangan resmi?”
Firhan menggenggam jemari istrinya dengan erat. “Biar tidak ada lagi perempuan yang berani colek aku di depan kamu!"
Gadis itu tergelak lalu berhambur di pelukan suaminya dalam senyum bahagia.
...* * * *...
aku mau tau kelanjutannya!:?
mampir juga yuk ke karya ku:)