NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri, Selingkuh Dengan Ayah Mertua

Balas Dendam Istri, Selingkuh Dengan Ayah Mertua

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Reinkarnasi / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:23.2k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.

Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?

"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.

"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dilema

Noura menyeringai kecil melihat wajah Mia yang mulai panik. “Kenapa? Takut?” godanya.

“Ah… nggak, nggak usah,” jawab Mia cepat, suaranya sedikit gemetar.

Noura mendekat selangkah, menatapnya tajam. “Kalau memang tidak salah, kenapa harus takut?”

Mia menggigit bibirnya, jelas merasa terpojok. Ia tau Noura bukan orang yang bisa dengan mudah dipermainkan. Situasi kali ini berbeda. Dulu, mungkin ia bisa menjatuhkan Noura, tapi sekarang…

“Ah, kakiku sakit…” Mia meringis pura-pura kesakitan.

Beberapa karyawan di sekitar mulai panik. “Astaga, kasihan sekali. Haruskah kita membawanya ke klinik?” Gumam seseorang.

Namun, Noura tidak tertarik dengan drama murahan itu. Tanpa sepatah kata, ia berbalik dan pergi.

Mia tersenyum puas, mengira Noura takut dan memilih pergi begitu saja. 'Hah, lihat saja, Bu Sekretaris belagu itu tak bisa melawan'  Batinnya.

Namun, tak butuh waktu lama, Noura kembali dengan langkah cepat. Tangannya memegang ponsel, wajahnya terlihat tenang tapi menusuk.

“Bu, kau ini main pergi saja. Mia di sini kesakitan!” Seorang karyawan menegur.

Noura hanya tersenyum dingin. Ia mengangkat ponselnya, memperlihatkan sebuah video. “Oh ya? Lihat ini dulu. Saya baru minta video CCTV di pusat pengawasan.”

Semua mata tertuju ke layar ponsel Noura. Dalam rekaman CCTV, terlihat jelas bagaimana Mia dengan sengaja meraih tangan Noura, lalu menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai. Tidak ada dorongan dari siapa pun.

Ruangan itu mendadak hening.

“Lihat, dia jatuh sendiri,” ujar Noura, suaranya terdengar puas.

Para karyawan saling bertukar pandang. Beberapa mulai merasa malu karena terlalu cepat memihak Mia tanpa bukti.

Mia sendiri langsung panik. Wajahnya pucat, tangannya gemetar. “A-aku… aku cuma belum sarapan. Aku pusing…” kilahnya, mencari alasan.

Noura mendengus. “Sudahlah, kebanyakan drama. Kalian semua, kembali ke pekerjaan masing-masing. Tidak ada yang perlu ditolong di sini.”

Para karyawan akhirnya beranjak pergi, meninggalkan Mia yang masih berdiri dengan wajah merah padam karena malu.

"Kau juga bekerjalah anak magang." Ucap Noura sinis lalu pergi dari sana.

Mia mengepalkan tangannya erat, matanya menatap penuh kebencian ke arah Noura.

'Dasar Noura! Sialan! Aku akan membalasmu!' Gumamnya dalam hati.

Noura akhirnya kembali ke pekerjaannya dan menghela napas pelan sebelum kembali fokus. "Maaf, Pak Jhon, jika saya lama," ucapnya dengan sopan.

Jhon mengangkat wajahnya dari layar komputer dan tersenyum tipis. "Ah, tidak apa-apa. Tapi, tadi ada masalah?" Tanyanya dengan nada ingin tau.

“Semua sudah beres, Pak Jhon,” jawab Noura tenang, lalu melanjutkan tugasnya dengan cermat.

Di sisi lain, ponselnya bergetar. Darrel mengirim pesan.

Darrel: Bagaimana progresnya? Bisa kirimkan data untuk memenuhi tugasku?

Noura menyipitkan mata. Ia tau Darrel tidak akan diam sebelum mendapatkan yang dia butuhkan.

Kali ini, Noura memutuskan untuk memberikan data asli agar pria itu bisa diterima dengan baik di kantor.

Setidaknya, untuk sementara waktu, Darrel tidak akan bertingkah macam-macam padanya.

'Aku akan membuatmu terbang tinggi lebih dulu, Darrel… Kalian semua akan masuk ke perangkapku,'  batin Noura sambil menyeringai kecil sebelum mengirimkan file yang diminta.

Beberapa hari kemudian, kabar baik datang—Darrel berhasil diterima sebagai karyawan tetap lebih dulu.

"Selamat, Darrel," kata seseorang di kantor.

Darrel yang senang mengerjakan tugasnya dengan baik hampir tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Ia mendekati Noura dengan wajah berseri.

"Terima kasih, ya. Maaf, kemarin aku sempat meragukanmu," katanya dengan tulus, tangannya terangkat, ingin memeluk Noura sebagai ungkapan terima kasih.

Namun, Noura dengan cepat menghindar, menahan dada Darrel dengan tangannya agar pria itu tidak semakin dekat. “Sama-sama. Bekerjalah dengan baik di sini,” ucapnya datar.

Darrel terkekeh kecil, lalu mundur selangkah. "Baiklah, baiklah…"

Tepat saat itu, Noura melirik ke arah lain dan melihat Mia yang sedang mengamatinya dari jauh. Tatapan Mia penuh kebencian dan rencana tersembunyi.

'Bagus… Mereka sudah masuk perangkap'

Noura menyeringai tipis, matanya berbinar dengan kepuasan. Permainan baru saja dimulai.

Noura memperhatikan sejak awal bagaimana Mia berusaha menarik perhatian Darrel.

Dia tau gadis itu tidak akan tinggal diam melihat Darrel semakin dekat dengannya. Dan benar saja, Mia mulai bergerak.

“Darrel~” Mia bersandar di meja pria itu dengan nada menggoda, jemarinya bermain di tepi permukaan kayu dengan gerakan pelan.

Darrel menatapnya sekilas, lalu kembali fokus ke layar komputer. “Mia? Ada apa? Ini masih jam kerja.” Suaranya terdengar datar, tapi jelas ada ketidaknyamanan di sana.

Mia cemberut, menggigit bibirnya dengan manja. “Aku cuma ingin diperhatikan sebentar…”

Darrel menghela nafas, mencoba tidak terpancing. Namun, Mia tidak menyerah.

“Sebentar lagi kamu pulang ke rumah Noura, kan?” Tanyanya dengan nada lembut yang disengaja.

“Iya dia kan masih istriku,” jawab Darrel singkat.

Mia menatapnya dalam-dalam, lalu mendekat, berbisik di telinganya, “Bantu aku ke gudang sebentar.”

Darrel mengernyit. “Gudang? Buat apa?”

“Tenang saja… Hari ini nggak ada orang di bawah sana,” balas Mia pelan, suaranya terdengar seperti bisikan rahasia.

"Dan.. aku nggak pakai apa-apa dibawah sini, Darrel.." Bisik Mia lagi.

Darrel menelan ludah, ekspresinya ragu. Tapi saat Mia menggandeng tangannya dan menariknya menuju gudang, dia tidak menolak.

Di dalam gudang—

Ruangan itu gelap dan sepi, hanya ada tumpukan barang-barang lama yang tertata berdebu. Cahaya lampu redup membuat suasananya semakin terasa tertutup dari dunia luar.

Mia berdiri di hadapan Darrel, matanya berkilat penuh keinginan. “Di sini nggak ada yang bisa melihat kita…” Bisiknya, ujung jarinya menyentuh lengan Darrel dengan perlahan.

Darrel meneguk ludah, napasnya sedikit tidak stabil. Mia semakin mendekat, senyumnya menggoda.

Mia menekan tubuh Darrel ke tumpukan kardus, matanya berkilat penuh gelora.

“Aahh… Darrel…” Mia mengeluarkan suara manja lirih, tangannya mencengkeram lengan pria itu dengan erat.

Darrel memejamkan mata, larut dalam dosa yang mereka jalankan di ruang tersembunyi itu.

'Mungkin Noura istrinya, tapi akulah yang bisa menghiburnya…'  Batin Mia penuh kepuasan.

Namun…

Di luar, Noura sudah ada di sana.

Ia mendengarkan semuanya, ekspresinya datar.

Suara samar dari dalam gudang cukup memberinya gambaran tentang apa yang sedang terjadi.

Di dalam sana Noura sudah menaruh perekam suara dan ia sudah bisa menabak gudang ini akan dipakai untuk melakukan hal yang tidak terpuji.

Senyuman tipis terbentuk di bibirnya.

"Teruslah berbuat kalian, aku juga tidak akan kalah."

Jam Makan Siang

Noura sengaja menunggu di meja Darrel, menunggunya kembali dari gudang. Saat pria itu akhirnya muncul, ia langsung terlihat gugup.

Pandangannya berkeliaran ke segala arah, seakan mencari cara untuk menghindari kontak mata dengannya.

Noura tersenyum tipis. “Kemana saja kamu, sayang?” Tanyanya lembut, nada suaranya terdengar biasa, tapi ada sesuatu di balik tatapannya yang membuat Darrel kaku di tempat.

Noura lalu meletakkan sebuah sandwich di atas meja Darrel. “Aku bawakan ini untukmu. Makanlah dengan baik, ya.”

Darrel menelan ludah seraya mendekat. Begitu sandwich itu diletakkan, aroma parfum wanita yang pekat menyeruak dari tubuh Darrel.

Noura pura-pura tak peduli, tetap memasang ekspresi tenang. “Aku tunggu nanti di rumah,” lanjutnya sebelum berbalik pergi.

Darrel hanya bisa mengangguk tanpa suara, tangannya mengepal di bawah meja.

Di Ruang Kerja Zayn

Noura baru saja duduk ketika Zayn menatapnya dengan lembut, tapi ada sorot tajam dalam pandangannya.

“Apakah aku tidak mendapatkan sandwich juga?” Tanya Zayn santai.

Noura menaikkan alisnya. “Daddy mengawasiku sampai sejauh itu?” Godanya, meskipun dalam hati ia cukup terkejut.

Zayn tersenyum samar. “Aku sudah bilang kalau aku cemburuan.”

Noura menghela nafas. Ia tau Zayn memang memiliki sifat posesif, tapi kali ini ekspresinya tampak lebih serius.

“Apa Daddy mau kubelikan juga?” Tawarnya.

Namun, Zayn hanya menatapnya dengan intens sebelum tiba-tiba menarik tangannya. “Aku mau yang lain.”

Noura tersentak. Sebelum sempat bertanya, Zayn sudah mendekat, seolah berniat menciumnya—

Tok tok tok!

Ketukan di pintu menghentikan momen itu. “Pak Zayn, ini makan siang Anda.”

Suara John terdengar dari luar, dan pintu terbuka, memperlihatkan pria itu dengan sebuah nampan berisi makanan.

Zayn mendesah pelan, sementara Noura hanya menatapnya dengan senyum jahil.

“Ternyata Daddy tetap dapat makanan juga,” gumamnya sambil terkekeh kecil.

Zayn menatap Noura dengan ekspresi datar, tapi matanya menyiratkan ketidaksabaran. Kehadiran John memang benar-benar mengganggu momennya barusan.

“Letakkan di meja,” ucapnya singkat.

John mengangguk dan menaruh nampan makan siang di hadapan Zayn.

“Silakan dinikmati, Pak.” Setelah itu, Jhon bergegas pergi, menutup pintu di belakangnya.

Begitu pintu tertutup, keheningan sejenak menyelimuti ruangan. Zayn menyandarkan tubuhnya di kursi, lalu kembali menatap Noura yang masih duduk santai di depannya dengan ekspresi menggoda.

“Kamu senang melihatku menderita, ya?” Gumam Zayn, nada suaranya sedikit rendah.

Noura tersenyum tipis. “Kenapa Daddy bertanya begitu?”

Zayn tak menjawab. Ia mengambil garpu, tapi tidak langsung makan. Matanya tetap tertuju pada wanita di depannya.

“Ah, aku jadi kehilangan selera makan,” ucapnya datar.

Noura pura-pura terkejut. “Oh? Lalu, Daddy mau makan apa?”

Alih-alih menjawab, Zayn berdiri dan berjalan menghampirinya. Noura tersadar situasinya mulai berubah.

Noura bersiap mundur, tapi tangan Zayn sudah lebih dulu menekan sandaran kursinya, membuatnya terperangkap.

“Mungkin aku lebih ingin memakanmu,” bisik Zayn di telinganya.

Noura menahan napas. “Daddy…”

Zayn menatap wajahnya dengan penuh minat, bibirnya melengkung tipis. “Sayangnya, ada banyak pekerjaan hari ini, jadi aku harus menahan diri.” Ia kemudian menarik tubuhnya kembali, seakan sengaja membuat Noura penasaran.

Noura menghela nafas pelan, mencoba mengendalikan debaran jantungnya.

“Dasar, Daddy selalu saja menggodaku…” Gumamnya, berpura-pura kesal.

Zayn tertawa kecil. “Nanti malam aku akan menghabiskan lebih banyak waktu dneganmu. Datanglah ke kamarku ya.”

Noura pura-pura tidak mendengar. Tapi dalam hati, ia tau pria itu tidak sedang bercanda.

"Tapi bukannya Darrel juga akan ada dirumah nanti?" Tanya Noura dan ekspresi Zayn langsung berubah.

Zayn mengepalkan tangannya erat, menahan gejolak amarah yang mulai menguar dari dalam dirinya.

Pria itu menarik nafas dalam, mencoba mengendalikan emosinya.

“Ya dia di rumah tapi, aku harap kamu menepati janjimu untuk sering ke kamarku, Noura,” ucapnya, suaranya terdengar lebih dalam dan tegas dari sebelumnya.

Noura menatap Zayn sejenak sebelum mengangguk pelan. “Ya… Aku juga menebak kalau Darrel tidak akan pulang ke rumah.”

Dan benar saja—Darrel tidak pulang ke rumah saat malam.

Seperti yang sudah diduga Noura, pria itu pasti menghabiskan waktunya di luar, kemungkinan besar bersama Mia.

...****************...

Setelah lega Darrel tidak ada di rumah, Noura melangkah turun dari lantai atas dengan niat menemui Zayn.

Mungkin untuk berbicara sebentar, mungkin untuk menggoda pria itu seperti biasanya. Tapi sebelum sempat membuka mulut, langkahnya terhenti di anak tangga terakhir.

Pemandangan di depannya terasa begitu asing.

Zayn berdiri diam di ruang tamu, tubuhnya tegap namun tampak tegang. Kedua tangannya terselip di saku celana, namun tatapannya terpaku pada sesuatu di meja kecil di depannya.

Sebuah figura foto.

Noura memicingkan mata, berusaha melihat lebih jelas.

Itu… foto pernikahan.

Dada Noura mencelos saat menyadari apa yang sedang pria itu tatap.

Itu bukan sembarang foto. Itu foto pernikahan Zayn dengan mantan istrinya.

Pria itu berdiri di sana, diam membisu, seolah dunia di sekelilingnya telah lenyap.

Matanya yang biasanya tajam dan penuh godaan kini terlihat lain. Sorotnya dalam, gelap, menyimpan sesuatu yang sulit ditebak.

Apakah itu..

Kerinduan?

Kesedihan?

Penyesalan?

Atau semua itu bercampur menjadi satu?

Jari-jarinya terulur pelan, menyentuh bingkai foto itu dengan sentuhan halus.

Untuk pertama kalinya juga, Noura merasa seolah dirinya adalah orang asing. Seakan, sejak awal, ia memang tidak pernah benar-benar mengenal Zayn dan bagaimana perasaan pria itu?

Dada Noura terasa sesak. Tiba-tiba, semua terasa salah. Keberadaannya di rumah ini, hubungannya dengan Zayn.

Jantungnya berdegup lebih cepat, bukan karena gugup, bukan karena marah—tapi karena sesuatu yang mencengkeram hatinya dengan kuat.

Rasa sakit.

Kenapa aku yang sakit?

Kenapa aku yang merasa seolah aku yang kalah?

Bukankah dia hanya alat yang membantuku untuk balas dendam? Bukankah dia  tidak berarti apa-apa untukku?

Lalu kenapa aku merasa seakan dunia runtuh hanya karena pria ini menatap foto istrinya?

Noura menggigit bibirnya keras-keras, berusaha menahan emosi yang tiba-tiba menggelegak di dadanya. Matanya mulai panas, pandangannya kabur.

Dia tidak bisa berada di sini. Dia tidak boleh terlihat seperti ini. Tanpa pikir panjang, Noura berbalik dan berlari menaiki tangga.

Zayn segera sadar, “Noura!”

Suara Zayn terdengar dari bawah, mengejarnya. Tapi Noura tidak berhenti.

Langkahnya semakin cepat, lututnya hampir lemas, tapi dia terus memaksakan diri.

Sampai akhirnya, begitu ia masuk ke kamarnya, Noura membanting pintu dengan kasar. Tangannya gemetar saat memutar kunci.

Klik.

Pintu terkunci dan ia berdiri di baliknya, tubuh bersandar pada kayu dingin itu, dadanya naik turun.

Tok. Tok. Tok. 

Suara ketukan pelan terdengar beberapa detik kemudian. “Noura, buka pintunya.”

Nada suara Zayn lembut, tapi ada sesuatu di sana yang membuat Noura semakin ingin bersembunyi.

Noura tidak menjawab, bahkan ia tidak bergerak. Tapi air matanya jatuh begitu saja.

Kenapa aku menangis?

Dia yang mengingat istrinya.

Dia yang mungkin masih mencintai wanita itu.

Kenapa aku yang merasa sakit?

Kenapa aku yang merasa seakan aku yang dibuang?

Noura mengepalkan tangannya erat-erat, merasakan kukunya menekan telapak tangannya.

Noura ingin menenangkan dirinya, tapi yang ada hanyalah kekosongan yang semakin membesar dalam dadanya.

Kenapa rasanya ini begitu menyakitkan? Sebenarnya apa yang kurasakan padanya?

1
nur adam
ljut
nur adam
lnjut
nur adam
lnjut.. crita bgs thoor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!