Jejak Cinta Di Bukit Kapur

Jejak Cinta Di Bukit Kapur

Asap Kopi, Jalan Berliku dan Pimpinan yang Dingin

Mobil dinas berwarna putih kusam itu melaju pelan di antara jalan berkelok dan tanjakan terjal. Di sisi kanan, jurang curam menganga ditutupi semak dan ilalang. Di sisi kiri, dinding bukit menjulang dengan akar-akar pohon besar yang mencuat ke jalan. Kirana menggenggam erat ranselnya yang berada di pangkuan, mencoba menahan rasa mual yang mulai menyerang dari perut.

“Masih lama, Da?” tanya Anna kepada sang sopir dengan panggilan khas orang Padang.

"Sedikit lagi, Dok. Nanti kita singgah dulu di warung Mak Nur buat ngopi sebentar," ujar Sarkani—sopir Puskesmas yang menjemputnya di kota Solok. Usianya mungkin mendekati kepala empat, logatnya kental Minang, dengan senyum yang nyaris tak pernah lepas dari wajahnya sejak mereka berangkat.

Kirana hanya mengangguk. Wajahnya pucat, pandangannya tak lepas dari jalan di depan. Dia sudah tiga kali ke daerah terpencil selama kuliah, tapi tidak ada yang se-ekstrem ini. Jalannya sempit, licin karena gerimis semalam, dan tak ada sinyal ponsel sejak dua jam lalu. Ia hanya bisa pasrah, mengandalkan Pak Sar dan GPS tua di dashboard yang kadang hidup kadang tidak.

"Lapar ya, Bu Dokter? Biasanya orang kota gitu. Biasa sarapan roti, kopi-kopi mahal. Begitu dibawa ke sini, langsung masuk angin," celetuk Da Sar lagi sambil terkekeh.

Kirana memaksakan senyum. "Iya, Da Sar. Tadi buru-buru, cuma sempat minum teh botolan di hotel."

"Besok-besok, bikin kopi sachet sama kerupuk sanjai aja. Aman!"

DaSar tertawa lepas, suaranya bergema di dalam kabin. Sementara Kirana mencoba tertawa kecil, hatinya masih diliputi banyak tanya. Keputusan menerima tugas dari program Nusantara Bakti ini bukan hal mudah. Tapi ia ingin keluar dari zona nyaman. Menjadi dokter, bukan hanya untuk tempat nyaman dan aman, kan?

Mobil akhirnya berhenti di sebuah warung kayu di pinggir jalan. Di depannya, ada teras sederhana dengan bangku panjang dari bambu. Di dalam, asap tipis mengepul dari ceret besar di atas tungku. Aroma kopi dan kayu bakar menyambut Kirana seperti pelukan hangat di tengah ketidakpastian.

"Mak Nur!" panggil Pak Sar.

Seorang perempuan setengah baya muncul dari dalam warung. Rambutnya disanggul rapi, mengenakan kain batik dan blus sederhana. Matanya menyipit saat melihat Kirana.

"Ooo... ini to bidan dokter yang baru ditugaskan itu? Mudo nyo...," gumamnya sambil menatap Kirana dari ujung kepala sampai kaki.

"Dokter, bukan bidan, Mak. Tapi bisa dibilang serba bisa," jawab Kirana sambil tersenyum ramah.

Mak Nur tersenyum simpul. "Hmm, baguslah. Di kampung sini, yang penting bisa nolong orang. Mau dokter, bidan, atau mantri, asal tangannya dingin."

Kirana hanya mengangguk pelan. Ia mulai merasakan bahwa penilaian masyarakat di sini sangat berbeda dari kota. Gelar tak terlalu penting. Yang dinilai: apakah kamu bisa jadi harapan saat mereka terdesak?

Mereka duduk di bangku panjang. Sarkani sudah asyik menyeruput kopi hitam dan makan pisang goreng. Kirana memesan teh manis panas. Saat menyesapnya perlahan, ia memandangi awan rendah yang menyelimuti perbukitan. Indah, tenang, tapi juga sunyi dan misterius.

"Da Sar...," ucap Kirana akhirnya, "sejujurnya saya agak takut. Tempat ini terasa... asing."

Sarkani berhenti mengunyah. Ia menoleh, lalu menepuk pelan bahu Kirana. "Memang begitu, Dok. Tapi tenanglah. Di sini orangnya baik-baik. Asal kita sabar, dan pandai bawa diri. Lama-lama, tempat ini akan jadi rumah juga."

Kirana menatap wajah pria awal empat puluh itu. Tatapan nya memberi sedikit ketenangan. Ia mengangguk pelan, lalu tersenyum. "Terima kasih, Da Sar."

Setelah lima belas menit, mereka melanjutkan perjalanan. Jalan semakin sempit dan tak lagi beraspal. Mobil bergoyang setiap kali roda menghantam batu atau lobang di tengah jalan tanah. Tapi di tengah ketegangan itu, Kirana mulai merasa sesuatu tumbuh dalam hatinya. Sebuah rasa penasaran, rasa ingin tahu... dan semacam bisikan kecil yang mengatakan: tempat ini akan mengubah hidupmu.

Saat mereka mulai menuruni lembah menuju Nagari Talago Kapur, sebuah papan kayu menyambut mereka:

SELAMAT DATANG DI NAGARI TALAGO KAPUR

Raso jo pareso, adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

Kirana membaca tulisan itu pelan-pelan. Ia tidak sepenuhnya paham, tapi hatinya bergetar pelan.

***

Bangunan Puskesmas Talago Kapur tampak sederhana, berdiri di antara deretan pohon karet dan semak belukar. Dindingnya dari beton kusam, cat hijau muda yang sudah mulai pudar di sana-sini.

Kirana turun dari mobil Puskel sambil merapikan ranselnya. Sepatu putihnya nyaris tak lagi putih, tertutup debu kuning dan cipratan lumpur. Ia sempat menghela napas sebelum melangkah masuk ke halaman Puskesmas. Beberapa warga duduk di bangku panjang, mengantre giliran, dan beberapa di antaranya langsung menatap Kirana dengan rasa penasaran.

“Dokter baru ya?” tanya seorang ibu dengan anak kecil di gendongannya.

“Iya, Bu. Mohon bantuannya ya selama saya di sini.” Kirana menjawab dengan senyum tulus.

Sarkani masuk lebih dulu dan langsung disambut seorang perempuan berkerudung dengan seragam dinas cokelat muda. Wajahnya bulat, pipi bersemu merah, dan matanya menyipit saat melihat Kirana.

"Bu Kirana, ini Bu Ayu—penanggung jawab administrasi kita," kata Pak Sar memperkenalkan.

“Assalamu’alaikum,” sapa Kirana.

“Wa’alaikum salam. Wah, akhirnya ketemu juga. Saya kira kiriman dari pusat itu nggak jadi turun,” sahut Bu Ayu sambil menjabat tangan Kirana. “Sini, sini. Saya antar dulu ke ruang kepala Puskesmas ya. dr. Raka sudah nunggu dari tadi.”

Kirana mengikuti Bu Ayu menyusuri lorong sempit dengan lantai yang ubin nya sudah mulai terlihat kusam. Di dinding, terpampang poster penyuluhan KB, grafik capaian imunisasi, dan peta wilayah kerja Puskesmas. Beberapa staf yang mereka lewati tampak memberi lirikan singkat pada Kirana, sebagian mengangguk ramah, sebagian tampak biasa saja.

Sampailah mereka di sebuah pintu kayu dengan label logam bertuliskan:

dr. Raka Ardiansyah, Kepala Puskesmas

Bu Ayu mengetuk dua kali sebelum membuka pintu. “dokter Raka, ini Dokter Kirana yang dari Jakarta itu.”

Kirana dipersilahkan masuk. Ruangan itu lebih rapi dari ekspektasinya. Ada rak buku, meja kayu besar, kipas angin berdiri di pojok, dan satu kursi tamu empuk yang tampaknya sudah termakan usia.

Di belakang meja, seorang pria berdiri — tinggi, postur tegap, mengenakan baju dinas khaki dengan lengan yang digulung rapi. Rambutnya tersisir ke belakang, dan wajahnya... datar. Tak ada senyum. Hanya sorot mata tajam di balik kacamata persegi.

“Selamat datang, Dokter Kirana,” ujarnya. Suaranya berat dan singkat. “Silakan duduk.”

Kirana duduk, mencoba membaca ekspresi pria ini. Tapi sulit. Tidak ada sambutan hangat seperti yang ia harapkan dari seorang atasan yang akan jadi rekan kerja setahun ke depan. Bahkan nadanya lebih mirip menyambut vendor barang ketimbang kolega.

Kirana hanya bisa membayangkan dirinya mengurut dada. Baru hari pertama sudah menghadapi pimpinan dingin.

Nasib ... nasib ...

***

Episodes
1 Asap Kopi, Jalan Berliku dan Pimpinan yang Dingin
2 Tantangan Pertama
3 PANGGILAN DI MALAM HARI
4 TEGURAN ADAT
5 YANG TIDAK SUKA DAN SUKA
6 KISAH RAKA
7 KUNJUNGAN RUMAH DI JALANAN LICIN
8 MEMBUKTIKAN DENGAN TINDAKAN
9 BANGUNAN TUA
10 KISAH ANNA VAN WIJK
11 MULAI MENYUSURI
12 RASA PENASARAN RAKA
13 TUBUHKU DI SINI, JIWAKU DI SANA
14 MISTERI DIBALIK PENEMUAN ITU
15 MATAHARI DARI BARAT
16 MENCARI JEJAK
17 PETUNJUK TIGA BATU
18 DUNIA LAIN
19 TABIB DI TENGAH PEPERANGAN
20 MULAI MENCARI
21 IDENTITAS PRIA TUA ITU
22 TABIB AGUNG
23 PERTEMUAN RAKA DAN KIRANA
24 SANG ELYSIUMA
25 RUANG SIMETRI WAKTU
26 MISI BELUM SELESAI
27 EKSPEDISI PERTAMA
28 SERANGAN MUSUH
29 PEPERANGAN YANG TAK BISA DIHINDARI
30 BERSEMBUNYI DI GUA
31 MENYUSURI JALAN
32 BAYANGAN NAGA DAN MAHKOTA GUNUNG
33 JALAN KELUAR
34 MENGATUR STRATEGI
35 API DI TENGAH LEMBAH
36 SIDANG API DAN BAYANGAN
37 UJIAN YANG TIDAK DIAKUI
38 PERUNDINGAN
39 MENCARI PERUT NAGA
40 KEPUTUSAN SUKU BAR-BAR
41 KEBIMBANGAN LEONTES
42 KERINDUAN KIRANA
43 PERNIKAHAN AGUNG
44 MELANJUTKAN MISI
45 ARMADA BERLAYAR
46 PERTARUNGAN DENGAN PENJAGA PINTU
47 DARATAN YANG SALAH
48 DI PERSINGGAHAN
49 API DARI PEDALAMAN
50 API DAN CAHAYA
51 RAHASIA LELUHUR
52 BAYANGAN MASA LALU
53 MENUJU SWARNADWIPA
54 GUNUNG MARAPI
55 MAHARAJA DIRAJA
56 DI BALIK DENTUMAN MERIAM
57 PERTEMUAN KEMBALI
58 BERJUMPA SANG PRESIDEN
59 KERIS DATUK KATUMANGGUNGAN
60 PENYERGAPAN
61 MENUJU DARMASRAYA
62 MEMBAGI LANGKAH
63 HARIMAU PENJAGA
64 PERTOLONGAN RAKA DAN KIRANA
65 SIBUNIAN
66 PERSINGGAHAN DI NAGARI ABAI
67 SAMPAI DI BIDAR ALAM
68 MENUJU GUA WARNA WARNI
69 RAHASIA GUA WARNA WARNI
70 SIMPUL TAKDIR
71 HARI YANG SAMA NUANSA BERDEDA
72 JEJAK YANG TERSISA
73 PERTEMUAN DI GUA BATU BUNDO
74 TEKAD BARU
75 LANGKAH AWAL
76 KABAR DAN TAKDIR
77 HARI PERTAMA
78 PARA BEBEK
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Asap Kopi, Jalan Berliku dan Pimpinan yang Dingin
2
Tantangan Pertama
3
PANGGILAN DI MALAM HARI
4
TEGURAN ADAT
5
YANG TIDAK SUKA DAN SUKA
6
KISAH RAKA
7
KUNJUNGAN RUMAH DI JALANAN LICIN
8
MEMBUKTIKAN DENGAN TINDAKAN
9
BANGUNAN TUA
10
KISAH ANNA VAN WIJK
11
MULAI MENYUSURI
12
RASA PENASARAN RAKA
13
TUBUHKU DI SINI, JIWAKU DI SANA
14
MISTERI DIBALIK PENEMUAN ITU
15
MATAHARI DARI BARAT
16
MENCARI JEJAK
17
PETUNJUK TIGA BATU
18
DUNIA LAIN
19
TABIB DI TENGAH PEPERANGAN
20
MULAI MENCARI
21
IDENTITAS PRIA TUA ITU
22
TABIB AGUNG
23
PERTEMUAN RAKA DAN KIRANA
24
SANG ELYSIUMA
25
RUANG SIMETRI WAKTU
26
MISI BELUM SELESAI
27
EKSPEDISI PERTAMA
28
SERANGAN MUSUH
29
PEPERANGAN YANG TAK BISA DIHINDARI
30
BERSEMBUNYI DI GUA
31
MENYUSURI JALAN
32
BAYANGAN NAGA DAN MAHKOTA GUNUNG
33
JALAN KELUAR
34
MENGATUR STRATEGI
35
API DI TENGAH LEMBAH
36
SIDANG API DAN BAYANGAN
37
UJIAN YANG TIDAK DIAKUI
38
PERUNDINGAN
39
MENCARI PERUT NAGA
40
KEPUTUSAN SUKU BAR-BAR
41
KEBIMBANGAN LEONTES
42
KERINDUAN KIRANA
43
PERNIKAHAN AGUNG
44
MELANJUTKAN MISI
45
ARMADA BERLAYAR
46
PERTARUNGAN DENGAN PENJAGA PINTU
47
DARATAN YANG SALAH
48
DI PERSINGGAHAN
49
API DARI PEDALAMAN
50
API DAN CAHAYA
51
RAHASIA LELUHUR
52
BAYANGAN MASA LALU
53
MENUJU SWARNADWIPA
54
GUNUNG MARAPI
55
MAHARAJA DIRAJA
56
DI BALIK DENTUMAN MERIAM
57
PERTEMUAN KEMBALI
58
BERJUMPA SANG PRESIDEN
59
KERIS DATUK KATUMANGGUNGAN
60
PENYERGAPAN
61
MENUJU DARMASRAYA
62
MEMBAGI LANGKAH
63
HARIMAU PENJAGA
64
PERTOLONGAN RAKA DAN KIRANA
65
SIBUNIAN
66
PERSINGGAHAN DI NAGARI ABAI
67
SAMPAI DI BIDAR ALAM
68
MENUJU GUA WARNA WARNI
69
RAHASIA GUA WARNA WARNI
70
SIMPUL TAKDIR
71
HARI YANG SAMA NUANSA BERDEDA
72
JEJAK YANG TERSISA
73
PERTEMUAN DI GUA BATU BUNDO
74
TEKAD BARU
75
LANGKAH AWAL
76
KABAR DAN TAKDIR
77
HARI PERTAMA
78
PARA BEBEK

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!