"Hai apa yang kalian lakukan di sini?"
"Ka ... ka ... kami tidak," belum selesai ucapan Rara.
"Pak ini tidak bisa di biarkan, udah seret saja mereka berdua ke rumah pak ustad secarang."
"Perbuatanya membuat malu kampung ini." sahut salah satu warga lalu menyeret gadis di dalam tidak lupa mereka juga menarik pria yang ada di dalam kamarnya.
"Jangan ..., jangan bawa kakakku." Teriak gadis berusia belasan tahun memohon pada warga yang ingin membawa kakaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lorong kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Athur dan Devan melihat ada cela di jendela untuk masuk. Terlihat kecil tapi masih muat untuk mereka.
"Aku dulu masuk. Kau waspada jika ada orang yang melihat." Devan menganggu dan membatu Athur mesuk menahan besi agar sedikit membengkok.
Kini tinggal giliran Devan, dia berusaha cukup kuat. Tubuhnya sedikit lebih berisi sehingga merasa kesusahan. Tapi masih bisa masuk walaupun menaha nyeri di punggungnya.
"Hufff," Devan menghela nafas lega.
"Makanya badan itu jangan di besarin terus." ledek Athur menggeleng melihat temanya mengusap usap punggungnya.
"Ini sehat tahu. Lo aja yang krempeng." Devan tak mau di bilang gemuk. Nyatanya tubuhnya sudah ideal.
"Terserah lo." kini keduanya kembali fokus.
Pandanganya kekanan dan kekiri melihat kesekeliling takut ada yang melihat. keduanya berjalan kearah kanan dengan sedikit mengendap endap sangat pelan.
"Sial banyak banget ruangan. Gimana kita bisa cari dengan cepat."
"Sabar bro berdoa aja mudahan Rara masih aman. Bro jika salah satu di antara mereka sudah membobol gawang gimana?" ucap Devan mengandai karena vidio yang di kirim tadi.
Athur langsung menatap tajam kearah Devan. Bisa bisanya pria itu malah bertanya hal yang sangat sangat ....
Ingin sekali Athur menghajar mulutnya yang selalu asal bicara.
"Santai Bro, ini kan misal. Lalu gimana apa lo masih mau menerimanya, Jika hal itu benar-benar terjadi?"
"Dev ...." tangan Devan langsung membekap mulut Athur karena ia melihat seseorang berjalan tidak jauh dari mereka.
"Sstttt!" jangan teriak ada orang.
"Singkirin tangan lo." Athur menepis tangan Devan kesal.
"Sorry Bro gua hanya tanya. Jangan marah, cuman anti sipasi jika lo lepasin dia gua siap nerimanya."
Bug!"
"Awhh ...." teriak Devan pelan memegangi kakinya terasa sakit.
"Gila lo." umpat Devan.
"Lo yang gila bisa diem nggak tu mulut. Kalau nggak gue masukin ni." ancam Athur menunjukan pistol di tanganya. Devan menggeleng, lalu Athur menyimpan kembali benda itu.
"Ikuti dia." perintah Athur mengikuti beberapa. orang berjalan dari jalak lumayan jauh.
Di luar Alden masih bersembunyi ia belum bisa memastikan mana lawan mana anak buah papa. Semua karena kegelapan membuat ia tidak begitu jelas melihat wajah mereka.
"Sittt gelap banget. Mendekat, nanti kalau mereka masuk gimana? Gua sendirian." gumam Alden yang masih bersembunyi di semak semak.
Baru saja berhenti bicara ada tangan menepuk bahunya. Dengan sigap Alden menangkis berusaha memukul tapi di tahan oleh pria itu.
"Ini aku." ujar pria itu.
Alden menatap wajahnya semakin dekat, ternyata dia Beni anak buah papahnya uang paling di percaya.
"Pan Ben." ucap Alden lega.
"Dimana Athur?" tanyanya melihat sekeliling tak melihat sosok itu.
"Abang sama Bang Dev mungkin sudah masuk lewat belakang." jawabnya menunjuk kearah yang di maksud.
"Siittt, entah apa yang terjadi nanti di dalam jika Athur tahu siapa pelakunya."
Alden mengerutkan keningnya, perkataan Beni seolah dia sudah tahu siapa dalang dari semua ini. "Pak Beni sudah tahu? Apa papah juga sudah tahu?" tanyanya menyelidik.
"Ya papahmu sudah tahu semuanya. Karena perintahnya juga kami dilarang masuk dan menyelamatkan. Tuan hanya memerintahkan mengawasi dari jauh dan membiarkan Athur mengetahui dengan sendirinya." jelas Beni.
Sebenarnya pria itu sudah sangat geram dan gatal ingin sekali menghajar mereka. Apa lagi salah satu dari mereka menyamar menjadi anak buahnya dan memberi informasi yang di alami Rara.
"Jika terjadi apa - apa dengan Rara bagaimana?" ujar Alden emosi kesal dan marah. Mendengar penjelasan itu, apa lagi ia juga melihat vidio Rara.
"Masih aman. Hanya sekedar itu yang kau lihat." Alden sedikit lega mendengar penjelasan Beni. Kemudian Beni membawa Alden untuk masuk kedalam.
*****
"Lepas brengsek. Lo mau apa sebenarnya hah? tanya Vina pada pria di depannya.
"Sayang jangan marah. Aku hanya ingin tahu seberapa besar cinta tunanganmu itu." ujar si pria mengelus pipi Vina dan memberikan kecupan di sana.
Cup!
"Tapi kenapa juga diikat, lepas nggak." ujar Vina menatap tajam kearahnya.
"Sabar sayang kita tunggu permainan baru saja mau di mulai." ujarnya terseyum.
Tak jauh dari Vina di ikat ternyata ada Rara yang juga di ikat tanganya tapi dia lebih kepada di gantung. Namun kakinya masih menyentuh lantai walau dengan menjinjit.
Rara melihat dan mendengar dengan jelas interaksi Vina yang di lihatnya tadi siang dengan pria itu. Mereka seperti saling kenal dan sangat dekat. Bahkan Vina membiarkan pria itu mencium pipi dan bibirnya tanpa menolak.
Pria itu kini melihat kearah Rara dan mendekat. Gadis itu terlihat sudah tak berdaya akibat pukulan tadi. Tetapi dia masih bisa membuka matanya di sisa tenaganya.
"Masih mau melawan kau cantik?" jemarinya menyentuh pipi yang sudah bengkak akibat tamparan. Turun ke bibirnya dan kembali turun ke bagian belahan indah favorite setiap pria.
Bug!
Satu tendangan cukup keras mendarat di pinggang pria itu. Ia tersungkur jatuh namun Athur belum melihat wajahnya. Pria itu terseyum, tak menyangka jika Athur bisa secepat itu menemukannya.
"Bangsat!" umpat Athur yang tak tahan melihat dari jauh perlakuan pria itu pada Rara.
"Akhirnya kau datang juga kawan." ucapnya berusaha bangkit tapi masih memunggungi belum menatap keduanya.
"Kau?" ucap Devan dan atur bersamaan. Mendengar suara itu Athur dan Devan langsung mengenalinya.
Rara kasian
kok bisa dinikahkan sih ?
Duh kasihan sekali masih muda 17 tahun sudah dinikahkan, terlalu muda sekali, mana suaminya juga baru kenal.....kok begitu sih ?😭