Di balik megahnya pusat kekuasaan, selalu ada intrik, pengkhianatan, dan darah yang tertumpah.
Kuroh, putra dari seorang pemimpin besar, bukanlah anak yang dibuang—melainkan anak yang sengaja disembunyikan jauh dari hiruk-pikuk politik, ditempatkan di sebuah kota kecil agar terhindar dari tangan kotor mereka yang haus akan kekuasaan.
Namun, takdir tidak bisa selamanya ditahan.
Kuroh mewarisi imajinasi tak terbatas, sebuah kekuatan langka yang mampu membentuk realita dan melampaui batas wajar manusia. Tapi di balik anugerah itu, tersimpan juga kutukan: bayangan dirinya sendiri yang menjadi ujian pertama, menggugat apakah ia layak menanggung warisan besar sang ayah.
Bersama sahabatnya Shi dan mentor misterius bernama Leo, Kuroh melangkah ke jalan yang penuh cobaan. Ia bukan hanya harus menguasai kekuatannya, tetapi juga menemukan kebenaran tentang siapa dirinya, mengapa ia disembunyikan, dan apa arti sebenarnya dari “takdir seorang pemimpin”.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ell fizz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum berakhir!
Langit mulai gelap, matahari mulai terbenam. Beberapa kerumunan memilih pergi namun ada juga yang masih setia tinggal.
"Ayo kita pergi!," terdengar dari beberapa kerumunan.
Namun, tak lama setelah itu cahaya ungu menyinari langit beberapa kali.
Kerumunan yang tadi sempat pergi kini langkah nya terhenti, pelan melihat ke arah sinar yang terang yang muncul menusuk langit yang mulai gelap.
"Apa itu!" kata salah satu warga sambil menunjuk ketakutan.
----------------
"Hoo?? Apa dia bangun dan bangkit kembali?," ucap Kuroh dengan wajah santai namun tatapannya tajam tak ingin kehilangan satu momen penting saja.
Krekk kreekk!!!!!
Bunyi sisa sisa reruntuhan bangunan tempat Albert terpental tadi. Kini, Albert mulai perjalan perlahan. Tatapan nya tajam menatap ke arah Kuroh dengan hawa membunuh yang tinggi.
Kuroh bersiap siap, dia menggenggam pedang nya dengan erat karena Albert kini sudah mulai berbeda.
Cishh brezzz!!
Suara ledakan kecil, listrik menyambar dari tubuh Kuroh.
Albert menambah laju jalan nya, ia memutar rantai nya. Tanah bergetar dan tergores akibat senjata rantai milik Albert yang penuh dengan tenaga ungu yang tak di ketahui.
Kerumunan di sekitar heboh, merinding karena aura kekuatan Albert sangat menekan tubuh mereka. Ada yang berteriak berlari ketakutan, ada juga yang sudah terbaring pingsan. Xyro memberi peringatan pada Kuroh agar berhati hati karena kekuatan yang dikeluarkan Albert saat ini jauh lebih berbahaya dari yang tadi.
“Jangan bangga dengan kekuatanmu,” ucap Albert pelan, suaranya berat. “Kadang merasa menang justru membuatmu masuk ke dalam gerbang kekalahan yang sesungguhnya.”
Mendengar ucapan dari Albert yang sedang berlari ke arah nya, wajah Kuroh sedikit mendongak ke atas seolah tak percaya dengan perkataan Albert.
"Apakah kau yakin berkata begitu pada ku? Justru kau lah yang harus Mengawatirkan diri mu, aku belum mengeluarkan semua kekuatan ku saja kau sudah ketar ketir."
Albert merasa marah namun yang dikatakan oleh Kuroh memang benar adanya, kekuatan Albert saat ini telah mencapai puncak nya, sedangkan Kuroh belum mengeluarkan potensi penuh nya.
Kuroh memasang kuda kuda, Albert terlihat semakin dekat.
Bruukkk!!!
Sebuah pedang bertemu rantai yang begitu berat. Jelas, Kuroh merasa kesulitan karena rantai ini dilapisi oleh kekuatan antah berantah.
"Cihh."
Kuroh mendecis sedikit namun dia menemukan celah sedikit di kaki Albert.
Kuroh merapal mantra, sebuah pisau kecil muncul di tangan kiri Kuroh, dia siap untuk menancapkan pisau kecil itu pada paha Albert.
Namun, rencana tentu tak berjalan sesuai rencana. Albert semakin menekan Kuroh yang membuat nya terdesak.
E'sccc!!
Tanah berbunyi karena kaki Kuroh mundur beberapa langkah, matahari mulai terbenam.
"Kau kira aku bodoh bocah kecil? Aku tahu celah terbuka lebar, tapi apakah aku akan membiarkan itu?," ujar Albert sambil terus menekan Kuroh.
Bukannya memasang wajah murung dan takut, Kuroh tersenyum lebar. Celah yang sebenarnya bukan lah dia.
Blushh!!
Kilatan cahaya terdengar dari arah belakang Albert. Dia segera melihat kebelakang, seseorang telah siap di belakang memberikan serangan kejutan.
"Matilah dasar sampah!!."
Namun.......
Albert segera melepas satu tangan kanan nya dan tetap memegang rantai rantai itu dengan satu tangan.
Tangan kanan nya kini bebas, dia menahan serangan kejutan itu. Alih alih berharap bisa menahan serangan kejutan itu, dia malah masuk ke dalam perangkap yang lebih dalam.
Krekk!!
Tepat di tanah tempat Albert memijakkan kaki, suara retakan tanah terdengar.
Tak lama kemudian......
"Bodoh sekali orang ini!!."
Sebuah pedang keluar dari tanah, sangat cepat hingga Albert tak mampu bereaksi.
Darah menyembur dari luka di bawah dagu bukan dari leher besar, tapi cukup untuk mengotori kerahnya.
Albert mundur selangkah, menopang darah yang turun.
Xyro mendarat tepat di samping Kuroh dengan wajah bahagia. Kuroh memasukkan pedang nya ke dalam sarang nya kembali.
Langit kini terlihat gelap, namun tetap terang karena penerangan yang cukup dari bangunan di sekitar.
"Apa Albert tak bisa meminta bantuan pusat? Dia kan raja langit harusnya dia bisa dengan mudah memanggil bala bantuan," ujar kerumunan.
Albert memutuskan untuk meminta bala bantuan, ia mengambil telepon bantuan yang ada di saku baju nya. Dia terus memeriksa nya, ia tak merasakan telepon itu. Dengan tergesa gesa ia mengorek semua saku nya.
"Apakah ini yang kau cari?," kata Kuroh sambil memperlihatkan telepon yang Albert cari.
Albert menatap ke arah telepon yang di pegang Kuroh.
"Sejak kapan kau mengambil nya?."
Kuroh segera memasuki telepon itu kembali ke kantong nya sambil menjawab pertanyaan dari Albert.
"Kau bilang kau tak ada celah kan? Padahal jelas jelas saku mu terbuka lebar saat kau mendorong ku."
Setelah mendengar ucapan dari Kuroh, kini emosinya mulai memanas.
Tapi di balik amarah itu, ada sesuatu yang lain. Tatapan yang bukan sekadar benci, melainkan pengakuan… bahwa bocah di depannya bukan lawan biasa.
Albert menatap tajam ke arah Kuroh dan Xyro. Nafasnya berat, darah dari luka di bawah dagu terus menetes membasahi tanah. Udara di sekitarnya bergetar, hawa panas bercampur dengan energi ungu yang semakin liar dari tubuhnya.
“Kalian berdua…” suaranya serak, seperti tertahan amarah dan rasa malu. “Jangan pikir kalian menang hanya karena satu trik murahan.”
Kuroh tersenyum tipis. “Trik murahan? Kalau kau sadar kau ditipu, itu artinya kau memang mudah diperdaya.”
Nada suaranya datar, tapi penuh ejekan. Xyro di sebelahnya menahan tawa kecil sambil menyilangkan tangan di dada.
“Aduh, ‘raja langit’ yang katanya tak tersentuh, sampai dicuri barangnya aja gak sadar,” katanya santai. “Mungkin gelar itu kebanyakan dipakai buat menakut-nakuti anak kecil, ya?”
Albert mengepalkan tangannya kuat-kuat. Retakan muncul di tanah di bawah kakinya, energi ungu meledak dari tubuhnya, membuat rambutnya berdiri dan udara terasa seperti berdenyut.
Kuroh melangkah maju satu langkah, menatap langsung ke mata Albert.
“Tunjukkan lagi kekuatanmu, Raja. Aku ingin tahu… sampai sejauh mana kebodohan bisa membutakan seseorang.”
Albert meraung marah, rantai di tangannya berputar cepat, menciptakan pusaran udara yang memecah kaca jendela di sekitar. Serangan itu diarahkan lurus ke Kuroh. Namun sebelum rantai itu sampai, Xyro sudah mengangkat dua jarinya, menciptakan garis biru tipis di udara.
[Freeze Pulse.]
Waktu seolah berhenti sesaat. Rantai itu melambat, seperti melayang dalam cairan kental. Kuroh mengayunkan pedangnya sekali. Cukup untuk memantulkan cahaya dari sinar lampu sekitar.
Rantai itu terbelah dua.
Albert terdiam, menatap potongan rantainya jatuh ke tanah. Matanya membulat, tak percaya.
Kuroh berbisik pelan di dekat telinganya, suaranya dingin.
“Sekarang kau tahu rasanya jadi pion di papan catur yang kau kira milikmu sendiri.”
Albert menatap mereka dengan amarah membara, tapi tubuhnya mulai bergetar. Kekuatan di dalam dirinya seperti kehilangan kendali, aliran energi ungu mulai meluap keluar tanpa arah.
Xyro mundur sedikit, menatap Kuroh. “Dia meledak sendiri kalau begini terus.”
Kuroh menarik napas pelan, lalu menatap Albert dengan ekspresi tenang — bukan kasihan, tapi seperti seorang eksekutor yang menunggu detik terakhir.
“Biar dia meledak,” ucapnya datar. “Setidaknya kali ini, dunia tahu… raja langit pun bisa jatuh.”
Langit bergemuruh, dan cahaya ungu terakhir itu kembali menyinari langit malam — lalu semuanya menjadi putih.