Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Langit berwarna jingga keemasan saat mobil Xera berhenti di depan sebuah villa kuno nan anggun milik keluarga Smith. Bangunan itu dikelilingi pohon cemara tinggi dan danau kecil yang tenang, memantulkan cahaya senja seperti cermin alami.
Max membuka pintu mobil untuk Xera, lalu membungkuk sopan.
“Selamat malam, Nona Xera. Silakan masuk. Tuan Lucane sudah menunggu.”
Xera turun perlahan, mengenakan gaun satin champagne yang dipilihnya bersama Zee. Rambutnya ditata simpel, dengan anting mutiara kecil menghiasi kedua telinganya. Sepatu hak pendek berbunyi lembut di atas batu marmer halaman villa.
Pintu terbuka otomatis saat ia mendekat.
Di dalam cahaya lilin menyala lembut. Ruangan besar itu kosong dari siapa pun kecuali satu meja makan panjang di tengahnya namun hanya diatur untuk dua orang. Musik klasik mengalun pelan dari sudut ruangan.
Lucane berdiri di ujung meja, mengenakan setelan hitam elegan, dasi tak terlalu ketat, dan rambutnya tertata rapi.
Saat melihat Xera, pria itu terdiam sejenak. Matanya menelusuri seluruh sosok wanita di hadapannya, lalu sebuah senyum kecil muncul.
“Kau terlihat…”
Dia terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan nada yang tidak biasa
“… seperti seseorang yang bahkan aku tidak yakin layak untuknya.”
Xera menahan senyum dan berkata pelan, “Kau yang menyuruhku memilih gaun paling kusukai.”
“Dan aku menyadari, pilihanmu jauh lebih indah dari yang kubayangkan.”
Lucane menarikkan kursi untuk Xera, lalu duduk di hadapannya. Makan malam pun dimulai.
Hidangan demi hidangan pun datang, tidak mewah berlebihan, tapi disiapkan khusus dengan sentuhan pribadi. Xera memperhatikan menu sup yang dia suka, pasta dengan saus ringan, bahkan teh herbal kegemarannya disajikan hangat di tengah dinginnya malam.
“Apa ini semua kau yang siapkan?” tanya Xera, tidak bisa menyembunyikan keheranannya.
Lucane mengangguk. “Aku tidak bisa memasak. Tapi aku bisa memerintah dengan sangat spesifik.”
Xera tertawa pelan. Tawa yang membuat malam itu terasa lebih hangat dari api di perapian dekat mereka.
Setelah hidangan utama selesai, Lucane berdiri. Lalu berjalan ke arah piano tua di sudut ruangan. Dia membuka penutupnya, lalu mulai memainkan beberapa nada pelan. Tidak sempurna tapi cukup untuk membuat Xera tertegun.
“Kau bisa bermain piano?” tanyanya.
Lucane hanya menjawab, “Tidak. Tapi untukmu, aku mau belajar.”
Setelah beberapa nada yang tidak stabil namun penuh usaha, dia menutup kembali piano itu lalu berjalan ke arah Xera dan berlutut perlahan.
Dari sakunya, dia mengeluarkan sebuah kotak cincin baru bukan seperti malam sebelumnya, tapi kali ini, berlapis emas putih dan berlian kecil dengan ukiran inisial ‘L & X’.
“Yang semalam adalah janji.”
“Yang malam ini adalah keputusan.”
“Xera. Dalam dunia yang penuh pengkhianatan, kekerasan, dan topeng
Kau adalah satu-satunya hal yang membuatku ingin membuka semua lapisan itu.
Menikahlah denganku. Bukan hanya karena cinta tapi karena aku tidak bisa membayangkan bertahan tanpamu.”
Xera menatapnya, mata berkaca-kaca.
“Lucane…”
Dia pun mengangguk pelan.
“Ya. Aku mau.”
Lucane memasangkan cincin itu di jari manis Xera cincin kedua, bukan untuk mengganti yang pertama, tapi melapisinya seperti tekad mereka.
Malam itu, dua jiwa yang selama ini hidup dalam bayangan, akhirnya duduk dalam cahaya meski tahu kegelapan masih menunggu di luar.
Xera memandang langit dengan tatapan penuh arti
"Pa,ma Xera yakin papa dan mama bisa melihat Xera dari sana. Pria ini calon suami Xera, semoga kalian merestui kami ma pa" batin Xera
sedangkan Lucane masi setia menatap Xera gadis cantik yang membuat hati nya terus bergetar dan membuat nya menemukan cahaya di tengah gelap nya jalan nya.
dari tempat lain Max memotret beberapa momen mereka dan mengirim nya kepada Juan dan Domanic.
"Raja iblis menemukan hati nya yang hilang" tulis Max di pesan nya.
* * * *
Kediaman kakek Revantra Ruang Doa Leluhur
Ruang tua itu sunyi. Hanya nyala dupa dan cahaya matahari dari jendela tinggi yang menemani. Tuan Revantra, dengan jubah gelap, berdiri mematung di depan altar keluarga. Wajahnya keras. Diamnya penuh amarah.
Di belakangnya, Kepala Pelayan Dami dan Asistennya Natan berdiri tegang. Dalam genggaman Natan, sebuah ponsel dengan layar menyala gambar Lucane tengah melamar Xera. Foto itu sengaja di kirim oleh Max kepada Natan.
“Jadi akhirnya dia benar-benar melakukannya,” gumam Revantra pelan, namun penuh tekanan.
Natan tidak berani menanggapi. Hanya menunduk.
“Aku sudah menyiapkan jalan yang baik, dia memilih cinta. Kenapa semua orang benar bener di butakan dengan cinta.”
Tuan Revantra membalikkan badan perlahan. Mata tuanya masih tajam tatapan seorang yang telah melihat banyak darah dan kehilangan.
“Hubungi keluarga Asmara. Kita akan mengakhiri pertunangan itu.”
Natan terbelalak, tapi segera mengangguk dan bergegas.
Bagaimana pun tuan Revantra menghargai keputusan kedua pasangan yang saling ingin menyatu itu.
* * * *
Ruang kerja pribadi Lucane – malam hari
Lampu gantung besar hanya menyala separuh, menyisakan bayangan-bayangan panjang di dinding kayu gelap.
Lucane duduk di sofa panjang sambil membaca dokumen, tapi matanya jelas tidak fokus. Pintu terbuka pelan.
Xera masuk, mengenakan pakaian rumah sederhana dan rambut dikuncir rendah. Wajahnya sedikit ragu, tapi ada yang ingin
Dia katakan.
Lucane menatapnya. Sekali lihat, dia tahu Xera sedang menyimpan sesuatu.
“Ada yang kau pikirkan?”
Xera duduk perlahan di sampingnya. Lalu berkata tanpa berputar-putar
“Kemarin aku bertemu dengan kakekmu.”
Lucane menutup dokumen, meletakkannya ke meja. Tatapannya langsung tajam.
“Dia yang memanggilmu?”
Xera mengangguk pelan. “Dia tidak mengatakan dengan kasar tapi jelas sekali, dia tidak suka hubungan kita.”
Lucane menarik napas dalam. Tapi wajahnya tetap tenang. Matanya memandang lurus ke depan.
“Aku sudah tahu itu,” ujarnya datar. “Kakek tidak pernah tinggal diam pada hal yang dia anggap keluar dari rencana keluarga.”
Dia menoleh pada Xera, lalu berkata dengan suara yang lebih dalam, namun lembut,
“Tapi aku bukan anak yang bisa diatur. Aku tidak akan menyerah hanya karena leluhur tidak menyukai jalan yang kupilih.”
Xera menatapnya, menahan napas. “Lucane, aku hanya takut aku bukan orang yang cukup kuat untuk menghadapi dunia ini. Apalagi jika itu berarti membuatmu harus melawan keluargamu sendiri.”
Lucane menangkup tangan Xera, menggenggamnya erat.
“Xera hubungan ini bukan tentang siapa yang lebih kuat. Tapi tentang siapa yang bertahan meski dunia menyuruhnya menyerah.”
“Aku sudah memilihmu. Aku akan menjatuhkan siapa pun yang menyentuhmu termasuk masa laluku sendiri.”
Xera menunduk, air matanya menggenang tanpa tumpah. Bukan karena sedih tapi karena dia akhirnya tahu cinta yang dia miliki sekarang bukan hanya tentang perasaan, tapi perlindungan, keberanian, dan pertaruhan.
"Terimakasih telah memberiku keyakinan di saat diriku tidak meyakini keputusan yang aku pilih" ucap Xera
"Kita sudah memulai nya Xera, aku tidak akan goyah dengan keputusan ini" jawab Lucane
* * * *