NovelToon NovelToon
The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

The Absurd Girl And The Cold Flat Boy

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Gimana jadinya gadis bebas masuk ke pesantren?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kerandoman Ustad Izzan

...BAB 32...

...KERANDOMAN USTAD IZZAN...

Langkah Ustad Izzan terhenti hanya beberapa jengkal sebelum menyapa Arabella. Dan di detik itu juga, dari arah berlawana, sosok Kaisar muncul dengan langkah panjang dan penuh aura dominan. Tanpa ragu, dia menyingkirkan beberapa santri yang mengelilingi Arabella, termasuk Elis, Dina dan sari yang masih memeluk Arabella penuh haru.

“Woyy.. Woy... Pelan-pelan napa, Bang!” protes Dina, tapi Kaisar tidak perduli. Matanya hanya tertuju pada satu sosok yaitu Arabella. Arabella yang baru saja ingin meledek Sari gara-gara matanya bengkak karena kangen, langsung berdecak seketika begitu Kaisar berdiri tepat di hadapannya.

Hah... Ya Allah... drama apa lagi yang mau dibuat sama mahluk satu ini?! Gumamnya pelan.

Kaisar tanpa basa-basi langsung bertanya dengan nada sedikit meninggi, “Kamu kemana aja, Bell? Gimana kabarnya? Kamu sama siapa ke luar? Kenapa nggak Ijin? Bahkan sama saya pun nggak bilang!”

Diihhh.... ni anak kenapa sih? Kesambet apaan sampe kayak gini?

Arabella menatap Kaisar datar, lalu dengan tenang menjawab, “Siapa lo? Kenapa gue harus ngasih kabar sama lo?!”

Santri-santri di sekeliling mereka langsung mematung. Atmosfer yang tadinya penuh kehebohan kini berubah menegangkan. Kaisar menatap Arabella serius.

“Saya... seseorang yang masih ada di hati kamu kan?” ucap Kaisar mantap, penuh percaya diri tapi mungkin sedikit goyah di ujungnya.

Arabella menatapnya beberapa detik, sebelum akhirnya menghembuskan napas dan berkata lembut tapi tegas, “Dulu mungkin iya, tapi sejak lo pergi tanpa kabar... saat itu juga rasa gue mulai hilang buat lo. Lo tau Kai, hati seseorang itu kayak taman. Kadang bunga yang dulu paling indah, harus diganti sama bunga yang lebih kuat. Biar nggak layu Cuma karena hujan sebentar.”

Kaisar menunduk, terpukul. Tak ada kemarahan dalam ucapan Arabella, tapi justru kebijaksanaan yang menamparnya dengan halus. Ustad Izzan yang tadinya hampir berbalik pergi, diam-diam menoleh lagi dan tersenyum kecil. Tak ada kata yang dia ucapkan, tapi dalam hatinya dia berdoa,

Semoga taman hatimu... bisa saya lindungi dengan ketulusan, Ara. Perjuangan belum selesai... dan mungkin, saya juga harus mulai menanam bunga itu di taman yang sama.

Ustad Izzan pun tidak jadi menyapa Arabella dia memilih pergi ke ruangan pembimbing untuk bersiap mengajar. Kaisar mengangkat wajahnya perlahan, menatap Arabella dengan tatapan yang tidak lagi sekedar penuh percaya diri, tapi kini dibalut dengan kerendahan hati yang baru tumbuh. Suaranya tak lagi lantang, namun terdengar mantap.

“Kalo gitu, ijinin saya jadi bunga yang paling indah di hati kamu, Raiya.” Ucapnya lirih tapi jelas, membuat santri-santri di sekeliling langsung membeku, menahan napas.

Ustad Izzan yang berdiri tak jauh pun ikut terdiam. Dia mengamati bagaimana Arabella bereaksi, tanpa ada raut iri, hanya tatapan lembut yang dalam. Arabella pun tak langsung menjawab. Dia menghela napas pelan, menatap Kaisar dalam-dalam, seperti ingin menyampaikan banyak hal tanpa kata-kata. Lalu dengan ekspresi tenang, dia tersenyum kecil dan menjawab singkat namun bermakna.

“Terserah lo, Kai. Lakukan aja apa pun yang menurut lo baik. Tapi jangan paksa bunga itu mekar... kalo tanahnya aja belum siap.”

Kaisar terdiam, tapi dia mengangguk pelan. Tak ada penolakan, tapi juga belum ada penerimaan. Tapi baginya, itu cukup, sebuah pintu kecil yang kembali terbuka... setelah Kaisar pergi, semua santri baik putra atau putri membubarkan diri dan kembali ke kamar masing-masing, termasuk Arabella yang sudah lelah menghadapi perjalanannya yang panjang, dia ingin segera rebahan. Tapi tiba-tiba muncul 4 sosok di depannya.

Arabella mengangkat satu alis saat ke empat santri senior itu, Heni, Ani, Herna dan Mayang muncul menghadang jalannya ke kamar. Dan seperti biasanya, mereka menyilangkan tangan di dada, menatap tajam.

“Kenapa kamu balik lagi, Bella?” tanya Heni, nada tajamnya seolah mewakili pertanyaan kolektif mereka.

“Iya, katanya mau keluar pesantren. Tapi kok balik lagi? Pesantren tuh udah tenang loh tanpa kamu,” timpal Herna menyeringai.

Arabella menghela napas panjang, lalu menjentikkan jarinya ke udara seolah hendak menyingkirkan energi negatif di sekitarnya.

“Masya Allah ya... baru balik udah disambut trio jail, ditodong pertanyaan hidup dari mantan gebetan, terus sekarang... senior-senior haus penghormatan? Sungguh warna-warni banget hidup gue.”

Ani berdecak pelan, “Jawab aja, kenapa balik?”

Dengan santai Arabella memasukkan tangannya ke saku rok panjangnya, lalu menatap mereka satu-satu sambil senyum tengil.

“Gue balik... soalnya ternyata bumi belum siap kehilangan gempa kecilnya. Lagian ya... kalo gue keluar, tar siapa yang ngingetin kalian kalo jadi senior itu gak harus jadi ratu galak? Harusnya jadi contoh yang berfaedah, bukan karakter antagonis di drama!”

Mayang nyaris tersedak. “Apa kamu—“

“Tenang, Kak... tenang,” sela Arabella sambil menepuk dada Mayang pelan, “Tarik napas, inget umur. Jangan sampe urat lehernya putus gegara gue yang penuh cinta kasih ini.”

Semua senior melotot, wajah mereka campur aduk antara kaget, kesal dan speechless. Tapi Arabella hanya nyengir puas, lalu menoleh ke jendela pembimbing. Di sana, terlihat Ustadzah Rahmah dan Ustadzah Halimah mengintip dari balik kaca. Tatapan mereka sejenak bersirobok dengan Arabella dan Arabella mengangguk sopan sambil memberi salam dalam diam.

Namun yang dibalas hanyalah... punggung. Kedua Ustadzah itu segera memalingkan wajah, entah karena malu, cangung... atau mungkin memang belum bisa mengalahkan kebencian yang lama tertanam.

Arabella hanya mendesah lirih, menoleh kembali ke jalan di depannya, lalu melenggang pergi sambil bergumam, “Ya Allah, baru sehari balik... drama udah kayak sinetron Ramadhan..” keluhnya lelah.

Arabella membuka pintu kamar dengan pelan, tak seperti biasanya yang selalu masuk dengan gaya nyelonong seolah kamarnya itu panggung konser. Kali ini dia berdiri sejenak, menghela napas lalu mengucapkan salam dengan suara lembut.

“Assalamualaikum, kamar penuh cinta.”

Dina, Elis dan Sari yang sedang duduk di lantai langsung menoleh. Mereka sempat melongo sejenak, terkejut dengan perubahan aura Arabella yang tiba-tiba... kalem? Namun sebelum sempat bertanya apa-apa, Arabella sudah menjatuhkan diri ke atas kasur dengan gaya dramatis bak aktris sinetron kehabisan airtime, tangannya terlentang ke samping dan matanya terpejam.

“Haaahh... akhirnya... ranjang surga milik gue balik lagi,” gumamnya dengan nada lebay tapi khas Arabella.

“Maaf ya, Bell...” ucap Dina lirih sambil menunduk.

“Iya, maaf... hari ini kita belum sempat bersihin kasur kamu, biasanya tiap pagi kita ganti spreinya juga...” sambung Elis.

“Kita juga minta maaf belum sempat kasih kejutan kayak niat awal. Padahal kita udah rencanain sambutan buat kamu,” timpal Sari sedih.

Dengan mata masih tertutup, Arabella menjawab santai, “Nggak usah lebay... kasur nggak gigit, sprei nggak nuntut. Yang penting hati kalian bersih, itu udah lebih dari kejutan.”

Ketiganya saling pandang, lalu tersenyum haru.

“Elis, kamu yang nanya deh...” bisik Dina.

Elis mengangguk pelan, lalu bertanya pelan, “Bell... gimana keadaan Mommy kamu?”

Arabella membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamar sebelum menjawab dengan suara lirih.

“Alhamdulillah... udah lebih baik. Senyum beliau kemaren itu.... rasanya nyembuhin semua luka di hati gue. Doain terus ya...”

Dari langsung menarik bantal dan melemparkannya ke arah Arabella, dengan penuh cinta seutuhnya, sambil berkata, “Doa mah wajib! Apalagi buat orang yang kita sayang.”

Arabella tersenyum lebar dan akhirnya bangkit duduk, memeluk ketiga sahabatnya erat-erat. “Gue sayang kalian... walaupun kadang pengen gue lempar pake sendal kalo berisik.”

Mereka pun tertawa bersama, tawa hangat yang seperti menghapus kelelahan dan luka selama beberapa hari terakhir. dan siang itu, kamar Arabella kembali hidup... bukan karena dramanya, tapi karena hangatnya persahabatan yang tak pernah berubah.

*****

Arabella Kembali merebahkan dirinya ke tempat tidur, menarik selimut sampai ke dagu, mencoba memejamkan mata, tapi pikirannya justru mulai dipenuhi pertanyaan-pertanyaan random khas dirinya. Dengan nada malas dan mata masih setengah terpejam, dia bergumam.

“Eh, by the way… selama gue nggak ada… pesantren gimana? Aman? Seru? Atau malah kekurangan bahan ketawa?”

Dina yang sedang melipat sajadah langsung menjawab, “Kalau dibilang aman… ya aman sih. Tapi kayak ada yang kurang.”

“Bener. Nggak ada suara kamu teriak-teriak, nggak ada yang kejar-kejaran sama trio jail, nggak ada debat absurd sama ustad-ustad, suasananya kayak… flat gitu aja sih.” Sambung Elis.

“trio jail juga sempet hilang arah loh, Bell.” Ucap Sari sambil duduk di ujung Kasur Arabella.

“Balwa pernah nyeletuk katanya kalo nggak ada kamu, hidup mereka kayak sayur tanpa garam. Bahkan Balwi juga sempet duduk di bawah pohon jambu sambil bengong. Nungguin kamu pulang, katanya.”

“Eh, tapi ya… aku sempet beberapa kali mergokin Ustad Izzan, loh…” lanjut Sari dengan nada penuh rahasia.

“Mergokin apa?” tanya Arabella melirik Sari tanpa mengangkat kepala.

“Dia kalo tiap lewat depan kamar kita, entah kenapa suka noleh kearah jendela kamar ini. Nggak Cuma sekali dua kali. Tapi ini berkali-kali.”

Dina pun ikut mengangguk. “Bahkan waktu pagi-pagi banget pas dia mau ke kebun, sempat berdiri sebentar di depan balkon kita.”

“Aku juga pernah liat. Pas dia nyiram tanaman, matanya sempat ngelirik kamar ini lama banget… trus langsung pura-pura sibuk gitu,” tambah Elis.

Arabella sempat terdiam. Pipinya memerah sedikit, tapi buru-buru dia menutup mukanya dengan guling. “Aigoo… masa sih Ustad Izzan kangen sama gue???” gumamnya lirih.

Sari mendekat, tersenyum jail, “Yaaaa… siapa tau dia emang nungguin seseorang Kembali buat bikin hari-harinya nggak monoton…”

“Bikin hari-harinya ngebul lebih tepatnya sih,” timpal Elis sambil tertawa.

Arabella hanya menggulingkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, memeluk guling erat-erat. Meski wajahnya tak terlihat, senyum kecil tak bisa disembunyikan. Hatinya mendadak hangat, entah karena cerita tadi… atau karena nama ‘Ustad Izzan’ yang Kembali berputar-putar di pikirannya.

*****

Siang itu matahari bersinar sangat Garang, langit biru tanpa sepotong awan pun. Pesantren terlihat tenang, Sebagian santri sedang beristirahat di kamar masing-masing usai kajian siang. Namun, ada satu sosok yang terlihat sedikit gelisah, Ya… itu Adalah Ustad Izzan.

Setelah menyelesaikan urusannya di rumah, mengambil beberapa buku untuk mengajar setelah Ashar dan mengecek laporan dari cabang-cabang cafenya, Izzan Bersiap Kembali ke ruangannya. Tapi langkahnya terhenti di depan pintu. Matanya melirik pelan ke arah asrama putri. Lebih tepatnya… kearah kamar Arabella.

“Sebentar aja,” gumamnya.

Dengan Gerakan Santai tapi mencurigakan, Izzan mengambil selang air dan mulai menyiram tanaman di halaman Tengah yang dekat dengan asrama putri. Padahal matahari sedang panas-panasnya. Peluh mulai membasahi pelipisnya, tapi dia terus berdiri di situ, sesekali melirik ke jendela lantai dua, berharap bisa sekilas melihat bayangan gadis tengil yang selama ini mencuri perhatiannya tanpa permisi. Namun belum lama aksinya berlangsung, pintu rumah utama terbuka.

“Izzaaaann!” suara Uma Salma melengking khas emak-emak.

Izzan pun tersentak. Selang di tangannya hampir terjatuh.

“Ngapain kamu nyiram tanaman jam segini? Mau masak daun jadi lalap? Panas, nak! Nggak baik buat tanaman!” Uma berkacak pinggang, mata menyipit curiga.

Izzan pun menggaruk kepala cengengesan. “Iya Uma… ini tadi sekalian lewat… tanamannya kelihatan kering…”

Uma mendekat, matanya menelisik wajah putranya. “Kamu tuh dari tadi nengok ke arah kamar Bella terus. Jangan-jangan kamu lagi… ada misi diam-diam?”

Izzan langsung mengangkat selang, pura-pura fokus nyiram pot kosong. “Ya nggaklah, Uma… Uma aja yang mikirnya kemana-mana…”

Uma Salma mendecak, “Kamu pikir Uma nggak bisa baca Gerak Gerik anaknya sendiri?”

Izzan hanya nyengir, cepat-cepat menggulung selang dan kabur ke ruangan pembimbing dengan alasan harus mempersiapkan materi kajian Ashar. Tapi saat melewati taman, dia masih sempat melirik ke lantai dua. Sekilas… ya sangat sekilas… dia menangkap sosok bayangan Arabella sedang duduk di dekat jendela, sedang membenarkan hijabnya, dan ekspresinya terlihat Tengah bercanda dengan teman sekamarnya.

Izzan tak bisa menahan senyum kecil yang muncul di sudut bibirnya. “Hah… Gadis absurd itu… akhirnya balik juga…”

*****

Adzan Ashar berkumandang, menggema merdu memenuhi di setiap sudut pesantren. Seluruh santri baik putra maupun putri mulai bergerak menuju masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah. Suasana sakral menyelimuti jalan setapak di antara bangunan asrama dan masjid. Langkah para santri berpadu dalam ritme yang rapih.

Diantara kerumunan itu, Arabella berjalan Bersama Dina, Elis dan Sari. Mereka asik bercanda pelan hingga Langkah Arabella tiba-tiba terhenti. Di hadapannya, berdiri seseorang dengan wajah datar, aura kalem dan sorot mata yang tajam namun teduh, Yupz.. dialah Ustad Izzan.

“Assalamualaikum…” sapa Izzan lelan, namun cukup untuk membuat Arabella sedikit kikuk.

“Waalaikumsalam, Ustad,” jawab Arabella, mencoba tetap tengil seperti biasa, walau dalam hati agak deg-degan.

Izzan memandangi Arabella sejenak, sebelum akhirnya bertanya dengan gaya khasnya, dingin, datar dan hemat kata. “Kamu baik-baik aja?”

Arabella pun hanya mengangguk pelan. “Alhamdulillah, Ustad.”

Izzan mengangguk tipis. “Mommy kamu… sudah membaik?”

“Sudah Ustad. Terima kasih sudah menanyakan kabar Mommy saya.”

Jawaban Arabella tulus, tapia da rasa aneh Ketika melihat ekspresi Izzan yang sedikit lebih lembut dari biasanya. Lalu tiba-tiba… Izzan mengeluarkan pertanyaan yang bikin Arabella berkerut. “Kamu lebih suka senja atau fajar?”

Arabella melotot. “Hah?”

Dina, Elis dan Sari yang berada tak jauh di belakang mereka langsung menunduk, menahan tawa. Terkikik-kikik.

“Senja atau Fajar?” ulang Izzan tetap dengan ekspresi datarnya, seolah pertanyaannya sangat masuk akal di Tengah perjalanan menuju masjid.

Arabella menatapnya lama. Dalam hati : “Kenapa Ustad random banget sih? Apa hubungannya senja sama fajar?”

“Uhhmm… saya suka dua-duanya sih Ustad… tapi kalao disuruh milih, ya… saya pilih senja.”

Jawab Arabella seadanya, masih bingung harus menanggapi seperti apa. Sementara Izzan hanya mengangguk ringan, lalu berkata singkat.

“Sama.”

Setelah itu dia berjalan pelan meninggalkan mereka, langkahnya Santai seolah tidak ada yang aneh barusan. Arabella masih berdiri mematung, sementara Dina, Elis dan Sari tertawa pelan.

“Ustad Izzan udah mulai aneh nih…” bisik Sari.

“Lis, kamu liat nggak? Itu tuh kayak… cowok salting tapi ditutupin pake vibes dingin,” tambah Dina geli.

Arabella mendengus. “Halaaahh, random banget pokoknya. Masa dari nanya kabar langsung ke senja VS fajar? Nggak nyambung banget sih…”

Tapi bibirnya tidak bisa menahan senyum kecil. Dalam hati dia bertanya : “Ustad Izzan… kok jadi makin bikin deg-degan sih?”

1
Retno ataramel
khusus bwt author aku kasih vote😍
Retno ataramel
siapa kah orang itu eng ing eng🤣
Retno ataramel
🤣🤣🤣
Retno ataramel
kecewa sama azzam,,,,
Retno ataramel
apakah itu ustad jihhad thor
lucifer: ustad Jiyad maksudnya say... maafkan typo 🙏
total 1 replies
lucifer
kayaknya itu salah ketik, penasaran Ustad
Retno ataramel
penisirin ustas siapa itu
Retno ataramel
ikut sedih thor
Retno ataramel
lanjut thor nunggu besok lama😍
Retno ataramel
banyakin up thor ak suka 🙏
Tara
jodohmu kaga jauh ...smoga cepat bucin ya...🤭🫣🥰😱🤗👏👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!