"Alvaro, kalau kau masih menganggap dirimu anak ayah, maka turuti perintah ini. Ayah tak perduli bagaimana caranya-kau harus menikahi wanita itu. harga diri keluarga ini lebih penting dari egomu!"
---
" Bisakah kau bertahan, demi aku demi kita atau demi anak itu."
" Itu bukan pilihan karena dari awal memang akulah yang salah, aku lah penjahatnya, orang-orang tetap akan tau bahwa akulah pelakornya"
"Jangan tanya kenapa aku tinggal. Tanyakan kenapa hatiku tidak bisa pergi."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lulu yuningtias, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 32
"Silahkan nyonya" Pak San membuka pintu mobil untuk nyonya nya.
"Terima kasih pak San" jawab Nayla dengan tersenyum. Lalu Nayla duduk di sebelah Alvaro
"Gadis bodoh kenapa lama sekali?" Celetuk Alvaro tanpa melihat ke arah Nayla
"Maaf tadi..." Nayla melihat ke arah Alvaro yang berwajah datar.
"Pletak" tangan Alvaro menjitak kepala Nayla
"Aw" pekik Nayla sambil mengusap-usap jidatnya.
"Itu hukuman mu karena kau lupa untuk bersikap mesra di hadapan Dina". Alvaro menatap tajam kedepan tanpa melihat ke arah Nayla.
"Iya maaf tuan aku lupa. Tapi tuan bukan kah kita terlihat kejam pada mba Dina?" Tanya Nayla yang terus-menerus mengusap usap jidat nya "Oh, pantas saja dia tadi bersikap mesra dan memanggilku sayang" gumam Nayla dalam hati
"Kau mau di antar kemana?" tanya Alvaro dengan dingin, tidak menjawab pertanyaan Nayla. Ia terlihat sibuk dan mengetik sesuatu di laptop nya
"Kerumahku tuan. Aku ingin mengambil baju kerjaku karena hari ini aku sudah harus masuk kerja tuan". Ujar Nayla "mungkin juga aku harus menjelaskan kejadian kemarin ke Raka dan beberapa kerabat ibu" Lanjut Nayla dalam hati. Memalingkan wajahnya agar menghadap jendela mobil agar siapapun tidak melihat perubahan ekspresi wajahnya.
"Kerja?" Alvaro menghentikan ketikan di laptop nya dan menatap ke arah Nayla.
"Iya, tuan pasti tau kalau aku ini berkerja di cafe, kan?" Nayla menjelaskan pada Alvaro.
"Aku tidak mengizinkan kau untuk bekerja lagi apa kata orang-orang kalau tau aku menikahi wanita club malam". Kata Alvaro yang sebenarnya sudah mengetahui kalau Nayla sudah tidak bekerja disana. Melainkan di cafe tempat nongkrong para muda mudi.
"Maaf tuan ya. Aku sudah tidak bekerja disana" kata Nayla ketus karena itu sama saja Alvaro mengingatkan pertemuan pertama mereka.
"Kau tidak perlu bekerja lagi, bukankah semua kebutuhan mu sudah ku penuhi. Aku bahkan sudah membiayai pengobatan ibu mu dan sekolah adik mu" Alvaro kembali menatap laptop
"Tidak bisa begitu tuan. Aku masih punya tanggung jawab di cafe itu. Tidak mungkin aku keluar begitu saja". Ujar Nayla melayangkan protes nya
"Terserah mu saja". Ujar Alvaro dengan melihat Nayla sekilas.
Disepanjang perjalanan tidak ada lagi yang berbicara satu sama lain. Hanya ada Nayla yang mengomel dalam hati di temani keheningan di dalam mobil. sampai akhirnya mobil berhenti di depan rumah kontrakan sederhana ber cat putih.
"Terima kasih tuan" Nayla membuka pintu dan menutup nya kembali.
Kemudian mobil berjalan menjauh meninggalkan Nayla yang masih berdiri menatap mobil yang menjauh.
"Naik apa dia dari rumahnya ke tempat kerja?. Gumam Alvaro hati yang baru menyadari setelah mobil telah menjauh dari rumah Nayla
"Tuan apa kau memikirkan sesuatu?" Leo tau betul bahwa tuan nya sedang memikirkan sesuatu. Leo yang tadi duduk di depan kini telah pindah duduk di samping Alvaro.
"Apa perlu aku menelepon orang rumah mengirim mobil untuk mengantarkan nyonya Nayla ke tempat kerja?" ujar Leo yang tau pikiran tuan muda nya
"Tidak perlu" ujar singkat Alvaro.
Pintu rumah itu masih sama. Cat nya mulai mengelupas, tapi tetap hangat di mata Nayla.
kontrakan kecil dipinggir kota yang selama ini menjadi tempatnya pulang. Dengan langkah pelan, Nayla memegang gagang pintu.
"Dek". Nayla membuka pintu mencoba memanggil raka-adiknya. Tapi sama sekali tidak ada respon. "Mungkin Raka ada urusan di luar". Gumam nayla
Nayla berlalu begitu saja menuju kamarnya saat tidak mendengar respon apapun dari dalam rumah. Ia menuju kamar dan mengemasi beberapa baju yang di perlukan nya.
Nayla berdiri diruang tamu sendirian. Matanya basah, dadanya sesak. Rumah ini dulu tempatnya bercerita. tempat nya menangis, tertawa, bahkan melarikan diri dari dunia. Ia melihat foto yang terpajang di ruang tamu itu.
"Bagaimana jika ibu mengetahuinya?" Tanya Nayla dengan melihat foto ibunya
"Bu, jangan marah dengan Nayla. Nayla tak punya pilihan Bu". Berbisik dengan masih melihat foto ibunya
Nayla meninggalkan rumah dengan pandangan orang-orang disekitar rumah itu. Dia tidak punya waktu untuk menjelaskan dan tidak ingin menjelaskan. Karena ia tau orang yang benci tak akan percaya dan orang yang percaya tidak butuh itu.
Dia hanya butuh waktu untuk melewati semua ini
biar enak aja kak bacanya.... mnulis itu selain mmbtuhkn kreatifitas tinggi tp tata bahasa jg hrs dprhtikn, shgga mnjadi bacaan yg enak d baca..
Aku udah mampir. Jangan lupa mampir juga