Kirana harus menerima kenyataan bahwa calon suaminya meninggalkannya dua minggu sebelum pernikahan dan memilih menikah dengan adik tirinya.
Kalut dengan semua rencana pernikahan yang telah rampung, Kirana nekat menjadikan, Samudera, pembalap jalanan yang ternyata mahasiswanya sebagai suami pengganti.
Pernikahan dilakukan dengan syarat tak ada kontak fisik dan berpisah setelah enam bulan pernikahan. Bagaimana jadinya jika pada akhirnya mereka memiliki perasaan, apakah akan tetap berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Dua
Begitu mobil sport Samudera meninggalkan rumah orang tua Kirana, suasana di dalam kabin agak hening. Bukan hening yang canggung seperti tadi di apartemen, tapi lebih seperti hening yang berisi banyak pikiran.
Mereka akan mengunjungi rumah orang tua Samudera. Kirana tampak sedikit gugup. Ini pertama kalinya dia datang ke rumah pria itu.
Setengah jam kemudian, mereka sudah memasuki area rumah keluarga Samudera. Rumah besar itu tampak hidup, lampu-lampu halaman menyala, taman rapi, suasana hangat, dan ada bau masakan yang entah kenapa ikut sampai ke jalan.
Begitu mobil berhenti di garasi, pintu depan langsung terbuka. Mami Vania keluar duluan. Tentu saja.
Mungkin Mami punya radar khusus yang berbunyi setiap kali mobil Samudera bergerak dalam radius lima kilometer.
“Sam! Kirana!” serunya ceria, lengkap dengan apron dan rambut disanggul seperti mau shooting acara masak di TV.
Papi Dipta muncul di belakangnya, membawa dua gelas jus jeruk. “Nah, sudah datang. Ayo masuk, makan malam sudah siap.”
Samudera turun dari mobil dengan perasaan campur aduk antara senang, cemas, dan ingin kabur. Sementara Kirana tetap sopan tersenyum meski jelas ia sedikit gugup.
Begitu mereka masuk, aroma makanan langsung menyerang.
Ayam panggang madu. Sup jamur. Sayur capcay. Daging lada hitam. Dessert buah. Dan entah apa lagi yang dibuat Mami dengan kekuatan cintanya.
Mami menepuk tangan excited. “Ayo, ayo duduk! Makan dulu! Pengantin baru harus kenyang. Harus banyak makan biar kita bertempur."
Samudera langsung memelototkan matanya ke arah mami. Sedangkan wanita yang telah melahirkan dirinya tampak acuh.
Kirana dan Sam duduk bersebelahan di meja makan panjang. Papi duduk di depan mereka, Mami di sisi sebelah.
Saat makan baru berjalan dua suapan, Papi menghela napas panjang, wajahnya serius, kemudian berkata, “Sam … Kirana, Papi sudah nggak sabar pengen gendong cucu.”
Kirana langsung tersedak air putih. Dan Sam tersedak nasi. Keduanya panik seperti ikan cupang yang mendadak kehilangan air.
Mami langsung berdiri. “Tuh kan Pa! Dibilangin jangan langsung tembak begitu! Mereka kan lagi makan!”
Papi hanya tersenyum santai, tak merasa bersalah sama sekali. “Loh kenapa? Papi cuma mengutarakan isi hati. Sudah lama Papi nggak gendong bayi. Tangan Papi kangen menggendong bayi.”
Samudera yang masih batuk-batuk menatap Mami seperti sedang menatap tersangka utama perusakan hidupnya.
Mami hanya melempar senyum manis seputih kapas. “Apa liat-liat?”
Samudera memelototkan mata besar-besar. Mami membalasnya dengan tatapan lebih besar lagi. Bahkan bulu matanya sampai ikut bergetar dramatis.
Setelah berhasil bernapas normal lagi, Kirana menunduk, pipinya merah padam. Ia mencoba fokus makan tapi tangan gemetar halus seperti habis minum es krim terlalu cepat.
Samudera pura-pura sibuk menata nasi di piringnya, padahal otaknya menjerit, "Ya Tuhan kenapa topiknya masih tentang cucu!"
Papi melanjutkan dengan santai, benar-benar tak tahu ini membuat generasi muda di depannya hampir mati kejang.
“Oh, iya!” Papi menepuk meja pelan. “Ada sesuatu buat kalian.”
Mami berdiri cepat, terlalu cepat sampai kursinya bunyi krak. “Pi! Biar aku aja yang kasih!” ucap Mami sambil berjalan ke lemari kabinet.
Papi mengangkat alis. “Loh itu yang buat bulan madu kan?”
“Ya, tahu!” jawab Mami cepat.
Samudera dan Kirana langsung saling pandang. Pandangan mereka beradu dan seolah berkata, "Kenapa aku merasa ini bakal membawa masalah?"
Mami kembali ke meja, membawa sebuah amplop putih panjang. Dengan senyum seperti host acara undian hadiah, Mami menyerahkannya pada Papi.
“Silakan Pi.”
Papi membuka amplop itu, mengeluarkan dua tiket pesawat. Lalu, dengan penuh kebanggaan, ia letakkan tiket itu di meja, di depan Samudera dan Kirana.
“Nah. Dua tiket bulan madu ke Bali. First class.”
Sam dan Kirana saling pandang lagi. Dunia seperti berhenti sebentar. Rencana apa lagi ini pikir keduanya.
Mami berseru riang, “Sudah lengkap sama hotelnya! Itu resort bintang lima di pinggir pantai. Kalian bisa istirahat, jalan-jalan, makan enak .…”
Papi mengangguk puas. Tersenyum penuh arti.
“Dan ... tentu saja,” lanjut Mami, “Bikin cucu buat mami dengan bebas. Tenang, nggak akan ada yang ganggu.”
Kiana hampir menjatuhkan garpu mendengar ucapan mami. Sam terpaku, wajahnya merah seperti udang rebus.
“MA—MI—!” Sam memelototkan mata lagi.
Mami tetap santai makan sayur capcay. “Apa? Memangnya salah? Kalian sudah menikah. Normal dong.”
Samudera ingin menjawab, tapi otaknya nge-lag. Tiba-tiba semua bahan makanan di meja rasanya jadi tidak berselera. Yang ia rasakan hanya rasa malu, campur takut, campur ingin menggali tanah sampai dasar bumi. Dan sembunyi di dalam tanah.
Setelah keadaan sedikit mereda, Mami berkata lagi, “Oh iya! Ada satu lagi.”
Sam dan Kirana refleks mematung. Mami mengambil sebuah kotak hadiah kecil, dibungkus rapi dengan pita merah.
“Ini ada hadiah buat Kirana. Buat bulan madu. Buka di rumah ya.”
Kirana menerima kotak itu dengan senyum bingung. “Terima kasih, Mi.”
Samudera memandang kotak itu dengan kecurigaan setinggi langit. “Mi … itu isinya apa?”
Mami tersenyum polos, tapi bukan polos yang baik, polos yang penuh niat mencurigakan. “Nanti saja dibuka. Kejutan.”
**
Setelah makan malam yang penuh tekanan psikologis itu selesai, Samudera dan Kirana pamit pulang. Mereka berterima kasih, salaman, cipika-cipiki, dan sebagainya.
Sebelum mereka benar-benar keluar, Papi sempat menepuk bahu Samudera sambil berkata pelan, “Ingat, Nak. Jangan ditunda-tunda. Papi tunggu.”
Sam hampir mau pingsan. Kedua orang tuanya seperti tak mau mengerti kalau dia belum siap dengan itu.
Mami hanya dadah-dadah dari pintu. “Bersenang-senang kalian nanti!”
Perjalanan pulang ke apartemen dipenuhi hening super canggung. Samudera memegang setir dengan fokus berlebihan, seolah kalau dia tidak fokus, mobil akan terbang ke dimensi lain.
Kirana memegang kotak hadiah di pangkuannya, pipi merah, jantung deg-degan. Tidak ada yang buka suara selama hampir sepuluh menit.
Akhirnya Sam bersuara pelan. “Kira-kira isi kotak itu apa ya?”
“Aku nggak tahu,” jawab Kirana lirih.
Samudera mengangguk, tapi tetap curiga. “Tapi … jangan-jangan Mami ....”
“Sam .…” Kirana langsung memotong, suaranya lemah malu. “Kita buka aja nanti, ya.”
“Oke.”
Sampai di apartemen, mereka masuk pelan-pelan seperti dua orang yang baru saja mendapat paket misterius yang mungkin berbahaya.
Sam duduk di sofa. Kirana duduk di sebelahnya, memegang kotak itu.
“Siap?” tanya Sam.
“Nggak.”
“Ya udah buka.”
Kirana mengangguk, membuka pita pelan, lalu membuka kotaknya. Begitu kotak terbuka, keduanya membeku.
Isinya Lingerie merah marun super tipis, super lembut, super berani. Saking tipisnya, kotak hadiah itu hampir terasa kosong. Kirana langsung membeku, wajah memerah sampai leher.
Samudera langsung memalingkan wajah ke tembok, ke pendingin ruangan, ke piring, ke sambal, ke mana saja asal bukan ke baju itu.
“ASTAGA MAMI .…” Sam hampir menjerit.
“A-aku .…” Kirana menutup kotak itu cepat sambil menunduk. “Mami kenapa beri ini?"
“Kamu diberikan baju dinas malam?!” Sam menutupi mukanya dengan bantal sofa.
Kirana semakin malu. “Sam … jangan bilang keras-keras.”
Sam menghela napas, wajah merah lebih parah dari tadi. “Aku nggak tahu harus ngomong apa. Mami aku tuh kayaknya perlu direstart.”
Kirana tak bisa berkata apa-apa lagi. Tak percaya jika mami bisa kepikiran memberikan hadiah tersebut. Namun, dalam hatinya ia merasakan sesuatu yang berbeda, perasaan hangat karena diterima dengan baik sama kedua orang tua Samudera.
**
Selamat Pagi. Sambil menunggu novel ini update bisa mampir ke novel anak online mama dibawah ini. Terima kasih.
bakar gih kontrak kalian,jalani aja pernikahan yang sesungguhnya...
Agar mereka berdua bisa menjalani pernikahan yg sebenarnya 😊
Tinggal menunggu besok pagi nih mereka berdua adegan ranjang🤭