NovelToon NovelToon
Miracle Of Love

Miracle Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:437
Nilai: 5
Nama Author: Yulynn

Cerita tentang Dewa dan Dewi Cinta yang awalnya saling mencintai. Mereka bertugas di alam manusia untuk menolong dan meringankan penduduk di bawah bukit cinta. Tetapi semuanya musna ketika Dewi Cinta jatuh cinta kepada manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulynn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 15

Aku dan Sarah pernah berlibur ke Thailand, hanya berdua saja. Alasannya sederhana: Sarah mengenal seorang bule dari aplikasi kencan dan mereka berjanji untuk bertemu di Thailand. Sebagai seorang sahabat sejati yang takut Sarah akan kenapa-kenapa, aku mengorbankan diriku untuk ikut dan menjadi bodyguard-nya.

Sialnya…

Tidak, tidak…

Untungnya, si bule mendadak ghosting dan Sarah kecewa karena katanya sudah terlanjur sayang. Tapi aku yakin, Sarah adalah pemegang rekor ‘si paling cepat move on’. Saat kami sedang jalan-jalan di Khaosan Road untuk mengobati rasa kecewa Sarah, ia sudah menemukan target barunya: seorang laki-laki tampan keturunan Thailand asli, yang tampangnya persis seperti keluar dari komik manga. Wajah lonjong, tulang pipi tegas, alis tebal, tatapan mata tajam, tinggi, dan maskulin. Sarah langsung klepek-klepek saat melihat ‘mangsanya’ sedang menikmati musik di konser night life sendirian. Tanpa basa-basi, Sarah menarikku dan menghampiri laki-laki berkulit putih hasil injeksi itu.

Perbedaan bahasa tidak menjadi halangan bagi mereka, karena laki-laki bernama Greg itu ternyata bisa berbahasa Inggris dengan fasih. Aku selalu heran dengan daya tarik yang dimiliki Sarah, yang membuatnya bisa segampang itu berkenalan dan akrab dalam waktu singkat dengan lawan jenis. Sebagai seorang perempuan, aku mengakui kalau Sarah cukup cantik, dengan mata sedikit sipit namun masih memiliki kelopak, bulu mata lebat dan lentik, wajah sedikit chubby tapi tidak gemuk. Kalau soal tubuh, tingginya seratus tujuh puluh sentimeter, dan body goals itu adalah hasil karya dokter dengan payudara seharga dua ratus juta rupiah. Secara fisik, Sarah memang dapat membuat banyak wanita merasa iri padanya. Tapi aku, yang sudah mengenal ‘kereogkan’ Sarah sejak SMP, sudah terbiasa dengan penampilannya.

Kembali ke Greg…

Akhirnya, mereka berdua dengan asyiknya menikmati konser sambil loncat-loncat nggak jelas. Aku yang introvert tentu saja langsung menghindari keramaian dan berjalan-jalan sendiri di sekitaran. Seorang kakek tua yang duduk di pinggir jalan dengan meja penuh buku dan kertas lusuh di depannya, memanggilku dengan bahasa Thai yang mungkin artinya menyuruhku untuk mampir ke lapaknya.

Setelah beberapa saat memantau dari tempatku berdiri, akhirnya aku berjalan mendekat dan baru tahu kalau kakek berjenggot putih panjang itu adalah seorang peramal. Aku duduk di bangku kecil di depannya, lalu dia memintaku untuk mengulurkan tangan. Dia mengamati tanganku dengan kaca pembesar, lalu menulis beberapa tulisan Thai di buku catatannya yang lembarannya tampak sedikit lembap. Tinta yang mendarat di kertas sampai meluber, membuat tulisannya tampak berantakan. Setelah puas mengamati tanganku, dia bertanya tentang tanggal lahirku dengan bahasa Inggris yang sederhana."

Kakek itu menatapku dengan mata tuanya yang keriput, lalu bertanya, “Date birth? Time?” Suaranya serak dan berat, seperti suara orang yang sudah lama tidak berbicara.

Setelah aku memberikan informasi yang ia minta, kakek itu mulai merapikan posisi duduknya dan bersiap untuk menyampaikan hasil ramalannya. Aku tahu bahwa ini akan menjadi pengalaman yang aneh dan mungkin sedikit menakutkan.

Aku memberi isyarat ‘tunggu sebentar’ kepada kakek itu, lalu mengeluarkan handphone-ku dari dalam tas. Aku membuka aplikasi penerjemah yang bisa menerjemahkan bahasa Thai ke bahasa Inggris secara real-time. Setelah sekitar lima belas menit mendengarkan kakek itu berbicara, aku akhirnya bisa menyimpulkan apa yang ia katakan.

Menurut kakek itu, aku akan segera bertemu dengan jodohku. Yang lebih aneh lagi, ia mengatakan bahwa aku memiliki lebih dari satu jodoh. Aku tertawa dalam hati. Mana mungkin ada orang yang memiliki dua jodoh?

Kakek itu melanjutkan ramalannya. Ia mengatakan bahwa aku telah menyelesaikan urusanku dengan salah satu jodohku di kehidupan sebelumnya. Sekarang, di kehidupan ini, aku harus memilih salah satu dari jodohku yang tersisa. Jika aku salah memilih, maka aku akan terus dihantui oleh karma buruk di kehidupan selanjutnya.

Aku semakin tidak percaya dengan apa yang kuketahui. Ramalan ini semakin lama semakin aneh dan tidak masuk akal. Puncaknya, kakek itu mengatakan bahwa aku harus mengorbankan nyawaku demi seseorang untuk membayar utang dari kehidupan sebelumnya.

Apa-apaan ini? Apakah benar semua ini bisa diketahui hanya dengan melihat garis tangan dan tanggal lahir? Bukankah seharusnya ramalan itu hanya seputar pernikahan, anak, keuangan, dan karir? Kenapa kakek ini malah membahas tentang kehidupan masa lalu dan karma?

Aku tadinya berencana untuk mengajak Sarah ikut diramal oleh kakek ini. Tapi, seperti yang sudah kuduga, ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan pria Thailand yang baru dikenalnya. Ia bahkan tidak repot-repot untuk pamit kepadaku. Ia hanya mengirimkan pesan singkat yang mengatakan bahwa ia akan kembali ke hotel nanti malam.

‘Issa sayang, pulanglah ke hotel sendiri. Aku di ajak Greg pergi melihat bulan di pantai.’

Aku menggerutu dalam hati dan naik taxi kembali ke hotel.

Beberapa tahun telah berlalu sejak kejadian di Thailand itu, dan aku hampir melupakan ramalan aneh dari kakek peramal itu. Namun, entah mengapa, hari ini, ramalan itu tiba-tiba muncul kembali di benakku. Aku, Sarah, dan Richard Henry sedang duduk bersama di sebuah meja bundar di salah satu kafe yang terletak di Grand Voyage. Aku merasa penasaran dengan isi ramalan itu, terutama bagian tentang jodohku. Apakah benar aku memiliki dua jodoh? Siapakah kedua orang itu?

Aku pun memutuskan untuk membuka aplikasi penerjemah di handphone-ku dan mencari riwayat terjemahan yang kubuat saat bertemu dengan kakek peramal itu.

Bingo!

Aku berhasil menemukan riwayat terjemahan itu dengan mudah. Mungkin karena aku jarang menggunakan aplikasi itu, sehingga aku tidak kesulitan untuk mencarinya. Aku membaca ulang ramalan itu dengan saksama, mencoba untuk memahami setiap kata yang tertulis di sana.

“Hei, Carissa, kamu lagi ngapain sih? Kok malah main handphone? Kamu nggak laper?” tanya Sarah sambil merebut handphone-ku dengan paksa. “Oh, ini toh yang kamu baca,” gumamnya sambil melihat layar handphone-ku.

“Sssttttt… Jangan berisik!” desisku panik sambil berusaha merebut kembali handphone-ku dari tangan Sarah. Aku tidak ingin Richard mendengar percakapan kami.

Memori Sarah sepertinya terulang kembali ke beberapa lalu, saat aku menceritakan ramalan ini di pesawat dalam perjalanan pulang dari Thailand. Reaksinya sama sepertiku: tidak percaya atau bahkan sulit untuk dipercaya. Kali ini, sorot mata Sarah seperti sedang mengatakan, ‘Maksudmu, jodohmu mungkin saja makhluk tampan yang sedang duduk semeja dengan kita?’

Aku membalas tatapannya dengan mengedipkan mata, seolah berkata, ‘Mungkin saja. Aku juga tidak yakin.’

“Brandon?” ucap Sarah tanpa sadar, memecah keheningan.

Kontan, aku menyepak tulang keringnya secara refleks, lalu disambut dengan jeritan kesakitan dari Sarah. Sekilas, aku melirik ke arah Richard yang sedang mengamati menu. Semoga saja dia tidak mendengar ucapan Sarah yang aneh itu.

“Siapa Brandon? Pacarmu kah?” tanya Richard dengan nada penasaran.

Sial! Richard mendengarnya.

“Bukan. Hanya orang yang sedang PDKT dengan Carissa,” jawab Sarah dengan nada sengaja, membuatku semakin kesal.

Kali ini, aku mencubit punggung tangan Sarah dengan keras. “Jangan ngomong sembarangan,” bisikku dengan nada memperingatkan.

“Ternyata Carissa sangat populer ya? Kapan-kapan, ajak Brandon main golf bareng,” ucap Richard lagi, diiringi dengan tawa renyahnya yang membuatku terpesona.

“Pasti! Akan kuajak dia nanti,” ujar Sarah dengan nada menggoda.

Gadis tengik ini! Pengin sekali kukumpulkan semua mantan-mantannya, lalu melihat mereka bertengkar hebat."

Tiba-tiba, Richard bertanya kepada Sarah dengan nada santai, “Kamu sudah dengar soal perjodohan kita?”

Jantungku langsung berdegup kencang. Aku merasa seperti baru saja tersambar petir. Apa aku salah dengar? Perjodohan? Siapa yang dijodohkan? Apakah Richard dan Sarah akan dijodohkan?

“Aku udah bilang ke Mami, aku nggak setuju sama perjodohan ini. Kalau Mami maksa, aku bakal kabur dari rumah dan nggak akan pernah balik lagi,” jawab Sarah dengan nada tegas sambil menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Seolah-olah ia sedang berusaha menjelaskan sesuatu kepadaku.

“Kalian lagi ngomongin apa sih? Perjodohan apaan?” tanyaku dengan nada penasaran. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.

“Ah, nggak ada apa-apa kok. Cuma ide gila dari keluarga kita aja yang pengen ngejodohin aku sama Sarah biar hubungan pertemanan mereka jadi lebih erat,” jawab Richard sambil tersenyum. “Tapi tenang aja, aku nggak tertarik sama ide itu,” tambahnya, membuatku merasa lega dan sedikit malu.

Aku tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Aku merasa bingung, cemburu, dan lega secara bersamaan. Perasaan yang campur aduk ini membuatku tidak nyaman. Aku tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan diriku. Selama ini, aku selalu bisa dengan mudah menunjukkan apa yang kurasakan. Namun, kali ini, aku merasa seperti kehilangan kendali atas diriku sendiri.

Aku menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk menenangkan diriku. Aku tidak boleh membiarkan perasaan ini menguasai diriku. Aku harus tetap fokus pada pekerjaanku dan memberikan yang terbaik untuk Richard. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan belajar dengan giat tentang golf dan menjadi caddy yang profesional. Aku ingin membantu Richard meraih kesuksesan dan membuatnya bangga padaku.

***

Saat Sarah sedang menyetir mobil dengan tenang, ia tiba-tiba bertanya kepadaku, “Eh, Carissa, aku masih bingung deh sama ramalan yang waktu itu. Kamu bisa jelasin lagi nggak?”

Aku menghela napas panjang dan menjawab dengan nada lelah, “Bingung di bagian mana? Kan udah aku jelasin waktu itu.”

“Itu loh, yang soal kutukan. Maksudnya gimana sih? Kalau kamu salah pilih jodoh, terus kamu bakal dikutuk jadi kodok gitu?” tanya Sarah sambil tertawa kecil.

Aku memutar bola mataku dan menjawab dengan nada malas, “Ah, itu mah palingan cuma bualan si kakek peramal aja biar kedengeran seru. Nggak usah dipikirin lah.” Aku memejamkan mataku dan mencoba untuk beristirahat. Kakiku terasa sakit dan pegal setelah seharian berjalan di lapangan golf.

“Tapi kalau beneran ada kutukan, aku nggak rela kamu jadi kodok. Mendingan jadi kucing aja. Nanti aku beliin kamu rumah kucing yang mewah,” ujar Sarah dengan nada bercanda.

Aku tidak menjawab lagi. Aku sudah terlalu lelah untuk berbicara. Aku membiarkan diriku terlelap dalam tidur yang singkat.

Di dalam tidurku, aku mengalami mimpi yang aneh dan membingungkan. Aku bermimpi bahwa aku memilih Brandon sebagai jodohku. Aku merasa sangat bahagia dan bangga. Aku bersikap sombong dan meremehkan Richard. Namun, tiba-tiba, aku dan Brandon berubah menjadi dua ekor kerbau yang besar dan kuat.

Aku tersentak bangun dari tidurku karena benturan keras yang membuat tubuhku terdorong ke depan. Kepalaku terasa pusing dan berdenyut-denyut setelah menghantam dashboard mobil. Aku mencoba untuk mengatur napasku dan mengumpulkan kesadaranku.

Di tengah suara bising klakson dan teriakan-teriakan, aku mendengar suara Sarah sedang mengumpat dan memaki dengan nada marah. Aku langsung tahu bahwa kami baru saja mengalami kecelakaan. Seseorang telah menabrak mobil kami dari belakang.

Dengan susah payah, aku menegakkan tubuhku dan melihat ke arah Sarah. Ia sudah keluar dari mobil dan tampak sangat marah. Aku khawatir ia akan melakukan sesuatu yang bodoh.

“Maaf… Maaf banget… Tadi saya lagi mau ngambil handphone,” ujar seorang pria dengan suara berat dan nada menyesal.

Aku segera keluar dari mobil dan menghampiri Sarah. Aku melihat seorang pria muda berdiri di dekat mobil kami. Ia mengenakan sweater berwarna hitam dan tampak sangat panik.

“Saya janji bakal ganti semua kerugiannya. Tolong kasih nomor handphone Mbak,” ujar pria itu sambil berjongkok untuk mengambil handphone-nya yang terjatuh di lantai mobil.

Aku mengamati mobil bagian belakang Sarah. Kerusakannya cukup parah. Lampu belakang pecah, dan bumper mobil penyok. Aku yakin Sarah akan sangat marah melihat kondisi mobil kesayangannya.

“Rah, kayaknya lumayan parah nih kerusakannya,” bisikku kepada Sarah.

Sarah tidak menjawab. Ia hanya terpaku menatap pria di depannya.

“Sarah, kamu nggak apa-apa? Kamu ada yang sakit?” tanyaku dengan nada khawatir.

Sarah menggelengkan kepalanya. “Aku nggak kenapa-kenapa. Tapi jantungku berdebar-debar banget. Aku ngerasa aneh,” jawabnya dengan nada bingung.

Aku mengerutkan kening. Sarah tidak terlihat marah sama sekali. Ia justru tampak… terpesona?

“Mbak, ini nomor handphone saya. Tolong hubungi saya ya,” ujar pria itu sambil memberikan handphone-nya kepadaku.

Aku meraih handphone itu dan mengetikkan nomor handphone Sarah. Kemudian, aku menelepon nomor itu.

Beberapa detik kemudian, terdengar suara ringtone lagu Kill This Love dari dalam mobil Sarah. Aku tersenyum. Aku tahu apa yang sedang terjadi.

“Namanya Sarah. Sepertinya dia masih shock. Jangan lupa hubungi dia ya,” ujarku kepada pria itu sambil mengembalikan handphone-nya. Pria itu tampak bingung, tetapi ia mengangguk dan menerima handphone-nya.

Aku menarik tangan Sarah dan membawanya kembali ke dalam mobil. Aku tahu bahwa ini adalah awal dari kisah cinta yang baru bagi Sarah.

“Gila, Saaaaa! Cowok itu ganteng banget!” teriak Sarah tiba-tiba setelah kami duduk di dalam mobil. Ia tampak sangat bersemangat.

Sarah segera mengambil handphone-nya dan mencari nomor handphone pria itu. Aku yakin ia akan segera menghubunginya.

Benar saja, beberapa saat kemudian, Sarah menelepon pria itu. Aku menggelengkan kepalaku melihat tingkah sahabatku yang tidak sabaran ini.

“Halo, ini Sarah yang tadi mobilnya kamu tabrak. Kamu harus tanggung jawab ya! Besok kamu harus anterin mobil aku ke bengkel, terus kamu juga harus anter jemput aku kerja,” ujar Sarah dengan nada ketus, tetapi aku tahu ia sedang berusaha untuk menyembunyikan kegembiraannya. “Aku nggak mau tahu, kamu nggak boleh nyuruh aku naik ojek online. Pokoknya kamu harus tanggung jawab sampai mobil aku beres! Karena ini mobil aku satu-satunya.”

Setelah menutup telepon, Sarah berteriak kegirangan dan melompat-lompat di dalam mobil. Aku tertawa melihat tingkahnya yang konyol.

“Dia bilang apa?” tanyaku penasaran.

“Dia bilang dia bakal tanggung jawab!” jawab Sarah dengan nada senang.

“Dan mobil satu-satunya?” godaku sambil menyeringai.

“Hehehe… Biarin aja. Yang penting dia mau tanggung jawab,” jawab Sarah sambil tersipu malu.

“Aku yakin dia masih single,” ujar Sarah tiba-tiba.

“Kok kamu bisa tahu?” tanyaku dengan nada bingung.

“Aku kan cenayang,” jawab Sarah sambil tertawa. “Nggak lah. Aku cuma nebak aja. Soalnya dia nggak pake cincin, terus sweaternya juga bersih.”

“Apa hubungannya sama sweater bersih?” tanyaku semakin bingung.

“Ya ampun, Carissa, masa kamu nggak tahu? Kalau cowok abis meluk cewek, pasti ada bekas makeup di bajunya. Nah, sweaternya dia kan bersih, berarti dia nggak punya pacar,” jelas Sarah.

Aku mengerutkan kening, mencoba memahami logika aneh yang ada di dalam pikiran Sarah. Ia selalu memiliki cara pandang yang unik dan berbeda dari orang lain.

“Maksudnya, cewek itu kan biasanya dandan kalau mau ketemu cowok. Nah, kalau cowok itu abis meluk cewek, pasti ada bekas makeup di bajunya. Tapi sweaternya dia bersih, berarti dia nggak punya pacar,” jelas Sarah dengan nada sok tahu.

“ooo…” aku mengangguk-angguk, pura-pura mengerti penjelasannya. Tapi dalam hati, aku berpikir bahwa bisa saja pria itu baru saja akan pergi ke rumah pacarnya. Aku tidak ingin menghancurkan harapan Sarah yang sedang berbunga-bunga, jadi aku memutuskan untuk diam saja.

Sebenarnya, aku selalu berharap Sarah bisa menemukan cinta sejatinya dan menikah dengan pria yang tepat. Aku ingin melihatnya bahagia dan memiliki keluarga yang harmonis. Tapi…

Sarah adalah tipe wanita yang tidak percaya pada pernikahan dan komitmen. Ia selalu mengatakan bahwa pernikahan itu hanya membuang-buang waktu dan uang. Ia lebih memilih untuk menikmati kebebasannya dan menjalin hubungan dengan siapa pun yang ia sukai. Ia pernah berkata, “Kalau mau cari cowok yang setia dan bisa diajak komitmen seumur hidup, mendingan nikah sama Siberian husky aja deh. Dijamin lebih setia dan nggak bakal selingkuh.” Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar ucapannya. Aku berharap suatu saat nanti ia akan berubah pikiran dan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.

1
suhardi wu
ceritanya menarik, gaya bahasanya mudah dimengerti. mantap lah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!