Area ehem ehem! Yang bocil harap Skip!!!
Bagi Candra, sang Casanova, tidak ada perempuan yang bisa dia ajak serius untuk menjalin suatu hubungan setelah merasa hidupnya hancur karena perceraian sang ayah dan ibunya.
Perempuan bagi Candra adalah miniatur, pajangan sekalian mainan yang hanya untuk dinikmati sampai tetes terakhir.
Namun, kehadiran Lila, seorang gadis yang kini menjadi adik tirinya, membuat dia harus memikirkan ulang tentang cinta. Cinta dan benci hadir bersamaan dalam indahnya jalinan kasih terlarang.
Lalu bagaimana jika larangan itu tetap dilanggar dan sudah melampaui batas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Weather Darling
Kecupan itu masih terasa sama indah, memabukkan, membuat candu. Namun, saat Kalila membuka mata, saat itulah ia sadar siapa pria yang tengah beradu hasrat dengannya saat ini. Candra Kumara, kakak tiri sekaligus atasannya di perusahaan, di mana ia sedang magang.
Apa yang sedang mereka lakukan? Kalila membuka matanya lagi, lalu menatap ke kedalaman mata Candra yang juga saat ini sedang melihatnya. Kecupan itu perlahan mengendur, maka Kalila mendorong pelan tubuh kakak tirinya itu namun Candra menahan, menjaga agar Kalila tetap erat di dalam dekapannya.
Ini tentu saja tidak benar. Kalila menggeleng, perlahan hujan masih membasahi keduanya membuat suasana terasa semakin asing tapi malah menghadirkan nuansa intim. Kalila tidak menemukan Candra yang arogan, sombong dan juga suka memerintah seenaknya itu. Saat ini, lelaki itu menatapnya dengan hangat. Mata itu memancarkan kasih sayang yang begitu tulus. Apakah ini aslinya seorang Candra? Apa selama ini, ia hanya berusaha menutupi semua ketulusan yang ada di dalam dirinya dengan sifatnya yang arogan juga urakan dan terkadang membuat siapa pun ingin bersitegang dengannya?
"Kenapa?" tanya Kalila serak, tak sanggup menanyakan hal lain yang lebih panjang tapi ia yakin, Candra pasti mengerti arah pertanyaannya. Semuanya sudah terangkum dalam satu sebuah kata tanya, kenapa.
"Entahlah." Candra juga hanya menjawab dengan satu kata itu disertai dengan gelengan pelan. Ia menatap Kalila bingung juga dengan tatapan lain yang baru kali ini Kalila lihat.
"Kenapa Mas Candra ngelakuin ini sama aku?" tanya Kalila lagi, kali ini dengan lebih berani. Ia menantang Candra, menatap mata lelaki itu meminta jawaban.
"Gua nggak tahu, Kalila, gue nggak tahu." Lagi-lagi hanya Itu jawaban yang Kalila dapatkan. Akhirnya Kalila mendorong lebih kuat kakak tirinya itu. Ia paham apa yang mereka lakukan saat ini adalah suatu kesalahan.
"Kalila," panggil Candra saat Kalila sudah berbalik dan menuju ke arah mobil.
Kalila menghentikan langkahnya, lalu ia merasakan dari belakang tubuhnya direngkuh begitu saja oleh lengan kekar yang sarat dengan perlindungan itu, membuat Kalila nyaman tapi juga membawanya pada satu perasaan bersalah yang begitu nyata.
Hujan masih setia membasahi mereka, membasahi gaun Kalila yang semakin menunjukkan lekuk indah perempuan itu. Candra juga semakin erat mendekapnya dari belakang, hembusan nafas Candra yang hangat terasa di puncak kepala Kalila yang saat ini basah oleh air hujan.
"Kalila, boleh kan gue peluk lo?"
Candra meminta izin kepadanya? Padahal sebelum ini lelaki itu juga sudah sering melakukan hal itu, tapi dengan paksaan dengan Kalila yang terpaksa. Namun, untuk sekarang Kalila bimbang, ia ingin melangkah tapi hatinya memaksa untuk tinggal dan membiarkan Candra mendekapnya erat, membiarkan Candra untuk membagi rasa kasih sayang yang sudah lama tidak pernah Candra berikan kepada wanita manapun. Tapi kenapa harus dia? Seseorang yang notabenenya adalah saudaranya kini walaupun hanya berlabel saudara tiri. Tetap saja ini tak pantas.
"Kita nggak boleh gini, Mas. Inget papa dan mama," kata Kalila pelan. Candra menggangguk tapi tetap juga dipertahankannya rengkuhan kepada Kalila.
"Biarin gue ngerasain lo di bawah rintik hujan ini, Kalila. Gue cuma berharap, setelah hujan ini reda perasaan ini juga sirna."
Pedih sekali Kalila mendengarnya. Ia tidak mengerti dan kurang paham mengapa Candra mengatakan hal itu. Ini sama saja bukan lelaki itu sedang mengungkapkan perasaan terdalamnya hingga rela menjatuhkan harga diri dan kehilangan arogansi yang sudah menjadi ciri khasnya selama ini.
"Mas Candra, kamu adalah laki-laki paling aneh yang pernah aku kenal," kata Kalila pelan tapi Candra bisa mendengarnya. Candra sendiri hanya tertawa kecil, tapi ia tetap meneruskan kegiatannya, memeluk Kalila dari belakang.
Gelanyar apa ini? Kalila tidak pernah tahu. Yang pasti ia merasa begitu nyaman berada di dalam dekapan Candra. Malah tubuhnya memerintahkan untuk tidak bergerak, membiarkan Candra mulai meremas pelan pinggangnya hingga memberikan sensasi tersendiri bagi Kalila.
"Ayo masuk mobil, nanti lo sakit," bisik Candra dan lagi-lagi Kalila hanya menurut.
Masuk mereka ke dalam mobil dalam keadaan basah. Tidak ada kata yang keluar dari mulut keduanya. Rasanya aneh, saat ini mereka merasa seperti dua orang yang tidak mempunyai hubungan apapun sekalipun hanya sebagai saudara tiri, mereka saling melihat sebagai laki-laki dan perempuan dewasa.
"Ayo pulang, Mas," ajak Kalila lirih. Candra menoleh sesaat, ditatapnya wajah yang basah yang tadi sempat diciumnya dengan mesra.
Canda tersenyum singkat, menatap Kalila yang kini hanya menunduk dengan wajah sedikit memerah. Lalu Candra memutar sedikit tubuhnya, dijulurkannya jemari dan kembali diangkatnya dagu Kalila. Ia kembali mendekatkan diri, Kalila lagi-lagi tidak menolak ketika bibirnya disambut berulang kali oleh Candra yang seolah masih menginginkan bibir itu menempel di bibirnya sendiri.
Ini gila! Tapi Kalila tidak bisa berhenti, begitu juga dengan Candra.
Beberapa menit mereka saling berpagutan mesra dengan napas yang mulai terengah-engah, ketika Candra mulai merengkuh Kalila lebih dalam dan merebahkan sandaran mobil, Kalila kembali tersadar.
"Mas Chandra, ayo pulang aja." Kalila sekali lagi mengajak, kali ini dengan bulir air mata yang sudah jatuh.
Candra mengangguk pelan lalu melepaskan Kalila dan meraih jas di belakang kursi mobilnya lalu menyampirkannya ke bahu Kalila dengan lembut.
"Kalila, setelah hujan ini berhenti, gue harap lo bisa lupa dengan kejadian malam ini."
Kalila tak menjawab apapun. Rupanya Candra tahu betul, mereka sudah melanggar satu norma dalam ikatan persaudaraan mereka.
Dan ketika sampai di rumah, Kalila buru-buru masuk ke dalam kamar. Ia segera membasuh tubuhnya yang tadi diguyur hujan juga terasa masih berbekas dekapan Candra.
Kalila memandang tubuh polosnya di depan cermin yang ada di dalam kamar mandi. Ia meraba bibirnya yang basah. Kecupan malam ini terasa begitu aneh.
"Kalila! Tolong berhenti berpikir begitu! Kamu cuma mimpi, gak ada yang terjadi di antara kamu dan Candra!"
Kalila berkata di depan cermin, di depan bayangan dirinya sendiri. Namun, Kalila tetap saja tidak bisa mengenyahkan bayangan Candra. C*uman manis itu masih saja terasa, bahkan hati kecil dan hasrat Kalila kini membuncah hebat. Ia merasa dua benda padatnya mengencang sempurna. Oh Tuhan, apa dia sudah terlihat seperti Sweety ketika sedang birahi?
Kalila menggeleng, secepat mungkin dilangkahkannya kaki keluar kamar mandi. Ia berharap ini semua mimpi. Kalila bergegas menuju lemari, mencari piyama untuk bergegas membawanya tidur.
Ia ingin melupakan semua kejadian ini. Kalila tidak mau melanjutkan kegiatan terlarang tadi, meski naluri kewanitaannya malah menghasut hal yang lain.
"Kamu sudah dewasa, Kalila!" Terjadi perang batin.
"Iya, sudah dewasa! Tapi bukan berarti bisa melakukannya bersama kakak tiri!" Hati yang lain berusaha menyadarkan Kalila.
Kalila terlalu asyik berperang batin, hingga ia tak sadar ada seseorang yang kini berdiri di balik pintu lemarinya.