Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB.14 Gadis Di Tepi Senja
Langit sore menumpahkan warna oranye yang lembut di perbukitan tandus di luar Lembah Roh Mati. Angin berembus pelan, membawa aroma abu dan tanah basah, seolah bumi baru saja menangis semalaman.
Xiau Chen berjalan perlahan menuruni lereng. Di pundaknya, mantel hitamnya koyak di beberapa bagian, dan tangan kanannya bergetar karena luka dalam akibat segel jiwa yang baru ia lepaskan.
Meski begitu, langkahnya tetap tenang, matanya memandang jauh ke depan pada cahaya senja yang mulai memudar.
“Empat segel telah terkunci kembali… tapi setiap kali aku menggunakannya, tubuh ini semakin rapuh,” gumamnya lirih.
Suara gemerisik kecil terdengar di antara ilalang. Refleks, Xiau Chen menajamkan indra. Dengan satu helai jari, ia mengalirkan sedikit qi ke ujung kuku membentuk lingkaran energi lembut.
Namun sebelum ia sempat bergerak, dari balik semak muncul suara lembut seorang gadis.
“Jangan bunuh aku!”
Nada suaranya gemetar, tapi jernih, seolah baru saja melewati badai air mata.
Xiau Chen menurunkan tangannya perlahan. Di hadapannya, seorang gadis berumur sekitar tujuh belas tahun muncul tubuhnya dibalut jubah putih yang lusuh, rambut hitam panjangnya terurai tak terurus, dan di matanya… tersimpan cahaya yang aneh, seolah berkilau dalam dua warna ungu dan biru.
“Siapa kau?” tanya Xiau Chen dingin.
Gadis itu terdiam sejenak, menatapnya dengan wajah pucat. “Namaku… Ling Yao,” jawabnya pelan. “Aku… aku tersesat di lembah itu. Semua orang yang bersamaku mati, hanya aku yang bisa keluar.”
“Lembah itu?”
Xiau Chen memicingkan mata. “Tidak ada manusia biasa yang bisa keluar hidup-hidup dari sana. Apalagi gadis sepertimu.”
Ling Yao menunduk. Jemarinya gemetar, lalu ia berkata, “Aku juga tidak tahu… aku hanya ingat sesuatu seperti suara… memanggil namaku di tengah kabut.”
Ia menatap Xiau Chen lagi, pandangannya ragu. “Dan… saat aku membuka mata, aku melihatmu di sana. Cahaya putih mengelilingimu. Semua roh berhenti menangis.”
Xiau Chen terdiam. Kata-kata gadis itu membuat sesuatu dalam dirinya bergetar samar.
Ia baru saja menyegel pecahan jiwa Mo Tian di lembah itu. Dan kini, gadis ini muncul selamat dari kutukan tempat di mana bahkan roh abadi pun bisa lenyap.
“Tidak mungkin kebetulan,” pikirnya dalam hati.
Mereka berjalan bersama menuju lembah luar. Langit senja perlahan menjadi ungu tua, dan bintang pertama muncul di ufuk timur.
Sepanjang jalan, Ling Yao terus melirik Xiau Chen diam-diam. Ada sesuatu dalam auranya bukan kekuatan biasa, melainkan ketenangan yang menekan, seperti gunung yang diselimuti kabut.
“Apakah… kau seorang kultivator?” tanya Ling Yao ragu.
Xiau Chen tidak menjawab langsung. Ia hanya menghela napas. “Bisa dibilang begitu.”
“Kalau begitu, apa kau juga datang mencari Kitab Kuno yang dikatakan disembunyikan di lembah itu?”
Langkah Xiau Chen terhenti. Tatapannya berubah tajam.
“Dari mana kau tahu tentang kitab itu?”
Ling Yao memegangi dadanya, wajahnya tampak panik. “A-aku… tidak tahu pasti. Hanya mendengar rumor dari desaku. Katanya, kitab itu bisa menyembuhkan akar roh yang rusak.”
Suara gadis itu bergetar, tapi dalam matanya ada seberkas keyakinan yang tak bisa disembunyikan.
Xiau Chen menatapnya dalam diam.
Akar roh yang rusak… kata-kata itu menyentuh sisi terdalam dirinya. Tubuh barunya memang memiliki dantian dan akar roh yang hancur sesuatu yang dulu dianggap mustahil untuk pulih.
Namun… apakah mungkin gadis ini mengetahui sesuatu?
Ia memutuskan untuk diam dulu.
“Kalau begitu, kau beruntung masih hidup,” katanya datar sambil melangkah kembali. “Lembah itu tempat roh-roh yang disegel ribuan tahun. Tidak semua suara di sana layak dipercaya.”
Ling Yao menunduk, menggigit bibirnya. Tapi setelah beberapa langkah, ia bertanya lirih,
“Kalau begitu… suara yang memanggil namaku itu… bukan suara manusia?”
Xiau Chen menatap langit. “Mungkin itu suara masa lalumu sendiri,” jawabnya pelan. “Kadang, jiwa yang pernah terluka bisa memanggil tubuhnya yang baru.”
Malam turun sepenuhnya. Mereka tiba di sebuah padang sunyi yang hanya diterangi sinar rembulan.
Ling Yao berjalan di belakang, memandangi punggung Xiau Chen tegap, tapi tampak kesepian.
Tanpa sadar, ia berkata, “Aku merasa pernah melihatmu… entah di mana.”
Xiau Chen berhenti sejenak. “Kau salah orang.”
“Tapi—”
“Tidak ada orang yang pernah mengenalku,” potong Xiau Chen pelan, tanpa menoleh. “Aku hanya bayangan dari masa lalu yang sudah hancur.”
Suara mereka terdiam dalam angin malam.
Namun di balik keheningan itu, sesuatu lain sedang bangkit. Di tanah tempat mereka berpijak, aura roh mulai bergetar tipis, namun nyata. Xiau Chen segera menyadari getaran itu.
“Sial. Lembah itu belum sepenuhnya tenang.”
Ia melompat ke depan, menarik Ling Yao agar menjauh. Dalam sekejap, tanah di tempat mereka berdiri retak dan dari celah itu, muncul kabut hitam pekat yang membentuk sosok manusia tanpa wajah.
Roh tanpa wujud itu meraung suara yang membuat udara bergetar.
Xiau Chen menggerakkan jarinya cepat, membentuk formasi segel di udara.
“Formasi Cahaya Sembilan Langit!”
Cahaya berputar di sekitar mereka, menciptakan lingkaran pelindung. Namun roh itu bukan roh biasa. Ia menembus formasi dengan kekuatan yang seolah berasal dari sisa jiwa Mo Tian.
“Jadi benar…” desis Xiau Chen. “Salah satu pecahan jiwanya menempel pada gadis ini!”
Ling Yao memeluk kepalanya, menjerit, “Apa yang terjadi padaku!? Suara itu dia memanggilku lagi!”
Xiau Chen menggertakkan giginya.
“Jangan melawan! Aku akan menyegelnya!”
Ia menyalurkan qi dari dantian yang rusak tapi justru karena kerusakan itu, arus qi-nya tidak stabil. Cahaya segel di tangannya bergetar, setengah padam, setengah menyala.
Namun mata Xiau Chen bersinar tajam. Ia menolak menyerah.
“Kalau aku tak bisa memakai qi biasa… aku akan gunakan kekuatan jiwaku!”
Dengan gerakan cepat, ia menekan dua jarinya ke dahi Ling Yao. Cahaya putih memancar dari tubuh keduanya, menerangi seluruh padang. Suara roh itu menjerit panjang sebelum akhirnya lenyap menjadi kabut.
Ling Yao terkulai lemah, dan Xiau Chen memegangi bahunya agar tidak jatuh. Ia menatap wajah gadis itu yang kini tampak tenang tapi di dahinya, samar terlihat pola hitam berbentuk lotus terbalik.
“Pola iblis…” gumam Xiau Chen pelan.
Ia menghela napas berat. “Gadis ini… bukan korban kebetulan. Dia wadah bagi pecahan kelima Mo Tian.”
Ia menatap langit malam yang kini bertabur bintang.
“Takdir benar-benar bermain kejam,” bisiknya. “Bahkan dalam tubuh lemah, dunia masih menanamkan benih kegelapan.”
Ling Yao membuka matanya perlahan, menatap Xiau Chen dengan pandangan kosong.
“Siapa… siapa aku sebenarnya?” tanyanya lirih.
Xiau Chen tak menjawab. Ia hanya memandangnya lama, kemudian berbalik, menatap rembulan di langit.
“Mulai malam ini,” katanya akhirnya, “kau akan ikut denganku. Jika aku benar, maka nasib dunia mungkin bergantung padamu.”
Ling Yao menunduk, air matanya menetes pelan. “Kalau begitu… selamatkan aku, Tuan.”
Angin lembut berhembus, menggoyangkan ilalang di sekitarnya.
Di bawah sinar bulan, dua bayangan berjalan perlahan satu membawa beban masa lalu, satu lagi membawa misteri masa depan.
Dan di kejauhan, suara seruling samar terdengar nada melankolis yang dulu hanya dimainkan oleh satu orang di dunia ini: murid pertama Xiau Chen, yang telah ia kubur berabad-abad lalu.
Xiau Chen menatap jauh, matanya bergetar.
“Apa… bahkan dia pun kembali?”