NovelToon NovelToon
Isekai To Zombie Game?!

Isekai To Zombie Game?!

Status: sedang berlangsung
Genre:Zombie / Fantasi Isekai / Game / Misteri
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Jaehan

Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

My Eve

Part 25

Mirai meletakkan jam tangannya di atas nakas yang menunjukkan pukul sebelas malam. Air matanya sudah menetes sejak sore tadi kala waktu yang dijanjikan Nero terlewati. Hatinya luar biasa cemas. Pikirannya dipenuhi pertanyaan mengapa pemuda itu belum juga kembali? Apa terjadi sesuatu? Sesuatu yang tak berani ia bayangkan. Perlukah ia menyusulnya di tengah hujan deras yang enggan reda? Tapi ke mana? Buta. Tak punya sedikitpun ke mana perginya Nero.

Sebuah pertanyaan yang lebih menakutkan terus saja mengusiknya. Membuatnya sesak napas. Bagaimana kalau ia tidak pernah kembali lagi?

Mirai pun meringkuk di kasur, menangis keras sambil membekap wajahnya di bantal agar tidak berisik. Terlalu menyakitkan baginya bila sampai kehilangan pria itu.

Jam tiga

,pagi Nero kembali setelah melewati malam panjang dan menegangkan. Sebenarnya dari jam sepuluh malam zombie itu telah beranjak pergi karena terdistraksi oleh cahaya halilintar dan suara sambaran petir di kejauhan. Hanya saja ia harus menunggu sampai sosok itu benar-benar lenyap sebelum menyalakan mesin mobil.

Selama itu ia terus memikirkan Mirai. Khawatir karena ditinggal terlalu lama sendirian di motel. Berharap tidak ada zombie yang menyasar mengganggunya.Namun dilihat dari area lingkungan motel semua masih tampak sama sebelum ia tinggalkan.

Nero berlari kecil di parkiran tepat di bawah hujan deras menuju kamarnya. Tak perlu mengetuk karena ia punya kunci sendiri. Pintu terbuka, dan ia bernapas lega, bersyukur Mirai sedang terlelap di ranjang. Dibuka sepatu dan jaketnya yang basah lalu duduk di samping gadis itu. Dibelai pipinya yang terasa basah. "Eriii," panggilnya rendah.

Kelopak mata Mirai terbuka menangkap sosok yang terus dikhawatirkan sepanjang hari. "Viiiiin?" Siluet pemuda yang dicemaskannya tampak berbayang ketika cahaya kilat di tirai jendela berkedip beberapa kali. Suara derasnya hujan perlahan mengembalikan kesadarannya. Apa ini mimpi?

"Maaf, aku pulang terlambat."

Tangis Mirai pecah lagi saat tubuhnya setengah bangkit memeluknya. "Aku yang minta maaf, seharusnya aku gak marah-marah sama kamu. Jangan tinggalin aku sendiriaaaaaaan. Hiks."

Nero balas mendekapnya lebih erat. Menunggu berjam-jam di dalam mobil membuatnya hampir gila karena tidak bisa cepat kembali pada gadis ini. "Iya, aku minta maaf. Aku gak bermaksud gitu."

"Jangan maraaah."

"Aku gak marah." Nero mengusap air matanya.

"Bohooong."

"Jangan nangis, pleaseee." Namun air matanya kian deras mengalir dan membuat hatinya terkoyak. Ia tak tahu bagaimana cara meredakan kesedihannya. Meskipun sudah dihapus berulang kali air mata itu terus jatuh. Hingga pada akhirnya ibu jarinya tak sengaja mengusap bibir yang gemetar tersebut. Ia terenyuh lantas menciumnya lembut.

Walau sempat terkejut, Mirai tidak menolak, melainkan menerimanya seolah telah menunggunya sejak lama. Hingga ciuman itu terasa semakin dalam dan intens, membuat mereka terbaring di atas ranjang. Tiap gerakan begitu mewakili bagaimana perasaan mereka yang tertahan selama ini.Terungkap tanpa malu-malu.

Pada saat tubuh Nero berada di posisi atas, ia mendudukkan dirinya, membuka kaosnya seraya meletakkan tangan Mirai di pundaknya. Ia membungkuk demi menatap matanya yang bergetar. "Kalo gak mau dorong aja," bisiknya rendah tanpa nada memaksa.

Bibir Mirai merapat dan matanya menyipit penuh arti. Jemari yang berada di pundak itu bergerak bukan untuk mendorong melainkan menjalar lembut menuju tengkuknya, membungkus pelan lehernya dengan genggaman yang sedikit masuk ke sela rambut Nero lantas mendorong ringan menuju dirinya kembali.

Semua pakaian mereka tertanggal ke lantai, dua tubuh itu menyatu tanpa bahasa. Hanya ada bibir yang saling terpagut, jemari yang saling terkait, kulit yang saling melekat. Dan ketika punggung Mirai terekspos membelakangi Nero, rambut panjangnya tersingkap memperlihatkan tengkuk yang memiliki simbol sama seperti kap mobil dan sampul buku catatan Erica. Nero sempat terhenyak, namun diabaikan dulu hal itu untuk malam yang intim ini.

Sisa malam yang panjang kini dipenuhi kehangatan di tengah hujan deras yang mengguyur hingga pagi hari.

Kini Mirai tengah terlelap tanpa helai pakaian karena lelah. Di sampingnya Nero yang terjaga lebih dulu. Matanya melirik pada jendela besar tertutup tirai. Memeriksa waktu dari terangnya cahaya matahari. Warna cahayanya tampak kemerahan. Udah sore?

Ia teringat akan simbol di tengkuk belakang Mirai, letaknya sedikit di bawah leher. Di amati lagi leher Mirai yang sedang tidur membelakanginya. Disingkap sedikit rambutnya dan menemukan liukan emas itu. Ini bukan simbol biasa. Gak mungkin tatto. Terlalu kebetulan kalo Eri bikin tatto yang sama kaya simbol ini.

Mata Nero merayap pada punggung Mirai yang putih mulus. Seketika pipinya merona teringat kejadian semalam. Dibekap bibirnya, tak mengira kalau ia punya keberanian untuk melakukan hal itu.

Gila!

Nero menangkap bayangan samar-seperti noda kekuningan bercampur coklat muda yang menempel di sprei. Rasa bersalah sedikit bergelayut dalam benaknya.

Gue harap dia gak kesakitan. Bibirnya melengkung bahagia saat menatap punggung itu. My Eve.

Ia pun turun dari ranjang dan berpakaian, lalu keluar dari kamar untuk mengambil sprei yang baru. Sekembalinya ia sudah tidak menemukan Mirai di ranjang, namun pintu kamar mandi tertutup dan terdengar suara aliran air yang mengucur. Selama menunggu, Nero mengganti sprei yang ternoda. Gue harap dia gak nangis liat ini.

Tak lama Mirai keluar hanya berbalut handuk. Ekspresinya tampak canggung saat bertatapan dengan Nero yang ternyata sudah kembali, semburat merah pun muncul di pipinya. Dan itu terlihat luar biasa cantik di mata Nero. Ia pun bergegas ke meja rias setelah sekejap melirik pada sprei putih yang sudah berganti baru.

Nero pun memeluknya dari belakang, sekilas menatap pantulan mereka di cermin yang tampak serasi. Mirip foto Erica dan Vincent yang dilihatnya di rumah sakit. Namun ia mengabaikan pikiran mengganggu tersebut dengan mengecup ringan leher dan pundak Hawa miliknya. "Masih sakit?" tanyanya lembut.

Mirai jadi gugup ketahuan akan masalahnya saat ini. "Iya, masih agak sakit."

"Maaf ya kalo aku berlebihan semalam." Nero tidak ingin Mirai berpikiran buruk setelah ini. Terkadang perempuan menjadi lebih paranoid setelah kehilangan mahkotanya tanpa ikatan pernikahan. Ia tidak ingin Mirai merasa ada yang berubah. Semua masih sama dan tetap akan sama hingga kapanpun. Bahwa ia tetap Adamnya.

Mirai segera menggeleng. "Enggaaak kok, kamu gentle banget. Gapapa, nanti juga ilang sakitnya."

"Oke, aku siapin makan malam dulu. Ada yang perlu kita obrolin." Ia pun keluar menuju kantin setelah mengecup pipi Mirai.

Tak lama Mirai bergabung di kantin bawah. Mereka duduk berhadapan sambil menikmati cup mie dan secangkir kopi seperti biasa. "Mau ngomong apa?" tanyanya membuka percakapan.

"Aku rasa kita harus cepat pergi dari sini."

Dahi Mirai berkerut, tapi tak ingin membantah walau tahu kondisi Nero belum pulih benar. "Okeeey," jawabnya pasrah sambil tertunduk.

"Kamu marah?" Nero melihatnya menggeleng kecil. "Maaf kalo kesannya aku bikin keputusan sepihak. Tapi aku rasa kota ini terlalu berbahaya buat kita. Semalam aku kehalang zombie mirip banget sama zombie level 20 yang khusus buat reli," dalihnya.

Kali ini wajah terperangah Mirai terangkat. "Jadi gara-gara itu kamu pulang malam?"

Nero mengangguk. "Sekarang kita gak punya kekuatan untuk menghadapi jenis zombie kayak gitu. Zombie kecil aja setengah mati kita ngadepinnya, belum lagi kita gak tau jumlah mereka. Maksudku selagi ada kesempatan pergi kenapa gak digunakan. Apalagi ada mobil itu. Ini kaya dikasih jalan keluar yang lebih aman."

"Kalo kamu ngerasa pergi lebih cepat adalah jalan terbaik, aku gak akan ngelarang." Baginya mungkin ini merupakan hal bagus dibanding harus melihat Nero terpaksa bertarung dengan monster semacam itu.

Nero tersenyum maklum meski khawatir kalau reaksi Mirai yang penurut merupakan efek dari kejadian semalam. "Kamu boleh protes kok kalo ngerasa gak setuju."

"Ya, aku tau. Tapi menurutku itu keputusan yang bagus."

"Oke. Kita sepakat?" Ia mendapat anggukan Mirai. "Kalo gitu lusa kita berangkat. Dan besok waktunya mencari perbekalan yang cukup ke sekitar bangunan area ini."

"Oke. Asal kamu tau aturannya."

"Yeeees, my Eve. Lari kalo ada zombie."

Wajah Mirai memerah. "My, My Eve?"

"Yes, you are my Eve," jawab Nero sambil tersenyum lebar.

Mirai pun tertunduk menyembunyikan wajah merah padamnya.

“Bisa bantu aku sebentar?” tanyanya lagi sambil membuka kaosnya. Mirai terkejut tapi masih menunggu bantuan apa yang ia butuhkan. “Tolong liat leher belakangku.”

Walau dahinya berkerut, Mirai bangkit dari kursinya lalu berdiri di belakang Nero, mengamati apa yang diminta. “Eh, kamu punya tatto?” tanyanya yang melihat liukan emas nan indah dan elegan. “Tapi kok rasanya gak asing ya?”

Nero mendesah. Ternyata simbol itu juga ada di tubuhnya. “Kamu juga ada loh.”

“Eh masak? Di belakang leher juga?”

“Iya. Aku baru liat semalam. Yah, waktu lagi ituuu, ehem.”

Mirai terperanjat, wajahnya memerah lagi. Lalu mencubit sisi dalam pinggul Nero.

“Aaaauw!”

“Ish! Gak udah dibahas bagian yang itu.”

Nero terkekeh, lalu memutar duduk menghadap Mirai dan memeluknya. Karena dalam posisi duduk wajahnya sejajar dengan dada gadis itu. Jadi ia harus mendongak untuk menatap Mirai. “Kenapa? Malu?” Mirai berdecak sebal sambil balas merangkul leher Nero. “Mau lagi gak?” tanyanya nyengir kuda.

Lagi-lagi Mirai terperanjat. “Gak! Masih sakit!”

Nero pun tertawa geli dan mendapat cubitan lagi. Canda di tengah dunia yang kejam sejenak meredam kegelisahan. Nero hanya berharap hari ini akan tetap ada untuk selamanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!