Hidupnya tak mudah, bahagia seperti enggan menghampirinya. Sejak kecil hidup dalam kemiskinan dan keluarga yang hancur berantakan.
Ayahnya seorang pemabuk berat dan penjudi.
Ibunya berselingkuh dan wanita simpanan seorang pengusaha. Bahkan kakaknya pun kurang lebih sama seperti orang tuanya.
Gita tetap bertahan dalam keluarga itu demi dua adiknya yang masih kecil.
Hingga malam itu menghancurkan semuanya. Keluarganya tercerai berai, Gita terpaksa berpisah dengan dua adik kesayangannya.
Usianya baru lima belas tahun, tapi harus menanggung akibat dari kesalahan yang tak dilakukannya.
Gita diusir dari kota itu dengan cacian dan hinaan dari warga. Arga, putra selingkuhan ibunya bahkan membakar rumah gubuknya.
Hingga dua belas tahun kemudian dia kembali dengan tujuan mencari kebenaran tentang kematian ibu dan selingkuhannya.
Apa benar ayahnya itu benar seorang pembunuh ataukah dia difitnah oleh seseorang yang berkuasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naira_W, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Akan Jadi Seperti Ibumu
Gita menatap nanar ke arah pintu yang sedang diketuk. Tanpa membukanya pun Gita tau siapa orang yang berada dibalik pintu kamar ini.
Putus asa, Gita merasa seperti seorang tawanan walaupun kata Arga tadi, dia bebas melakukan apa saja di vila dan wilayah milik Arga. Namun Gita enggan melakukan kegiatan apapun.
Sejak tadi sing dia dipaksa untuk datang ke tempat ini, Gita hanya mengurung diri di dalam kamar.
Ponselnya pun diambil oleh Arga hingga dia tak bisa menghubungi Sarah ataupun mertuanya untuk meminta bantuan.
Walaupun Arga memberinya kamar sendiri, tapi tetap saja nyali Gita menjadi ciut. Mengingat beberapa kali lelaki itu memaksa untuk menciumnya.
"Buka atau aku hancurkan pintu sialan ini!!"
Gita melengos mendengar kata-kata Arga.
"Mulai lagi tantrum nya" ucap Gita pelan. Dia sendiri malas membuka pintu itu karena merasa risih sekaligus protes karena Arga bertindak seenaknya.
"Gita... Aku tak main-main! Pintu ini akan hancur kalau tak kamu buka."
'Ya terserah situ, itukan pintu mu bukan punyaku' ucap Gita dalam hatinya.
"Gita, i'm seriously. Kalau pintu ini hancur, malam ini kami tidur di kamar ku." Arga mengeluarkan ancamannya.
Dan tentu saja membuat Gita panik. Dengan segera di bangun dari ranjang dan bergegas membuka pintu.
"Ck... Apa sih? Anda ini tidak bisa menghargai privasi orang lain ya. Benar-benar tidak beradab." ucap Gita geram.
Bukannya marah, Arga malah terkekeh. Dan sudah pasti membuat Gita semakin kesal hingga rasanya ingin meninju wajah tampan lelaki itu.
'Eh... Tampan???'
Gita akui wajah Arga memang tampan. Ditunjang dengan tubuhnya yang tinggi dan gagah.
Tapi attitude nya nihil.
"Kamu tetap cantik walaupun seperti ini." katanya tiba-tiba.
"Hah? Ngomong apa sih nih orang?" tanya Gita heran dan mengabaikan Arga yang masih betah menatapnya.
Gita melirik sekilas ke arah cermin dan dalam sedetik suara teriakan pun keluar dari bibirnya.
"Aaarhg... Tidaaaak!" Gita pun segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Wajah cantiknya kini terlihat mengerikan karena luberan maskara dan eyeliner. Tadi dia sempat menangis karena kesal karena Arga mengambil ponselnya.
Ini semua gara-gara pramuniaga yang menawarkan untuk mencoba maskara dan eyeliner di toko tadi. Padahal Gita memang jarang menggunakan benda-benda seperti itu karena sudah memiliki bulu mata yang lebat dan lentik.
Dan sekarang, Arga melihat wajahnya yang sangat memalukan itu.
"Caramu berdandan ternyata sangat unik." ledek Arga.
Gita mendengus kesal. Dengan gerakan tangan secepat kilat dia pun menutup pintu dengan kasar. Tak perduli jika Arga masih berasa di luar kamar.
"Dan caramu menjadikan wanita sebagai milikmu, ternyata sangat menjijikan." gerutu Gita
Lalu wanita itu segera ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya dari make up sialan itu.
Terdengar suara pintu yang diketuk kembali. Gita tak menghiraukannya dan memilih untuk membersihkan sisa make up di wajahnya dengan sabun pembersih wajah yang sudah tersedia di kamar mandi.
Walaupun sempat heran karena merek sabun itu sama dengan yang biasa dipakainya, tapi Gita tak mau berpikir berlebihan. Bisa saja itu sebuah kebetulan saja.
Tok... Tok... Tok...
"Kalau sudah selesai, kita turun ke pantai." kata Arga yang sudah berdiri di samping pintu kamar mandi.
Heh???
"Sejak kapan anda ada si situ?" tanya Gita sambil memandang Arga dengan sengit dari cermin di depannya.
"Kamu lupa.. siapa pemilik vila ini? Tak ada pintu yang tak bisa kubuka." katanya sombong.
"Dasar brengsek. Tidak punya sopan santun." kata Gita tapi hanya terucap di dalam hatinya.
Saat ini dia malas membalas ucapan Arga. Karena semakin dibalas dan diladeni, Arga malah terlihat makin suka dan menjadi-jadi.
Gita memilih melemparkan handuk kecil yang tadi dipakainya untuk mengelap wajahnya di samping wastafel.
Lalu gadis itu berjalan keluar melewati Arga yang masih berdiri di tempat yang sama.
"Ayo... Ikut aku." Arga menggenggam tangan Gita dan membawanya keluar vila dari arah berlawanan dengan pintu masuk.
Dengan setengah hati, Gita menuruti saja kemauan Arga. Saat ini otaknya sedang buntu dan masih berpikir bagaimana caranya melepaskan diri dari laki-laki di sebelahnya itu.
Dilawan juga percuma, itulah pikiran Gita saat ini.
"Pemandangan matahari terbenam di sini sangat indah. Aku yakin kamu pasti menyukainya dibandingkan tempat lain." kata Arga yang ternyata membawanya untuk melihat sunset yang memang sangat memukau.
"Kali ini kamu ada di tempatku dan sedang bersamaku. Ingat dan tanamkan itu dalam otakmu. Jangan pernah lagi memikirkan lelaki lain saat melihat pemandangan seperti ini." kata Arga dengan nada yang penuh peringatan.
Tunggu sebentar, maksudnya Arga mengetahui jika dia mengingat lelaki yang tak lain adalah suaminya saat melihat sunset.
"Anda melihat postingan saya di medsos saya?" tanya Gita tak percaya
"Hmmm.... Semuanya. Aku ikuti semua medsos kamu, mungkin kamu belum menyadarinya." jawab Arga.
Ya ampun... Lelaki ini benar-benar gila. Tapi apa tujuannya? Apa mungkin karena Arga tertarik padanya?
Gita menoleh ke arah Arga yang ternyata malah sedang menatapnya.
Mata itu sempat membuat Gita terpana, warna hitam yang kelam itu terkesan misterius dan dingin seperti pemiliknya.
Arga menyelipkan rambut Gita yang tertiup angin ke arah belakang telinga wanita itu.
Seketika saja Gita merasa merinding dengan perlakuan Arga yang bertolak belakang dengan tindakannya tadi siang.
Sekelebat pemikiran pun muncul. Hal yang menjadi alasan Arga melakukan semua ini padanya. Dari masalah kontrak, adiknya hingga ciuman lelaki itu ditambah lagi saat ini suasana indah nan romantis.
Jangan-jangan Arga...
"Tuan Arga..."
Dengan rasa penasaran yang sudah tak dapat ditahannya lagi, Gita pun memberanikan diri untuk bertanya pada Arga tentang suatu hal yang dirasa agak memalukan jika itu tidak benar. Tapi Gita bukanlah orang yang sabar. Lebih baik segera tau daripada terombang-ambing rasa penasaran seperti ini.
"Ya??" Arga membalas tatapan Gita yang membuat siapapun bisa salah paham. Apalagi suasana senja yang membuatnya suasana semakin romantis.
"Apa tuan menyukai saya dan ingin melamar saya di tempat ini?" tanya Gita dengan tenang namun sebenarnya dia sangat malu.
Ekspresi wajah Arga yang awalnya terlihat seperti lelaki yang jatuh cinta seketika saja berubah.
Arga tersenyum miring sambil menatap Gita dengan pandangan remeh.
'Busyet, cepat sekali berubahnya tu muka.' batin Gita
"Tidak." jawab Arga tegas dan membuat Gita mengernyit heran. Namun, Gita tak mau bertanya kembali. Jawaban tidak ya artinya tidak.
"Saya hanya ingin membuatmu sadar dimana tempatmu seharusnya berada. Saya tidak akan pernah menikahi anak dari seorang pembunuh dan selingkuhan ayahku. Saya hanya melakukan apa yang menjadi tugas seorang anak yang berbakti pada orang tuanya." kata Arga tajam
Gita tercengang mendengar kalimat tajam dan menusuk itu.
"Kamu yang datang dulu ke tempat ku, jadi akan saya anggap itu adalah undangan. Akan ku jadikan kamu seperti ibumu. Wanita simpanan yang menjijikan dan dihina orang-orang, hingga malaikat maut mencabut nyawa mu. Itulah hukuman yang harus kau tanggung karena orang tuamu." lanjut Arga sambil menarik dagu Gita dan memaksa untuk menciumnya.
Lelaki itu tak perduli jika Gita menghindarinya. Arga mengecap bibir wanita itu seolah-olah itu adalah tanda kepemilikannya.
Gita yang tak mampu lagi untuk melawan, akhirnya pasrah. Dengan air mata yang membasahi kedua pipinya, Gita mencaci dalam hatinya.
Saat ini, Gita sangat benci pada dirinya yang diperlukan seperti sampah. Dia sangat membenci dan mengutuk ibunya. Gita benci dilahirkan dari wanita egois dan hina seperti Diana.
Arga atau Bara?
😘😙😙❤❤❤
siapa sih yg bakar ibu gita sebenarnya..
😘😍😙😗❤❤❤
❤❤❤😍😍😙😙
bisakah Gita benaekan Gilang..
❤❤❤❤😍😙😙
bunuh Arga jga fosa besar...
❤❤❤😘😍😙😙
😀😀😀
❤❤❤❤❤
❤❤❤😍😙😙😙
❤❤❤😘😙😗
Arga penolongnyaaa...
❤❤❤❤😘😍😙
lanjuttt torrr, sehatt, semangatttt, suksessss🙏🙏💪💪💪💪💪👍👍😍😍
❤❤❤😍😙😙
gilang tetap hidup..
❤❤❤😍😙😙
masih hidup..
kok gak hubungi tante lia..
bikin kuatir aja.
❤❤❤❤
bapaknya garong tau aja kw amna Gita pergi..
😀😀😀❤❤😘😙😗
jga takut ancaman Arga ya nurut2 aja ..
❤❤❤😘😍😙
❤❤❤❤😍😙😗
❤❤❤😍😙😙
❤❤❤😘😍😙🤦♂️
❤❤❤😘😍😙😙