Bayinya tak selamat, suaminya berkhianat, dan ia bahkan diusir serta dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Ibu mertuanya.
Namun, takdir membawa Sahira ke jalan yang tak terduga. Ia menjadi ibu susu untuk bayi seorang Mafia berhati dingin. Di sana, ia bertemu Zandereo, bos Mafia beristri, yang mulai tertarik kepadanya.
Di tengah dendam yang membara, mampukah Sahira bangkit dan membalas rasa sakitnya? Atau akankah ia terjebak dalam pesona pria yang seharusnya tak ia cintai?
Ikuti kisahnya...
update tiap hari...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 #Terbongkar ll
Pukul 3 sore, suasana di rumah Tuan Moretti terasa hangat, namun ada kekecewaan yang tak terucap. Mauren masih duduk di ruang tamu, berbincang santai dengan ayah Balchia. Tuan Moretti senang melihat putrinya di sampingnya, tapi hatinya hampa karena Balchia tidak membawa serta cucu yang ia idamkan.
"Baby Zee belum bisa jauh dari pengasuhnya, Moret," jelas Mauren, berusaha menenangkan. Tuan Moretti mengangguk, lalu menatap raut wajah putrinya yang tampak murung.
"Nak, kalau kau tidak enak badan, besok saja kau pulang. Soal Nenekmu, biar Ayah yang melindungimu," ucap Tuan Moretti penuh kasih sayang.
"Baik, Ayah. Aku ke kamar dulu, Ma. Kalian lanjutkan saja," kata Chia, lalu melangkah pelan menuju tangga.
Mauren menghela napas panjang. Ia tahu, Nenek Balchia masih menyimpan dendam. Nenek itu percaya, Chia adalah penyebab kematian putrinya saat melahirkan, dan kebencian itu tak pernah pudar.
Tiba-tiba, supir Mauren muncul dengan napas terengah dan wajah panik. "Ada apa denganmu?" tanya Mauren, suaranya tenang meskipun hatinya mulai cemas. Ia menyesap tehnya yang masih hangat.
"Nyonya, Tuan Besar sekarang di rumah sakit."
"Uhuk!" Mauren tersedak, cangkir tehnya nyaris jatuh. Ia langsung berdiri, terkejut. Tuan Moretti pun ikut terperanjat.
"Apa maksudmu?" tanya Mauren lagi. Supir itu mendekat dan berbisik, membuat mata Mauren melebar sempurna.
"Moret, aku harus pergi sekarang. Sampaikan pada Chia kalau aku sudah pulang," ucap Mauren tergesa, bergegas pergi bersama supirnya.
Moretti terdiam sesaat, mengembuskan napas panjang. "Tak ada hari tanpa masalah di keluarga Raymond. Semoga putriku tidak mendapatkan masalah di sana," gumamnya lirih. Ia menoleh saat mendengar langkah kaki menuruni tangga.
"Oh, Dev? Kau mau ke mana?" tanya Tuan Moretti pada anak tirinya.
"Aku harus ke rumah sakit, Ayah. Kondisi Tuan Raymond memburuk. Aku pergi dulu. Kalau Ibu, kakak, dan Nenek sudah pulang, katakan pada mereka jangan mengganggu Chia," jawab Devan, buru-buru. Ia langsung masuk ke mobilnya dan melaju kencang menuju rumah sakit.
Tuan Moretti, yang kini duduk sendiri di kursi roda, merasa rumahnya yang besar menjadi begitu sunyi. Ia berharap bisa segera mendengar suara cucu-cucu yang berlarian, mengisi kekosongan rumah.
"Hansel! Hansel!" teriak Zander di markasnya, suaranya bergema.
"Yang kau cari sudah pulang ke rumah orang tuamu, Zan," sahut seseorang. Joe, sepupu Zander dan wakil pimpinan Black Shadow, muncul dengan senyum mengejek. Aura flamboyannya sangat kentara.
"Kau..." Zander mendekat. "Apa kau yang mengumpulkan semua ini lalu memberikannya pada Kakek?" Zander menunjuk berkas yang ia pegang.
Joe tertawa kecil. "Bukan aku, tapi anak buah Kakek. Aku hanya sedikit membantu. Siapa sangka, Julian punya hubungan dengan Balchia? Apa kau tahu anak yang diculik Julian itu punya hubungan dengan anakmu?"
Zander mendecak lidah. "Kau selalu melakukan sesuatu tanpa sepengetahuanku."
"Percuma memberi tahu, kalau isi kepalamu saja tidak memikirkan organisasi kita," sindir Joe, nada suaranya sedikit kesal. "Akhir-akhir ini sikapmu aneh. Apa kau sibuk menjalin cinta dengan istrimu sampai melupakan tugasmu di sini?"
Zander menjatuhkan dirinya ke kursi, menopang dagu. "Sejak awal aku ragu soal kelahiran anak itu. Aku tak menyangka Chia akan berbohong. Pantas saja dia melarangku bertemu dengan dokternya. Dia menutupi kehamilannya, dan sekarang dia menghancurkan hati Kakek yang sangat percaya padanya."
Joe duduk di depan Zander. "Wanita itu tidak hanya licik. Dia juga membunuh sahabatnya sendiri dan menyuruh anak buahnya menyerahkan diri. Aku kasihan pada Kakek. Harapannya hancur karena Balchia," kata Joe, tahu Tuan Raymond sangat mendambakan cucu dari Balchia, tapi ternyata cucu itu lahir dari rahim wanita lain.
Hening sejenak. "Joe, kau memang hebat," ujar Zander, tersenyum sinis. "Kakek hanya menyuruhmu menyelidiki Julian, tapi kau malah mengungkap rahasia Balchia. Kau memang pantas jadi wakilku."
Joe mendengus kesal. "Aku seharusnya yang jadi bos di sini."
"Sayang sekali aku lebih unggul darimu," balas Zander bangga. "Dan Kakek mengakui itu."
"Cih, unggul dari mana? Kau saja tertipu oleh Balchia," Joe tergelak. Zander hanya mengepalkan tangannya.
"Zan, walau aku berhasil membongkar rahasia Balchia, aku belum menemukan di mana wanita yang melahirkan anakmu," kata Joe, serius. Ia sudah mencoba melacak Sahira, tapi tidak ada jejaknya.
Zander tersenyum penuh kemenangan. "Kau tak perlu mencarinya. Hansel mungkin sedang menjaganya di rumahku."
"Ha?" Joe terperanjat, matanya membulat tak percaya.
"Aku akan kembali ke rumah sakit. Ibuku pasti sudah sampai. Apa kau mau ikut melihat Kakek?" tanya Zander, beranjak menuju pintu. Ia bertekad, setelah Kakek siuman, ia akan menceritakan semua kebohongan Balchia dan menceraikannya.
"Tidak, aku masih ada urusan di sini," tolak Joe. Zander pun langsung melaju ke rumah sakit.
Selama perjalanan, Zander terus tersenyum. Ia merasa senang karena wanita yang selama ini ia cari ternyata dekat dengan bayinya. "Kalau itu benar, berarti bayi perempuan itu juga anakku?" gumam Zander, teringat baby Zaena.
Setibanya di rumah sakit, ia melihat Mauren duduk di samping Tuan Raymond yang terbaring lemah dengan alat bantu pernapasan. Mata ibunya sembab, seolah habis menangis.
"Zan, bagaimana ini bisa terjadi? Apa yang sudah terjadi pada Kakekmu?" tanya Mauren, suaranya bergetar. "Apa itu yang kau pegang?" Ia menunjuk berkas cokelat di tangan Zander.
Zander menyodorkan berkas itu. "Kakek begini setelah membaca ini, Ma. Mama jangan sampai pingsan juga ya," ucapnya cemas.
Mauren mengusap matanya, lalu membuka berkas itu perlahan. Matanya terpaku. Raut wajahnya sama terkejutnya seperti Zander. "Ini... ini tidak benar, kan? Semua ini palsu, kan?"
"Kalau Mama tidak percaya, lakukan tes DNA Chia dan cucu Mama," saran Zander.
Mauren berdiri, limbung, namun Daren datang dan menahan pundaknya. "Mama..."
"Pa... Chia ternyata sudah membohongi kita," lirih Mauren, hancur.
Daren mengangguk dan memeluk istrinya. "Ya, Ma. Papa sudah tahu. Joe sudah katakan semuanya pada Papa."
Zander mengepalkan tangan, tak tega melihat ibunya menangis. Namun, amarah di mata Mauren menyala. Ia menyuruh Zander mengurus perceraian. Ia tak sudi punya menantu pembohong yang bisa menghancurkan keluarga mereka.
"Pa, sekarang Papa harus cari wanita yang sudah melahirkan cucu kita," pinta Mauren.
"Mama tenang saja. Dia sudah bersama kita."
"Bersama kita? Siapa yang Papa maksud?"
"Sahira, dia wanita itu, Ma," jawab Zander.
"Sahira?"
percays sama jalang, yg akhir hiduo ny tragis, itu karma. ngejahati sahira, tapi di jahati teman sendiri. 😀😀😀