Arjuna dikenal sebagai sosok yang dingin dan datar, hampir seperti seseorang yang alergi terhadap wanita. la jarang tersenyum, jarang berbicara, dan selalu menjaga jarak dengan gadis-gadis di sekitarnya. Namun, saat bertemu dengan Anna, gadis periang yang penuh canda tawa, sikap Arjuna berubah secara drastis.
Kehangatan dan keceriaan Anna seolah mencairkan es dalam hatinya yang selama ini tertutup rapat. Tak disangka, di balik pertemuan mereka yang tampak kebetulan itu, ternyata kedua orangtua mereka telah mengatur perjodohan sejak lama. Perjalanan mereka pun dimulai, dipenuhi oleh kejutan, tawa, dan konflik yang menguji ikatan yang baru saja mulai tumbuh itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ivan witami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Teman Kuliah
“Makanya, kamu itu jangan gitu lagi, dong, Jun! Masak bisa lupa terus? Aku ini kan jadi emosi,” suara Anna lirih namun penuh kekhawatiran, tangannya cekatan mengobati luka lebam serta luka kecil di sudut bibir Juna dengan penuh perhatian.
Juna mengerjapkan matanya, bibirnya tersenyum kecil.
“Maaf,” jawabnya sambil menatap Anna dengan mata penuh penyesalan.
“Maaf, maaf.” Anna menepuk pipi Juna dengan lembut.
“Aduh, sakit, Sayang,” Juna mengusap pipi yang baru saja disentuh Anna, senyumnya masih tampak meski sedikit kesakitan.
Anna tertawa kecil, meletakkan kasa yang sebelumnya digunakan untuk mengompres pipi Juna di atas meja sampingnya. “Sudah deh, jangan rewel. Ayo mulai kerja,” katanya penuh semangat sambil bangkit dari duduknya.
Namun tiba-tiba, Juna menahan tangan Anna dengan lembut, “Na, hari ini–” ucapnya, tapi langsung terpotong saat pintu ruangan terbuka dan seseorang masuk.
“Pagi, Pak Juna. Pagi, Anna,” sapaan Aldo terdengar ramah tetapi penuh semangat.
Juna mengernyit. “Ada apa, Aldo?” tanyanya dengan nada ingin tahu.
Anna mendekat ke Aldo sambil tersenyum lebar. “Kamu ini, Jun. Ya kerja dong! Kerja, kerja, dan kerja! Ayo, Pak Aldo,” katanya sambil mengajak Aldo keluar ruangan.
Mereka berdua kemudian keluar, diikuti oleh Juna menuju ruang rapat. Ketika mereka hendak membuka pintu ruang rapat, terdengar suara memanggil dari belakang.
“Kak Jun!”
Juna menoleh, begitu juga Anna dan Aldo. Juna hanya memandang datar ke arah sumber suara, sedangkan Anna tampak tersenyum lebar, matanya berbinar bahagia.
“Bintang?” Anna berseru, hampir tak percaya melihat sosok teman kuliahnya berdiri di depannya, di kantor tunangannya.
“Loh, Anna! Kamu di sini juga? Kerja di sini?” tanya Bintang dengan nada terkejut, matanya memancarkan rasa tidak percaya yang sama.
“Iya, kamu sendiri? Ngapain kesini?” Anna menatap Bintang heran.
Bintang tertawa kecil, “Om Hamdan yang menyuruhku datang kesini, soal kerjaan. Katanya suruh ikut meeting sama kalian, biar tahu kerja kalian bagaimana. Aku sepupu Juna,” jelasnya.
“Oh… baru tahu aku kamu sepupunya dia,” kata Anna sambil menunjuk ke Juna.
Seketika, mata Bintang melirik tajam ke arah Juna, sedikit takut dengan reaksi kakak sepupunya itu. Ia tahu Juna paling tidak suka kalau orang menunjuk-nunjuknya secara tiba-tiba.
Namun tiba-tiba, Juna meraih telunjuk Anna, membuatnya terkejut dan tersenyum kecil kesakitan. “Auh, sakit!” pekik Anna sambil menepuk tangan Juna, tapi Juna tidak melepaskan, malah menarik telunjuk Anna dan membawanya masuk ke ruang rapat.
“Sakit, Jun. Lepasin…” Anna mencoba melepaskan tangannya dan mengibaskan dengan ringan, tapi Juna terus berjalan ke kursinya dan duduk dengan tenang.
Anna dan Bintang mengikuti, duduk tidak jauh dari Juna.
Namun suasana menjadi kaku. Juna terlihat tak suka kehadiran Bintang, ia menampakkan wajah datar sambil melirik Anna dan Bintang yang tampak asyik berbincang.
Merasa tidak nyaman dengan obrolan yang mulai cair antara Anna dan Bintang, suara Juna tiba-tiba terdengar menegaskan, “Ini ruang rapat, bukan tempat gosip,” katanya dengan nada tegas dan sedikit kesal.
Anna yang duduk dekat Juna terkejut, “Kaget tahu,” pekiknya dengan nada setengah kesel.
Tidak ingin terlibat lebih jauh, Bintang melirik Aldo di sampingnya seolah meminta penjelasan.
Aldo akhirnya berbisik pelan, “Mereka sudah tunangan, sebentar lagi menikah.”
Bintang terkejut, “Apa?” ia berseru, menarik perhatian Juna dan Anna yang langsung menoleh ke arahnya.
Bintang menutup mulutnya lalu tersenyum sedikit tidak enak kepada Juna, kakak sepupu yang baru saja diketahuinya dekat dengan Anna.
“Oh, jadi tunangan Juna itu Anna, Kok om gak cerita ya?” batin Bintang bertanya dalam hati.
“Pagi semua, ayo rapat kita mulai!” seru seseorang diambang pintu, siapa lagi kalau bukan pak Hamdan.
Pak Hamdan tersenyum melihat staf pentingnya dan juga tersenyum melihat Juna. Rapat ia pimpin dengan lancar tanpa hambatan.
“Ada yang mau ditanyakan mengenai ini?” tanya pak Hamdan sebelum menutup rapatnya.
“Pak, kapan istirahat, saya lapar” celetuk Anna karena sedari pagi memang ia belum sarapan.
Pak Hamdan, dan semuanya tertawa kecil, ada saja tingkah Anna.“ Ya sudah, kamu istirahat saja dulu. Makan dulu ya, biar yang lain kembali bekerja.”
“Asyik, terima kasih, Pak.” Anna bangkit dari duduknya dan keluar tanpa menyapa dan mengajak Juna.
“Om, saya juga mau sarapan dulu ya. Saya juga belum sempat sarapan,” ujar Bintang.”
“Kamu sama saja. Ya sudah sana, nanti langsung ke bagian marketing.”
“Siap, Om.” Bintang keluar setengah berlari mengejar Anna ke kantin.
Juna pun langsung keluar tanpa kata mengikuti Anna dan Bintang. Aldo dan Tiara serta pak Hamdan saling pandang. Seperti mengerti situasi satu sama lain.
“Kayaknya ada cobaan yang akan datang, Pak,” ujar Tiara.
Pak Hamdan tertawa kecil mengerti maksud Tiara.“Ya tidaklah, Bintang itu kan adiknya Juna. Gak mungkin suka sama tunangan kakaknya.”
“Tapi, Om gak tahu ya, kalau Bintang itu teman Anna waktu Kuliah, sepertinya mereka cukup akrab,” balas Aldo.
“Masa’, Tapi syukur lah kalau saling kenal. Malah bagus kan, kerja mereka semakin semangat. Tidak merasa ada saingan. Anak jaman sekarang kan semangatnya luar biasa.”
“Masa’ Bapak tidak paham maksud pak Aldo,” sambung Tiara.
“Apa?”
“Kata Bapak, kan bagus kerja mereka tidak ada saingan, tapi pak Juna jadi ada saingan buat dekati Anna. Yah… walau pak Juna dan Anna sudah tunangan, tapi namanya godaan bisa dari siapa saja, Pak,” jelas Tiara membuat pak Hamdan mengerti tapi tidak lantas beliau khawatir.
“Lah… mereka sudah pada dewasa… lihatin saja mereka. Ingatkan saja kalau berbuat aneh-aneh.” pak Hamdan keluar dengan membawa beberapa dokumen.
Aldo dan Tiara saling pandang, mengangkat kedua bahunya masing-masing. Mereka berdua rasanya bosan melihat tingkah Juna dan Anna yang terkadang seperti anak sekolah yang terkadang bertengkar tanpa sebab.
“Pak Aldo,” panggil Tiara.
“Hem,” balas Aldo sambil merapikan dokumennya.
“Bapak merasa tidak sih, kalau kantor ini seperti sekolahan. Yang izin ke kantin mau makan, yang izin beli cemilan. Jadi isinya gak jelas. Dari mulai OB sampai bosnya juga sikapnya kadang gak jelas, ditambah sikap Anna yang konyol, huuhhh..,” desah Tiara.
Aldo tertawa kecil.“ Tidak apa-apa. Malah bagus, dari pada sebelum ada Anna dan kamu bergabung disini, kantor ini seperti kuburan dan kutub Utara, tegang. Lagipula semenjak ada Anna dan kamu, penjualan perusahaan meningkat. Jadi, biarlah seperti air mengalir apa adanya.Anggap saja hiburan, jangan serius-serius kerjanya, santai saja.”
***
KANTIN
“Anna, kamu sudah lama kenal sama Bintang?” tanya Juna saat duduk di depan Anna yang sedang makan. nada suaranya yang biasanya tenang kini menjadi sedikit mencurigakan.
Anna menggeleng, “Enggak juga, kami cuma teman kuliah. Tapi aku nggak nyangka dia sepupumu.”
Juna menghela napas, matanya menatap Bintang yang sedang mengambil makanan.“ Jangan terlalu akrab sama dia.”
Anna melempar pandangannya ke Juna, berharap ia bisa menjelaskan.
Juna menjawab pelan,“ Aku tidak suka dia dekat sama kamu.”
“Dih, lebay. Kamu pikir aku suka kamu kemarin dekat-dekat sama sahabat kamu itu, siapa nama sahabat kamu itu, Nuri? Sahabat kok, nempel terus kalau ketemu,” oceh Anna dengan gaya lucunya.
Juna tersenyum tipis, merasa gemas melihat Anna berbicara.“Cemburu?”
“Pakai ditanya lagi,” jawab Anna melihat Juna sambil mengunyah makannya.
“Na, ini buat kamu. Kamu suka udang tepung goreng kan?” ujar Bintang tiba-tiba sambil menyerahkan satu porsi udang goreng pada Anna.
“He… perasaan tadi gak ada? Terima kasih ya, kamu pengertian.” Anna
“Itu baru matang, awas masih panas.” Bintang tertawa kecil saat Anna sedikit kepanasan mengambil udangnya.
Sementara Juna diam memperhatikan interaksi keduanya. Ada rasa tidak suka saat Anna diperhatikan pria lain.
***
Juna
Anna