Pemuda 18 tahun yang hidup sebatang kara kedua orangtuanya dan adeknya meninggal dunia akibat kecelakaan, hanya dia yang berhasil selamat tapi pemuda itu harus merelakan lengan kanannya yang telah tiada
Di suatu kejadian tiba-tiba dia mempunyai tangan ajaib dari langit, para dewa menyebutnya golden Hands arm sehingga dia mempunyai dua tangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarunai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Han menatap ponselnya, melihat nama Klara yang terpampang di layar, ia pun mengangkat nya.
“Hallo,” sapa Han.
“Hallo, Han. Kamu lagi sibuk?” suara Klara terdengar lembut di seberang.
“Enggak. Ada apa?”
“Emm… begini, nanti malamkan ada acara kumpul para wirausahawan muda. Aku pengen ngajak kamu. Biar kita bisa memiliki hubungan sama pebisnis hebat lainnya,” ucap Klara antusias.
Han mengernyit.
"Gitu ya... sebenarnya aku tidak begitu tertarik sih dengan perkumpulan seperti itu"
“Yah… kok kamu nggak ikut sih?” keluh Klara dengan nada cemberut.
“Terus aku sama siapa dong?”
"kmu bisa ajak temen mu yang lain, aku terlalu males penghadiri acara yang berisi ajang pamer" jawab Han yang sudah mengetahui sifat-sifat orang seperti itu.
Klara diam sejenak, lalu menjawab pelan, “Yasudah… kalau kamu nggak ikut, aku juga nggak ikut.”
Han mengangkat alis.
“Lho, bukannya kamu yang semangat ngajak tadi?”
Klara tertawa kecil. “Iya, tapi aku juga sebenernya nggak terlalu tertarik. Aku cuma… pengen ada kamu di sana.”
Han tidak menjawab. Hanya tersenyum kecil. Obrolan mereka pun berlanjut ringan, membahas keseharian, aktivitas kampus Klara, hingga urusan berlian yang semakin hari semakin membeludak dengan tawaran kerja sama dari berbagai tempat di negara Zambrud Khatulistiwa ini.
Semenjak adanya perhiasan yang memiliki berlian terbaik di dunia, perusahaan perhiasan Klara semakin berkembang.
hingga beberapa saat kemudian, pintu kamar Han ada yang mengetuk.
Tok!! Tok!! Tok!!
Han melirik ke arah pintu. Ia menutup pembicaraan.
"oke, kalau begitu.. kamu bilang saja jika semua berlian itu habis, aku matiin dulu. sepertinya Anya sudah lapar." kata Han mematikan telpon setelah mendapatkan jawaban dari Klara.
Han meletakkan ponselnya. Ia berdiri dan membuka pintu.
Di sana berdiri Citra, masih dengan pakaian sore tadi—crop top dan hotpants yang membuat Han kembali menelan ludah dengan kasar.
“Han, ayo makan. Anya udah nunggu di bawah,” ucap Citra sambil tersenyum manis.
Tanpa banyak bicara, Han tiba-tiba menarik tangan Citra dan membawanya masuk ke dalam kamarnya. Ia menutup pintu dengan cepat, lalu memojokkan Citra ke dinding.
“Sepertinya kau benar-benar ingin aku melahapmu, Nona Citra,” ucap Han pelan, suaranya berat, nyaris seperti bisikan.
Wajah mereka hanya terpaut beberapa senti. Napas Han terasa hangat menyentuh pipi Citra. Jantung gadis itu berdetak kencang, begitu kencang hingga nyaris ia tak bisa bernapas.
“A-a-apa maksudmu?” ucapnya terbata.
“Aku tahu dari tadi siang kau terus menggoda aku.”
Tatapan Han menusuk, dalam dan tajam. Ia mendekat, dan tanpa aba-aba, mengecup bibir Citra.
Citra sempat terkejut, tubuhnya kaku. Namun perlahan, ia mulai membalas ciuman Han. Mereka larut dalam momen itu — sepuluh menit yang terasa seperti sekejap.
Han sempat mengangkat tangannya, hendak menyentuh dua gundukan yang ada di dadanya — tapi tiba-tiba:
Tok! Tok! Tok!
“Bang? Kak Citra? Kalian di dalam, ya?” suara Anya terdengar dari balik pintu.
Keduanya langsung tersadar. Citra buru-buru menjauh, wajahnya memerah hebat.
“S-sial… hampir saja,” batin Han sambil menarik napas dalam.
Citra cepat-cepat membuka pintu, bukan karena takut, tapi karena ia tak sanggup menahan rasa malunya jika terus berada terlalu dekat dengan Han.
“Kak, kok lama banget manggil Bang Han? Anya udah laper nih…” kata Anya sambil mengelus perut mungilnya.
“I-iya… ayo kita makan. Bang Han tadi masih di kamar mandi, jadi Kakak tungguin,” jawab Citra gugup. Pipinya seperti habis dipoles blush on.
Anya menatap keduanya dengan polos.
“Tapi kok… bibir Kakak kayak bengkak, ya? Kalian abis digigit tawon?”
“Udah, Anya. Ayo kita makan malam,” potong Han cepat-cepat sambil menahan tawa.
"Iya, Anya. Kaka habis digigit tawon... mesum" batin Citra, makin salah tingkah.
Pagi hari di meja makan.
“Apakah Tuan memanggil saya?” tanya Pak Jono dengan sopan, berdiri di samping meja makan.
"apa.. Pak Jono bisa mengendarai mobil?" tanya Han.
"Bisa, Tuan Muda."
“kalau begitu, Pak Jono. Mulai sekarang, saya minta tolong, tugas Anda adalah mengantar dan menjemput Anya sekolah. Jangan sampai dia menunggu lama saat pulang, Kunci mobil dan STNK-nya ada di dalam mobil.” ujar Han sambil menyeruput Kopi hangatnya.
“Baik, Tuan. Kalau begitu, saya panaskan mobilnya dulu.” Pak Jono membungkuk sedikit lalu berlalu menuju garasi.
“Abang nggak mau nganterin Anya sekolah?” tanya Anya dengan wajah cemberut, kedua pipinya mengembung lucu.
“Bukan gitu, Anya. Abang khwatir akan telat menjemput dan kamu harus kembali menunggu sendirian di sekolah,” balas Han sambil tersenyum, berusaha menjelaskan dengan lembut.
“Abangmu benar, Anya,” tambah Citra sambil meletakkan sendok. “apa lagi Kemarin dia dimarahi Bu Guru karena datang terlambat ke kelas habis nganterin kamu pulang.”
Anya tertunduk. “Hm… Maaf ya, Bang… Kalau Anya selalu ngerepotin Abang.”
Han tersenyum, lalu mengusap lembut rambut adiknya. “Udah, kamu jangan ngomong kayak gitu. Kamu adik Abang, udah seharusnya Abang melakukan itu semua untuk kamu.”
__
Pagi itu, Han berangkat sekolah dengan motor Kawasaki H2 miliknya.
Karena Anya kini diantar oleh Pak Jono dengan mobil, dan hanya motor ini yang tersisa di garasi.
Ia melaju cepat di jalanan, sedangkan orang yang duduk di belakangnya adalah Citra—memeluk pinggang Han dengan erat. Han merasakan sensasi aneh yang membuat pikirannya tidak fokus ke jalan.
"Astaga… ini siksaan atau kenikmatan, sih?" batin Han.
Walaupun tubuh Citra belum sepenuhnya berkembang, kehangatan yang dia rasakan tetap saja membuat Han gelisah. Ia menyalip beberapa mobil sambil berharap cepat sampai ke sekolah—agar pikirannya tidak melayang ke mana-mana.
Di sisi lain, Klara yang sedang dalam perjalanan ke toko perhiasan karena dia akan masuk kuliah jam dua siang. juga melihat motor itu menyalip mobilnya.
“Itu… bukannya motornya Han? kok boncengan sama cewek?” gumam Klara sambil menoleh. Namun karena padatnya jalan membuat pandangannya tak terlihat oleh mobil di depan.
"Apa cewek itu Citra?! Gila! nggak tau diri banget tuh keponakan pakai di jemput Han segala kesekolah" kesal Klara dengan wajah masam
Dia tidak tau saja jika Citra sekarang satu atap dengan han, jika dia tau Klara pasti tidak terima kerna dia lah yang lebih dulu kenal dengan Han, tapi harus kalah Dari Citra.
setelah 15 menit mengendarai motor dengan kecepatan pembalap, akhirnya Han bisa bernafas dengan lega.
Han dan Citra turun dari motor dan berjalan bersama menuju kelas.
Seperti biasa, kehadiran mereka langsung menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di SMA Tamian School ini. mereka hanya bisa menatap dengan rasa iri.
"Ya ampun... mereka berdua kayak pasangan yang ada di drama ya!"
"Fix! Han itu kayak pangeran, dan Citra kayak Cinderella!"
"Eh tapi… kalau sama aku juga cocok, lho," ucap seorang siswi bertubuh tambun sambil mengelus rambut kepangnya.
“Ck, kamu tuh nggak pernah ngaca ya?” sahut temannya yang langsung membuat yang lain cekikikan.