Setelah mendapatkan air sumur pertama, kedua, ketiga, keempat , kelima, dan keenam, tinggal ketujuh....konon di sumur inilah telah banyak yang hanya tinggal nama.....mengerikan !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XXXI MANUSIA CADEL
Sabdo terlempar dan jatuh hingga dirinya tak sadarkan diri, saat itu orang tinggi tadi kembali menghunus pedang yang telah jatuh tadi. Kemudian pedang itu siap menghunjam ke tubuh Sabdo, dan saat itu sinar putih perak menabrak hulu pedang dan pedang itu terpental hingga menancap di pohon waru. Dan orang tinggi itu mencari asal sinar perak itu. Lalu saat orang itu mengambil batu , maka sinar putih perak tadi kembali menghantam tangan orang tinggi itu, dan ia merasa kesakitan. Dan saat ia ingin mengambil kembali batu itu, di depan sudah berdiri sosok kakek Palon.
"Hmmmm...rupanya kau belum kapok juga kakek tengik, akan aku habisi kau, kurang ajar," hardiknya.
"Jangan omong besar saja Jayasura, justru kau yang akan musnah, kau kelabui para warga atas bujuk rayumu, kau jerumuskan mereka dengan aliran bejatmu, kau bunuh mereka dengan racunmu itu demi saudaramu yang cadel itu, sungguh biadab kau Jayasura," jawab Sabdo sambil memberi isyarat kepada Lengser.
Dengan sigapnya, Lengser dan kawan-kawan akhirnya membebaskan para pengikut Jayasura tadi dari pengaruh hipnotisnya. Dengan segera setiap orang yang kena pengaruh tadi sadar dan akhirnya mengetahui juga sosok asli Jayasura. Sebagian mereka meminta perlindungan, sebagian lagi pingsan, khususnya ibu-ibu yang merasa takut.
Orang tinggi tadi yang disebut Jayasura, memandang kakek Palon dengan rasa balas dendam, lalu dengan gerakan secepat kilat, ia menarik leher kakek Palon, hingga ia terhempas ke tanah. Namun kakek Palon bukan seseorang yang dungu serta bodoh, tubuhnya terhempas lalu bangkit dan berdiri lagi. Jayasura akhirnya menyerang kembali, saat itu ia melakukan gerakan memukul yang mengarah pada wajah sang kakek, namun tangan kiri kakek Palon itu lebih dulu memukul dada Jayasura hingga ia terpental sampai menabrak tiang gubuk di situ, ia merintih kesakitan.
Saat itulah dari bawah gubuk itu, pintu di tanah terbuka dan muncullah seorang laki-laki dengan postur tinggi besar tampak berdiri di hadapan kakek Palon. Ia membawa senjata berupa rencong dan sebilah belati. Dengan gerakan gesitnya, tubuh besar itu menerjang sang kakek, perkelahian pun terjadi, kakek Palon melakukan gerakan meliuk dan tubuhnya seperti ular dengan kedua tangan mengepal dan memukul orang tinggi besar itu. Dan dengan pukulan yang bertubi-tubi, sang kakek akhirnya mampu mengurung lawanya. Namun lawan dari sang kakek tadi begitu kuat dan keras kulitnya, hingga beberapa kali sulit untuk ditembus.
Kini kakek Palon menggunakan alat berupa toya dari bahan rotan. Beliau lalu mengangkat toya itu dan dari toya itu keluar sebuah senjata berupa pedang kecil dan tipis. Sementara orang tinggi besar yang disebut cadel itu berjalan menuju sebuah tiang gubuk, lalu dirinya berdiri sambil menengadahkan kedua tangannya lalu dari kedua tangan itu keluar kelelawar dengan jumlah puluhan. Kelelawar itu besar dan sangat ganas, mereka mengerumuni kakek Palon, namun dalam sekejap semuanya mati dalam keadaan gosong dan semua itu akibat sapuan senjata kakek Palon.
Sosok manusia cadel langsung menyerang kakek Palon dengan jurus-jurus mematikan, semua serangan dapat ditangkisnya dan dapat dihindari, dan saat manusia cadel itu mengeluarkan beberapa senjata beracunnya, kakek Palon meladeninya, ia menggunakan senjata seperti payung, dan dengan kecepatan yang sangat tinggi, banyak senjata manusia cadel yang patah bangkan hancur diterjang kecepatan payung itu, dan salah satu dari senjata manusia cadel itu melesat dan menusuk tubuh Jayasura yang sedang duduk di belakang gubuk, tubuhnya langsung tumbang.
"Saudaraku.....saudaraku.....", teriak manusia cadel.
Tubuh Jayasura diam dan seluruh tubuhnya membiru. Ia tewas diterjang senjata manusia cadel akibat gerakan cepat payung milik kakek Palon.
"Kurang ajar kamu Palon, kau bunuh saudaraku, akan aku balas kau pembunuh !" seru manusia cadel.
"Silahkan saja kalau kamu bisa melawanku wahai manusia cadel Jayasoma, kau tipu semua manusia demi ambisimu menguasai ilmu hitam, kau bunuh mereka tak bersalah, demi ilmu bejatmu itu, silahkan kalau kamu mampu melawanku," jawab kakek Palon.
Setelah itu Jayasoma mengeluarkan cemeti yang sangat berkilauan, suara menggelegar saat dibunyikan, semua orang di situ merasa ketakutan, namun bagi kakek Palon itu masih belum seberapa, lalu Jayasoma mengarahkan cemetinya kepada kakek Palon, dengan sekuat tenaganya, cemeti itu melesat dan menghantam sebuah pohon dengan suara menggelegar dan robohlah pohon itu dengan mengeluarkan asap, kemudian kembali cemeti itu melesat lagi, kali ini menghantam gubuk , hancurlah gubuk itu, Jayasoma semakin membabibuta dalam menyerang kakek Palon, namun semua gerakan cemeti itu hanya sebuah tempat kosong dan hanya menghancurkan semua asetnya sendiri.
Dalam keadaan lepas kontrol, Jayasoma tidak sadar bahwa di sana kakek Palon sudah siap dengan sebuah panah, dan melesatlah panah itu menuju leher manusia cadel. Dengan cepatnya panah itu dan mudahnya leher Jayasoma, panah itu menembusnya dan sambil memegangi lehernya, ada salah satu pengiringnya yang kecewa, sambil membawa pedang milik Jayasura, ia menancapkan pedang itu ke kepala Jayasoma, matilah ia dengan kepala hampir terbelah. Orang itu lalu memandang sekeliling dan bersujudlah ia di hadapan kakek Palon. Namun kakek Palon segera mengangkat tubuh orang itu agar tidak sujud.
"Bangunlah ki sanak, sudahlah....semua telah terjadi , bangun kembali keyakinan kalian, jangan tertipu oleh bujuk rayu kekayaan yang tidak abadi, jalani nilai manusia dan jangan kau hamba kan nilai manusia kalian dengan setan, itu salah dan dosa yang tak akan terampuni," tutur kakek Palon.
"Baik kek, kami akan kembali ke jalan yang benar, kami mohon maaf telah salah mengikuti ajaran sesat ini, kami sadar kek, semua tidak abadi, semua akan musnah kek, maafkan kami atas kekhilafan ini kek," ujar orang itu.
Akhirnya kakek Palon bersama kawan-kawannya juga para pengikut ajaran itu kembali menuruni bukit tersebut, mereka kembali ke rumah di kampung para pengikut ajaran itu. Mereka berjalan sambil merasa bersalah bahkan ada warga yang selama berjalan pulang itu menangis penuh penyesalan. Dan sampailah mereka di kampung para pengikut ajaran itu. Suasana yang damai dengan penerangan obor di setiap rumah, membuat jalan kampung itu semakin terang dan penuh cahaya.
Di sebuah rumah dengan bentuk seperti rumah besar milik orang kaya, salah seorang pengikut ajaran tadi berjalan di depan lalu membuka pintu gerbang. Dia pemilik rumah besar itu, lalu mempersilahkan semua orang tersebut untuk memasuki ruangan besar. Tampak ruangan itu penuh dengan patung-patung berwajah Durgandini, lalu pemilik rumah itu memerintahkan para pembantunya untuk menghancurkan semua patung-patung tadi.
"Hancurkan semua patung-patung itu, hancurkan semuanya....," perintah orang itu.
Dengan serentak, para pengikut tadi dengan alat seadanya akhirnya menghancurkan patung-patung itu hingga ruangan tersebut menjadi sebuah hamparan tumpukan puing-puing, namun semua berawal dari sebuah patung besar.
Ketika patung besar itu diruntuhkan, muncul sosok berwujud seperti serigala dengan bulu hitam dan moncongnya mengeluarkan air liur yang amat busuk. Para pengikut tadi menjadi kaget dan ketakutan, bahkan sebagian dari mereka langsung keluar dengan banyak yang luka akibat puing-puing yang berserakan.