NovelToon NovelToon
Jejak Cinta Di Bukit Kapur

Jejak Cinta Di Bukit Kapur

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / Dokter
Popularitas:8k
Nilai: 5
Nama Author: Ichi Gusti

Kirana Azzahra, dokter yang baru saja lulus program internship, menerima penempatan program Nusantara Bakti di pelosok Sumatera Barat. Ia ditugaskan di Puskesmas Talago Kapur, sebuah wilayah yang sulit dijangkau dengan kendaraan biasa, dikelilingi hutan, perbukitan kapur, dan masyarakat adat yang masih sangat kuat mempertahankan tradisinya.

Kirana datang dengan semangat tinggi, ingin mengabdikan ilmu dan idealismenya. Tapi semuanya tidak semudah yang dibayangkan. Ia harus menghadapi fasilitas kesehatan yang minim, pasien yang lebih percaya dukun, hingga rekan kerja pria yang sinis dan menganggap Kirana hanya "anak kota yang sok tahu".

Sampai suatu waktu, ia merasa penasaran dengan gedung tua peninggalan Belanda di belakang Puskesmas. Bersama dr. Raka Ardiansyah, Kepala Puskesmas yang dingin dan tegas, Kirana memulai petualangan mencari jejak seorang bidan Belanda; Anna Elisabeth Van Wijk yang menghilang puluhan tahun lalu.
Dapatkah Kirana dan Raka memecahkan misteri ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichi Gusti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAYANGAN NAGA DAN MAHKOTA GUNUNG

Malam itu, api unggun mulai mereda. Angin gurun bertiup lebih kencang, membuat suara kain tenda berderik. Kirana duduk sendirian di tepi oasis, memandangi pantulan bulan di permukaan air.

Langkah kaki terdengar mendekat. Pangeran Leontes berdiri di sampingnya, mantel hitamnya berkibar ringan.

“Kau tidak tidur?” tanyanya.

Kirana tersenyum tipis. “Sulit tidur kalau terlalu banyak yang berputar di kepala.”

Leontes menatapnya beberapa saat, lalu ikut duduk tidak jauh dari Kirana. Aura pria itu terasa menguasai sekelilingnya. “Hal yang ada di kepala mu itu… ada hubungannya dengan ukiran di menara, bukan?”

Kirana tersentak membesarkan mata lalu menghela napas panjang. Ia tahu ini saatnya memilih—terus menutupi hal yang diketahuinya dan mempertaruhkan kecurigaan pangeran, atau memberi cukup kebenaran untuk membuatnya berpihak.

“Saya tahu legenda yang pangeran  sebutkan sore tadi… bukan hanya sekadar legenda,” ucapnya pelan, lalu kembali menarik nafas. “SAya memang punya petunjuk yang mungkin bisa membawa ke Pintu Timur. Dan itu berkat kalung ini…”

Alis Leontes terangkat sedikit, Ya penafsir langit tentu memiliki penglihatan seperti itu, pikirnya. “Petunjuk? Dari kalung itu?” Hanya saja Leontes tahu bahwa bukan hanya kalung itu yang dapat memberi petunjuk. Pasti hal lain, dan itu tentu berhubungan dengan peti yang sempat berada di tangan kedua manusia langit itu!

“Ya… tentu saja. Karena kalung ini berasal dari… peninggalan orang yang pernah berada di wilayah ini sejak lama.” Kirana berhati-hati memilih kata. “Tapi… selain itu saya juga memiliki peta dari penasihat Darwis.  Peta itu rumit. Membutuhkan momen yang tepat untuk membukanya.”

Leontes mengamati wajah Kirana, seolah mencoba menembus lapisan kebohongan dan kebenaran di balik mata kelam gadis itu.

“Aku bisa membantumu mencari pintu itu,” ujar Leontes akhirnya. “Tapi kita harus bekerja sama. Tidak ada yang lain boleh tahu—bahkan Raka sekalipun.”

Kirana terdiam sesaat. Ia tak ingin meninggalkan  Raka dari rencana ini, tapi ia juga tahu, melibatkan Leontes memberi mereka akses yang tidak akan bisa Kirana dan Raka dapatkan sendiri.

“Baiklah,” ucap Kirana akhirnya. “Tapi kalau aku merasa kau mencoba mengambil semua keuntungan  untuk dirimu pribadi, aku akan menghancurkan peta itu!” ancam Kirana.

Pangeran Leontes tersenyum samar. “Kau punya nyali yang besar, Kirana.”

***

Keesokan harinya, saat fajar baru menyentuh pasir gurun, Leontes memerintahkan sebagian besar pasukan untuk beristirahat di oasis. Hanya segelintir prajurit kepercayaannya yang ia bawa untuk ikut ke menara bersama Kirana- sang pembaca bintang. Raka diperintahkan untuk tinggal bersama rombongan panglima yang lain.

Di kaki menara, Leontes dan Kirana berdiri berdampingan. Mereka mengamati dinding menara serta ukiran mahkota gunung. Sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan oleh Kira dan Raka sebelumnya.

Cahaya matahari mulai membuat bayangan naga terlihat memanjang, merayap perlahan di dinding batu. Kirana tahu, saat bayangan itu menyentuh pahatan mahkota gunung di bawahnya, pintu yang tersembunyi selama berabad-abad akan terbuka.

Leontes menoleh padanya. “Bersiaplah! Waktunya hanya sebentar.”

Kirana merasakan detak jantungnya berpacu dengan gerakan bayangan itu. Dan di lubuk hatinya, ia tahu—sekutu ini mungkin sama berbahayanya dengan musuh yang ia hindari.

Bayangan naga merayap dengan perlahan di dinding batu menara menuju mahkota gunung. Udara gurun terasa lebih berat, seolah waktu ikut menahan napas. Kirana memegang gulungan peta erat-erat di dadanya, sementara Leontes berdiri di sisi lain, matanya tajam mengikuti gerakan bayangan itu.

Saat ujung bayangan menyentuh pahatan mahkota gunung, muncul sebuah lingkaran kecil seperti tombol. Kirana dan Leontes saling tatap lalu Leontes langsung menekan tobol itu.

Terdengar bunyi klik dari dalam batu. Tanah di bawah kaki mereka bergetar ringan, dan pahatan naga terbelah perlahan, memperlihatkan celah gelap yang menghembuskan udara dingin.

Leontes memberi isyarat kepada pasukan nya untuk berjaga. “Cepat,” seru Leontes kepada Kirana. Ia melangkah masuk tanpa ragu. Kirana mengikutinya, menyalakan obor dari sumbu minyak yang ia bawa.

Lorong itu sempit di pintu masuknya, tapi semakin dalam, dinding batu di lorong itu berubah menjadi ukiran rumit: peta bintang, garis jalur laut, dan simbol matahari bersayap yang pernah Kirana lihat di istana. Namun di sini, simbol itu disandingkan dengan ukiran rumah gadang dan tanduk kerbau.

Kirana berhenti, jarinya menyentuh ukiran itu. “Ini… Minangkabau,” bisiknya.

Leontes menoleh. “Minangkabau?”

“Itu tanah di timur jauh… tempat aku berasal.” Kirana menatapnya, merasa dadanya berdebar. “Artinya, hubungan antara kerajaanku dan Iskandar Zulkarnain bukan hanya mitos.”

Mereka terus berjalan hingga lorong melebar menjadi sebuah ruang bawah tanah. Di tengahnya berdiri altar batu hitam yang di atasnya terdapat kotak perunggu dengan ukiran naga dan kerbau saling berhadapan.

Leontes membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya, terbaring sebuah cincin emas besar dengan permata biru di tengahnya—permata yang memancarkan cahaya samar, seolah menyala dari dalam.

Kirana merasa hangat menjalar di kulitnya begitu melihat cincin itu. “Aku pernah melihat simbol ini di peta… ini adalah Kunci Timur.”

Leontes mengangkat cincin itu, memeriksanya di bawah cahaya obor. “Kalau ini kunci, berarti ada pintu lain yang harus kita temukan.”

Tiba-tiba, dari lorong di belakang mereka, terdengar suara langkah kaki berderap—bukan hanya satu atau dua, tapi banyak. Suara besi beradu, teriakan singkat dalam bahasa suku setempat.

Leontes menatap Kirana. “Mereka tahu kita di sini.”

Kirana memadamkan obornya, menyisakan cahaya dari permata cincin. “Kalau begitu, kita harus menemukan pintu berikutnya… sebelum mereka menemukan kita.”

***

1
Sri Lestari
katanya pagi peenikahannya kog ada obor?
Ichi Gusti: iya juga ya. makasih kk. kita ralat ya.
total 1 replies
Sri Lestari
loooh...trus gmana nih kbarnya puskesmas klo ditinggal kepala n dokternya dlm waktu bbrapa hari ini???
Ichi Gusti: Bisa diatur 😁
total 1 replies
kalea rizuky
lanjut donk seru neh
kalea rizuky: ia nanti cuss
total 2 replies
kalea rizuky
ini dunia gaib apa dunia jaman dlu sih Thor
Ichi Gusti: Dunia zaman dulu yang memiliki hal-hal gaib
total 1 replies
kalea rizuky
transmigrasi apa gmna nieh
kalea rizuky
ini cerita sejarah apa misteri sih
Purnama Pasedu
berlanjut
Purnama Pasedu
serem
Purnama Pasedu
horor ya
Ichi Gusti: genre misteri 😁
total 1 replies
Purnama Pasedu
lakukan dok
Purnama Pasedu
senangnyaaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!