"Apa-apaan nih!" Sandra berkacak pinggang. Melihat selembar cek dilempar ke arahnya, seketika Sandra yang masih berbalut selimut, bangkit dan menghampiri Pria dihadapannya dan, PLAK! "Kamu!" "Bangsat! Lo pikir setelah Perkutut Lo Muntah di dalem, terus Lo bisa bayar Gue, gitu?" "Ya terus, Lo mau Gue nikahin? Ngarep!" "Cuih! Ngaca Brother! Lo itu gak ada apa-apanya!" "Yakin?" "Yakinlah!" "Terus semalam yang minta lagi siapa?" "Enak aja! Yang ada Lo tuh yang ketagihan Apem Gue!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Revano mendapat kabar bahwa anak Mereka sudah dimakamkan dengan baik oleh Opa Narendra. Revano menatap nanar foto yang dikirimkan oleh Opa Narendra.
Meski masih berumur lima belas minggu, Revano tetap menyematkan nama bagi mendiang anak Mereka.
Reno Narendra. Nama yang tertulis di batu nisan mendiang anak Sandra dan Revano.
Revano duduk di samping ranjang ruang ICU di rumah sakit, matanya menatap penuh sendu ke sosok Sandra yang masih terbaring lemah tanpa kesadaran.
Wajah istrinya yang pucat dan berkerut itu membuat hatinya mencelos setiap kali ia melihatnya.
Pasca kuretase yang harus dijalani, darah yang banyak mengalir meninggalkan bekas luka tidak hanya di tubuh Sandra, tapi juga di jiwa Revano.
Ia merasakan campuran takut, bersalah, dan putus asa menguasai dirinya. Bayangan kehilangan putra mereka yang baru berusia lima belas minggu masih segar di benaknya, dan kini kekhawatiran terbesar adalah kehilangan Sandra—wanita yang selama ini menjadi sandaran hatinya.
Tangannya menggenggam erat jari Sandra yang dingin, seolah ingin memberikan kekuatan lewat sentuhan, berharap keajaiban datang dan istrinya segera membuka mata.
Di balik tatapan sendu itu, tersimpan doa-doa yang tak henti mengalir agar keluarga kecil mereka bisa tetap utuh.
"Bangun Sayang, jangan tidur terus, Mas disini nunggu Kamu," Lirih suara Revano, jemarinya mengusap surai Sandra yang jatuh menutupi wajah.
"Anak Kita sudah tenang Sayang. Maafkan Mas yang tidak bisa menjaga Kamu dan Anak Kita dengan baik." Air mata itu kembali menetes dari sudut mata Revano.
Kehilangan yang Revano rasakan kini seakan menyegarkan kembali kenangan pahit bertahun-tahun silam saat Revano kehilangan kedua orang tuanya dalam kecelakaan yang merenggut nyama keduanya.
"Sayang, Mas akan cari sampai dapat orang yang telah membuat Kamu dan Anak Kita begini, Mas janji Sayang," Dibalik duka ada tatapan emosi dan kemarahan yang masih bersarang dalam dada Revano.
*
"Sudah dipastikan?" Helaan nafas dan tatapan tajam Om Seno saat anak buahnya melaporkan hasil temuannya.
"Sudah Tuan. Dan Keduanya kini sudah ada tempat biasa."
"Ok. Biarkan Mereka disana. Biar Aku sendiri yang akan urus keduanya."
Setelah orang suruhan Om Seno keluar ruangan, Om Seno mengabarkan Revano, kalau kedua pelaku yang yang terlibat penculikan Sandra sudah berada di tangannya.
*
"Opa," Kehadiran Opa Narendra di rumah sakit memang sengaja untuk menggantukan Revano menjaga Sandra.
"Kamu yakin akan mengurusnya sendiri?"
"Mereka sudah main-main denganku. Bahkan Putraku harus pergi dengan cara seperti itu Opa. Aku gak bisa tinggal diam."
"Pergilah. Opa akan jaga Sandra. Dan pastikan semua bersih. Jangan sampai tercium keluar."
"Baik Opa. Opa paham bagaimana Aku. Jaga Sandra untukku Opa. Aku pergi."
Opa Narendra mengangguk, melepas Cucunya menuntaskan apa yang seharusnya Revano lakukan.
"Sandra, bangun Nak, redakan kemarah Suamimu. Opa yakin Kamu bahkan lebih kuat dari Revano. Opa tahu Revano pasti rapuh namun egonya dan rasa tanggung jawab dan bersalahnya membuat Ia terlihat kuat. Sayang, Kami menunggumu kembali. Bangunlah Sandra." Opa Revano menatap Cucu Menantunya yang masih tertidur dalam keadaan Koma.
*
"Katakan B@ngsat! Siapa yang menyuruhmu!" Dengan emosi sudah sampai keubun-ubun, tendangan dan pukulan yang Revano layangkan kepada laki-laki yang kini tersungkur dari kursi yang terikat.
Pria itu kaki tangan si penculik, Mereka yang membantu si penculik hingga Sandra bisa dibawa dan disekap dalam tempat yang Revano temukan saat Sandra tidak sadarkan diri.
"Ok, Jika Masih tetap tutup mulut, Aku akan kirimkan seseorang untuk membunuh Anakmu. Ini anakmu kan?" Revano dengan seringai bengisnya memperlihatkan video seorang anak perempuan yang sedang bermain di taman.
"Tolong Tuan, jangan sentuh Putriku. Ba, Baik. Aku akan katakan."
Senyum mengerikan Revano saat melangkah kembali mendekat dengan sigap cengkraman tangan Revano di leher si Pria Kaki tangan penculik Sandra.
"Yasmin. Nona Yasmin Tuan, dan Andri, Tuan Andri. Mereka yang membayar Saya untuk menculik Nyonya Sandra."
Mata Revano membesar. Sungguh Revano tak menyangka, Yasmin. Bahkan tak terbayangkan bisa melakukan hal kriminal dan keji.
"Urus dia!" Revano menyerahkan anak buahnya meneruskan apa yang seharusnya Mereka lakukan.
"Vano, sebaiknya laporkan saja perbuatan Mereka ke Polisi."
"Tentu, namun Aku akan bermain-main dulu dengan keduanya Om."
"Om harap, Kamu tidak gelap mata dan membuat Sandra jadi khawatir saat Ia siuman."
"Tenang saja Om, Aku tak akan mengotori tanganku untuk mengurus sampah seperti Mereka!"
*
"Aww!" Yasmin terjatuh saat melarikan diri. Sementara Andri terus mengikuti kemanapun Yasmin melangkah.
Keduanya sudah tahu kalau orang suruhan Mereka sudah berhasil tertangkap oleh Revano dan Om Reno.
Andri membantu Yasmin yang jatuh saat berlari. "Yasmin, Kamu berdarah," Andri panik melihat darah segar mengalir deras dari kedua Kaki Yasmin.
"Kita akan ke Rumah Sakit. Ayo Kamu Aku gendong!"
"Jangan bodoh Andri! Kita akan tertangkap kalau ke Rumah Sakit!"
Yasmin memejamkan mata, perutnya sakit dan darah terus keluar dari intinya.
"Tapi, Kamu pendarahan. Kita harus segera ke Rumah Sakit." Andri segera menggendong Yasmin.
"Aku tidak mau dipenjara! Biarkan saja anak ini mati! Lebih baik dia mati! Dari pada Kita ke Rumah Sakit dan tertangkap!"
"Jangan bodoh Yasmin! Kamu sudah membunuh anak dalam kandungan Sandra. Dan jangan Ulangi kebodohanmu terhadap anak Kita!" Bentak Andri.
"Tidak sudi Aku memiliki anak denganmu! Pria playboy, hobi judi dan sebentar lagi jatuh miskin! Lebih baik anak ini mati dari pada memiliki Ayah sepertimu!" Disisa tenaga yang Yasmin miliki masih saja mencaci maki Andri. Sementara Andri juga kesal namun tak bisa abai, bagaimanapun didalam perut Yasmin adalah anaknya.
*
Suara alat medis berdengung pelan, perlahan mengisi ruang putih steril yang memenuhi pandangan Sandra saat kelopak matanya terbuka sedikit demi sedikit. Aroma antiseptik menusuk kuat, menusuk indera penciumannya yang masih kabur. Matanya menyapu sekeliling, mencoba memahami di mana dirinya berada. Tubuhnya terasa berat, seolah ditahan oleh kekuatan yang tak kasat mata, sementara perutnya mengirimkan gelombang nyeri yang membuat keningnya berkerut.
Dengan susah payah, Sandra menggerakkan tangan, mencoba bangkit meski setiap gerakan kecil itu memicu rasa sakit yang tajam di perutnya. Napasnya tersengal, menandakan kondisi yang belum pulih sepenuhnya, namun tekad dalam dirinya perlahan membara, berusaha mengatasi kelemahan yang membelenggunya.
Sayup-sayup terdengar oleh Sandra suara seseorang yang berteriak memanggil namanya, suaranya penuh kelegaan dan kegelisahan. Di antara hiruk-pikuk itu, ada yang memberitahu dengan suara terbata bahwa dirinya telah sadarkan diri setelah beberapa saat terlelap dalam ketidaksadaran. Mata Sandra yang masih agak berat perlahan membuka, mencoba menangkap sosok-sosok yang berkerumun di sekelilingnya. Jantungnya berdegup kencang, antara bingung dan lega, menyadari bahwa dunia di sekitarnya kembali nyata dan dirinya masih diberi kesempatan untuk melanjutkan perjuangan hidupnya.
"Nyonya Sandra, bisa dengar Saya?"
happy ending... bintang lima dan bunga untuk othor ⭐️🌹😍🌹⭐️
devano. devano ada2 aja