Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.
Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.
Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.
Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.
"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.
"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.
*
*
Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.
Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Siang ini, semua orang rumah dikejutkan dengan kedatangan Yusuf, tak halnya dengan sang kakak-Huda. Sejak mengantarkan Jesica tadi, Huda masih enggan untuk pulang.
Wajah tampan itu mengembangkan senyum hangat, masuk kedalam rumah sambil menenteng paperbag tadi.
"Assalamualaikum ...."
Huda berjalan keluar, "Walaikumsalam, kamu pulang lagi? Ngapain?" Huda Yahya masih mengernyit, menatap sang adik dengan penuh keterkejutan.
Umi Khadijah yang baru keluar dari kamar, kini juga terhenyak melihat putrnya pulang tanpa berkabar. "Yusuf ... Kok pulang nggak kasih kabar ke Umi?!" pandangan Umi jatuh pada paperbag yang dibawa putranya.
"Umi ... Jesica mana?" Yusuf mengedarkan pandangan keseluruh rumah, namun ia tidak menemukan wanita hamil itu.
Huda memalingkan wajah sembari menatap jengah. "Ada perlu apa kamu mencarinya?"
Umi Khadijah mengusap lengan putranya. Kedua manik mata itu berubah sendu, "Yusuf ... Jesica baru saja pulang, Nak! Dia sudah kembali ke Negaranya!"
Deg!
Yusuf sontak menoleh. Wajahnya tersentak, hingga paperbag itu terjatuh diatas lantai. "Sejak kapan Jesica pergi?" sorot mata Yusuf seakan tidak rela.
"Baru tadi pagi, diantarkan sama Mas mu. Tapi Umi rasa ... Itu adalah keputusan yang baik, Yusuf! Di sini Jesica pasti akan semakin terluka, apalagi ia harus merasakan sakitnya seorang diri!" jabar Umi Khadijah mencoba berbesar hati.
Melihat itu, Huda Yahya langsung melenggang pergi. Ia tahu, jika adiknya juga menyimpan rasa terhadap Jesica.
Dan kini, Yusuf menjatuhkan tubuhnya diatas sofa. Ia tertunduk lesu, memandang paperbag tadi. Padahal, ia sudah antusias pergi ke baby shop, memilihkan baju bayi untuk anak Jesica nanti.
Sudah terlanjur pulang, setidaknya ia tidak ingin memperlihatkan kekecewaannya saat ini kepada sang Ibunda. Yusuf bangkit, pamit menuju kamarnya.
*
*
*
~Singapore~
Dua parubaya itu menitikan air mata, berdiri diambang pintu, kala menyambut putri semata wayangnya. Nyonya Vera mengurut dadanya, kala ia melihat sang putri sudah turun, berjalan dengan perut besarnya.
"Selamat datang kembali, Sayang! Ya Tuhan ...." Nyonya Vera memeluk tubuh putrinya, serta mengusap lembut perut Jesica.
"Kenapa nangis, Mah, Pah ... Jesica nggak papa! Mamah dan Papah pasti bahagia 'kan ... Sebentar lagi kalian akan menimang cucu," Jesica mengedarkan tatap kearah orang tuanya. Ia mencoba berbesar hati.
Tuan Doms mengangguk lemah, mencoba tersenyum. "Ayo masuk!" ia merengkuh dua pundak Jesica, begitu juga dengan Ester.
Jesica sudah menguatkan hatinya, agar ia tidak kembali menangis. Disinilah, dan di rumahnya inilah, ia akan memulai kehidupan yang baru dengan sang buah hati nantinya. Jesica tidak ingin terlena kembali dengan cinta. Setelah anaknya lahir nanti ... Ia akan menfokuskan hidupnya untuk sang anak saja.
Ester sudah menceritakan semuanya kepada orang tua Jesica. Sejujurnya Tuan Doms tidak terima, lagi-lagi putrinya disia-siakan begitu saja. Namun, ia urungkan niatnya untuk membalas, mengingat Jesica pada saat itu masih kasian terhadap suaminya. Biar bagaimana pun, Rasyid adalah Ayah dari bayinya.
Setelah selesai acara makan siang, Jesica pamit menuju kamarnya untuk melakukan sholat dhuhur terlebih dulu.
Ceklek!!!
Jesica tersenyum ketika melihat kamarnya masih terawat begitu indah. Baunya sangat harum, dan seprei bewarna merah hati itu masih terlihat bersih. Barang-barangnya juga tidak ada yang berubah.
Pandanganya jatuh kearah paperbag yang diberikan Huda Yahya tadi. Untuk sejenak, Jesica hampir lupa mengabari pria dewasa itu. Ia mengambil gawainya, lalu segera mengirim pesan.
'Mas Huda ... Alhamdulillah, saya sudah sampai dirumah.'
Dan tak menunggu waktu lama, pesan tadi langsung mendapat balasan.
'Alhamdulillah! Jaga kesehatan, Jesica. Jangan lupa meminum susu hamilnya! Saya tahu, kamu sering lupa akan hal itu.'
Jesica mengulas senyum hangat. Baru saja ia bangkit, dan ingin mendekat kearah nakas didepannya, tiba-tiba saja pintu kamarnya terketuk dari luar.
"Jes ... Dedy memintamu keluar sebentar!" seru Ester dari luar.
"Iya, Est!" Jesica malah bergegas keluar. Ia mengurungkan niatnya untuk membuka bingkisan tadi.
Jesica kini sudah duduk dihadapan kedua orang tuanya.
"Sayang ... Apa rencanamu kedepan? Play ning apa yang akan kamu siapkan untuk kehidupanmu nantinya?" Tuan Doms kini menatap kearah putrinya.
Sejenak, Jesica terdiam. Perlahan ia mengerjab. "Pah ... Untuk sementara, Jesica akan fokus pada tumbuh kembang putra Jesica nanti. Mungkin, setelah dia agak besar, Jesica akan kembali ke perusahaan."
"Lalu ... Bagaimana jika Rasyid datang kesini?" imbuh Tuan Doms.
Jesica menatap Ibunya sekilas, ia lalu menatap kembali Ayahnya. Jujur saja, perasaan itu masih ada disana. Sangat sulit sekali untuk membohongi hatinya, bahwa ia belum dapat melupakan Rasyid.
"Sayang ... Apa kamu belum pernah mendengarkan penjelasan suamimu? Atau mungkin ... Terjadi kesalah pahaman diantara kalian?" Nyonya Vera bangkit. Ia kini duduk disebelah putrinya. Mengusap lengan sang putri dengan lembut.
"Mas Rasyid menikahi Jesica, agar Jesica dapat meberikan keturunan putra laki-laki untuk keluarganya, Mah! Jesica akan dibuang, setelah bayi ini lahir!" tatapan Jesica jatuh pada perut besarnya. Ia mengerjab kembali, sekuat mungkin menahan air matanya.
"Jika memang Rasyid datang ... Biar Papah yang berbicara!" Tuan Doms menengahi.
Sebagai orang tua, mereka tidak ingin terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga sang putri. Kedua orang tua Jesica juga tidak menyuruh putrinya agar langsung pergi, terkecuali keduanya sudah membicarakan rumah tangga mereka terlebih dahulu. Tuan Doms juga tidak ingin, jika putrinya akan menyesal dikemudian hari.
"Sudah, tidak ada yang perlu kamu sesali lagi! Jika Rasyid memang jodohmu ... Maka kelak Tuhan pasti akan mempersatukan kalian. Apalagi, ada seorang anak yang mengikat hubungan kalian berdua!" Nyonya Vera mengusap air mata putrinya. "Tapi, Mamah tidak pernah memaksakan kehendakmu, Sayang! Siapapun nantinya jodohmu ... Pasti itu yang terbaik dari Tuhan!"
Jesica menghambur dalam pelukan Ibunya. Dunianya belum sepenuhnya hancur. Ia masih memiliki kedua orang tua yang begitu sangat mencintainya.
*
*
*
Sebelum melakukan penerbangan, Rasyid memutuskan untuk singgah ke Pesantren terlebih dahulu. Setidaknya, ia menemukan titik terang keberadaan istrinya, melalui Kiyai Ismail.
Rasyid tidak sendiri. Ia nanti akan terbang bersama Razel, sang asisten.
"Tuan ... Apa Anda yakin, jika Nona Muda ada disana?" Razel membuka suara.
"Saya yakin, jika istri saya ada dibalik bangunan megah itu! Filling saya mengatakan itu!" jawab Rasyid menatap lurus kedepan.
Mobil semakin melaju, hingga kini memasuki halaman Pesantren Al-Hikmah.
Rasyid melepas kacamatanya, dan segera turun setelah Razel membukakan pintu. Adnan menunggu didalam, sementara Razel kini berjalan dibelakang Tuannya.
Yusuf yang kebetulan baru selesai sholat asar, kini mengernyit, kala melihat ada dua pria asing berdiri diteras rumahnya.
Eghem!!!
"Cari siapa Anda-anda ini?"
Suara bas Yusuf, kini membuat Rasyid begitu juga Razel menoleh kebelakang. Dan benar saja, dari Rasyid maupun Yusuf, mereka saling melempar tatap tidak menyangka.
"Anda?"
"Kamu?"
jangan lupa mampir dan react balik yaaa. thank you