Keanu Wiratmadja
Presdir muda yang tak pernah tertarik pada seorang wanita selama hidupnya, tiba-tiba hatinya tergerak dan ingin sekali memilikinya. Karena dia wanita pertama baginya.
Keana Winata
Putri semata wayang yang sangat disayangi ayahnya, tapi bukan berarti dia putri yang manja. Dia berbeda, sehingga dapat membuat seseorang tergerak hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ade eka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
Ken mengikuti arah pandangan Ana, dia melipat bibirnya menahannya agar tak tersenyum.
"Tenang saja, aku sudah menguncinya", ucap Ken setengah berbisik mendekat pada wajah Ana.
Punggung Ana menegang, jantungnya sudah berdetak tak karuan. Semburat kemerahan telah terpancar pada pipinya yang putih. Ana menundukkan kepalanya, dia memejamkan matanya dengan begitu erat hingga kerutan di sekitar matanya terlihat jelas.
Ken menaikkan dagu Ana dengan dua jarinya, wajah Ana yang saat ini sungguh membuatnya sangat ingin menciumnya. Tapi diurungkan niatnya.
"Belum, belum saatnya", gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba tawanya pecah, terdengar menggema di seluruh ruangan itu. Ana refleks membuka matanya, dilihatnya Ken sedang terpingkal sambil memegangi perutnya. Sungut Ana perlahan bangkit, kini wajahnya sudah merah padam. Ana bangkit, mengambil ancang-ancang dan menendang tulang keringnya.
Ditengah tawanya, Ken mengaduh kesakitan tapi tak menghentikan tawanya. Bulir air mata tertahan di pelupuk mata Ken, saking tawanya tak tertahan. Sakit di tulang keringnya masih bisa dikalahkan oleh rasa geli saat melihat tingkah Ana yang menggemaskan baginya. Ken sukses mengerjai Ana.
Ana masih berdiri, sungutnya belum juga berhenti. Sambil berkacak pinggang Ana melotot ke arah Ken.
"Sudah puas, hah!", bentaknya.
Ken tak menghiraukan ucapan Ana, tapi dia menghentikan tawanya. Kini Ken menatap Ana dengan intens. Dia menatap Ana dengan tatapan tajamnya hingga menusuk ke dalam mata Ana. Ken bangkit dari duduknya, dan menarik tangan Ana hingga jatuh ke dalam pelukannya.
"Apakah kau tahu?! Aku sangat merindukanmu, Ana", ucapnya dengan suara parau. Ken menempatkan kepalanya di ceruk leher Ana, mencari kenyamanan sambil mengirup aroma Ana yang manis.
Suara Ana yang akan melawan tiba-tiba tersekat. Ana tertegun oleh penuturan Ken. Ana sedang mengorek perasaannya sendiri. Apakah dirinya masih mengagumi Ken yang dulu atau sudah berubah kepada perasaan yang lebih intim. Karena pertemuannya beberapa waktu lalu telah membuat Ana juga merasakan perasaan berdesir yang belum pernah dia rasakan sebelum. Dan di saat dia tak bersama Ken, Ana selalu memikirkannya.
"Apakah aku juga merindukanmu?! Apakah aku menyukaimu?! Bukan lagi rasa kagumku padamu yang sudah tumbuh sejak dulu?! Sudahkah perasaanku berubah?!", Ana berkutat dengan pikirannya sendiri.
Pikirannya tak sejalan dengan hatinya. Nyatanya tanpa sadar tangan Ana membalas pelukan Ken. Tangannya merengkuh punggung Ken yang lebar dan kokoh. Mata Ana membulat saat dia menyadari perlakuannya. Pipinya bersemu, beruntung kini dia berada dalam pelukan Ken. Jika tidak, dia akan merasa sangat malu saat ini.
Ken tersenyum damai saat dia merasakan Ana membalas pelukannya. Ken mengangkat tubuh Ana agar duduk di meja. Sedang dia berdiri merapat ke arah Ana. Tangannya menopang di atas meja pada kanan kiri tubuh Ana, Ken memenjarakan tubuh Ana dengan tangannya.
Ken sedikit membungkuk agar wajahnya sejajar dengan wajah Ana. Dilihatnya wajah Ana yang sudah merona. Dan juga terdengar detak jantung mereka yang saling bersautan. Ken menatap sendu pada Ana dan mengulas senyumnya.
"Kau benar-benar menggemaskan, Ana", ucap Ken dalam hati.
Ken mendekatkan wajahnya dengan wajah Ana. Hembusan nafas saling menerpa dan menimbulkan kehangatan pada wajah mereka. Ken menautkan keningnya pada kening Ana dan masih terus menatapnya lekat. Kemudian Ken menempelkan hidungnya pada hidung Ana. Jarak mereka makin dekat.
Punggung Ana menegang, dirinya belum siap menerima serangan apa pun. Matanya membuka lebar menatap Ken yang berada sangat dekat dengannya. Tiba-tiba serangan itu datang. Ken mengecup bibir mungil Ana. Menempelkan bibirnya pada bibir Ana yang manis dengan sedikit tekanan.
Ana masih membulatkan matanya, masih terkejut dengan serangan yang Ken lakukan terhadapnya. Hingga perasaannya membimbing matanya untuk menutup dan menikmatinya.
Setelah dirasa tak mendapat respon, Ken membuka matanya. Kemudian dia tersenyum di bibir Ana saat tau si empunya bibir sudah memejamkan matanya. Ken pun memejamkan matanya dan melanjutkan aksinya.
Ken menyesap bibir Ana, melumatnya bergantian. Ken ingin merasakan bibir Ana yang manis itu. Bibir wanita pertama yang membuatnya ketagihan. Bibir pertama yang sudah berani menyentuhnya tanpa perlawanan dari Ken.
Meskipun ini pengalaman pertama baginya untuk berinteraksi begitu intim dengan wanita, tapi Ken menggunakan instingnya, naluri lelakinya telah membimbingnya untuk menuntaskan perasaannya pada Ana.
Ken menumpahkan perasaan sukanya, rindunya, dan pengalaman jatuh cintanya pada Ana. Ken menumpahkan perasaannya pada setiap lumatan-lumatan bibir Ana. Ken ingin merasai setiap sudut bibir Ana yang manis itu.
Dan Ana yang tak memiliki pengalaman, karena ini juga merupakan pengalaman pertama baginya hanya bisa menerima setiap lumatan yang Ken berikan.
Ken menempelkan keningnya dengan kening Ana, dan menghentikan aksinya saat nafas mereka hampir habis. Dada mereka terlihat naik turun, mereka berlomba-lomba mengumpulkan oksigen untuk memenuhi paru-paru mereka. Kini wajah Ana sudah merah semua. Ana sudah tak dapat menahan semu pada wajahnya, dia menunduk malu. Dan seulas senyum terbit di bibir Ken yang nampak lembab oleh ulahnya.
Ken merengkuh Ana yang masih tersengal ke dalam pelukannya. "Aku menyukaimu, Ana. Aku sudah jatuh cinta padamu", ungkap Ken yang membuat Ana tertegun mendengarnya.
Ana tak menjawab, otaknya masih mencerna semua kejadian yang terjadi padanya. Dari beberapa hari yang lalu sampai saat ini.
"Apakah aku juga menyukaimu, aku belum tau Ken", ucap Ana lembut dalam pelukannya.
"Rasakan Ana, ikuti saja perasaanmu. Lihat bagaimana tubuhmu merespon diriku. Apakah masih belum jelas bahwa kau juga memiliki perasaan yang sama denganku", balas Ken masih dalam rengkuhannya.
"Tapi Ken", Ana masih berusaha mencerna semuanya. Dia merasa membutuhkan sedikit waktu lagi untuk memahami perasaannya saat ini.
Ken melepaskan pelukannya dan kini dia menatap Ana dalam. Ken meraih tangan Ana dan meletakkannya pada dada bidangnya. Di sana terasa detak jantungnya yang bergerak sangat cepat.
"Apakah kau juga merasakannya?", tanya Ken. Ana memang merasakan detak jantung Ken yang sama dengannya.
Lalu memindahkannya ke pipi Ken. "Bukankah pipimu bersemu dan menghangat sepertiku" Ken berusaha meyakinkan Ana bahwa dia sebagai lelaki pun bahkan merasakan hal yang sama, hal-hal yang membuat wanita tersipu.
"Ana, tubuhmu mengatakan bahwa kau juga menyukaiku. Kau berdebar saat berada dekat denganku, dan pipimu merona setiap aku berusaha menggodamu. Benar begitu kan Ana?!", ucap Ken seperti tau apa saja yang Ana rasakan setiap kali berhadapan dengannya.
Ana menundukkan kepalanya dan tersenyum malu. Ken menggerakkan hidungnya ke wajah Ana agar wajah mereka berhadapan lagi.
"Aku tau ini pengalaman pertama bagimu, begitu halnya dengan diriku. Aku yang bahkan tak sudi disentuh oleh wanita manapun, akhirnya menyerah saat aku ternyata selalu memikirkan dirimu dan selalu menginginkan kau dekat denganku", Ken mengakuinya dengan tulus.
"Kau bohong Ken, nyatanya kau terlihat lebih seperti seseorang yang berpengalaman", tukas Ana.
Ken mengernyit, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Aku hanya mengikuti instingku, Ana. Mengikuti perasaanku, tidak melawannya atau meragu padanya", ucapan Ken kali ini berhasil membuat Ana berpikir.
"Apakah aku ragu pada perasaanku padanya. Apakah aku benar-benar menyukainya?!", gumam Ana dalam hati.