Sinopsis:
Tertidur itu enak dan nyaman hingga dapat menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi banyak orang, namun jika tertidur berhari-hari dan hanya sekali dalam sebulan terbangun apakah ini yang disebut menyenangkan atau mungkin penderitaan..
Sungguh diluar nalar dan hampir mustahil ada, tapi memang dialami sendiri oleh Tiara semenjak kecelakaan yang menewaskan Ibu dan Saudaranya itu terjadi. Tidak tanggung-tanggung sang ayah membawanya berobat ke segala penjuru Negeri demi kesembuhannya, namun tidak kunjung membuahkan hasil yang bagus. Lantas bagaimanakah ia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya yang kini bahkan sudah menginjak usia 16 tahun.
Hingga pertemuannya dengan kedua teman misterius yang perlahan tanpa sadar membuatnya perlahan pulih. Selain itu, tidak disangka-sangkanya justru kedua teman misterius itu juga menyimpan teka-teki perihal kecelakaan yang menewaskan ibu dan saudaranya 3 tahun yang lalu.
Kira-kira rahasia apa yang tersimpan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca4851c, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22
Langkahku semakin Kupercepat lagi, yangmana kini fokusku hanya pada Moni saja. Hingga tiba-tiba Moni berhenti meloncat di depan sana dan makan tumbuh-tumbuhan.
Dengan nafas tersenggal-senggal Kuhentikan laju lariku, secara perlahan-lahan Kudekati tubuh mungilnya yang masih terfokus memakan rerumputan hijau.
'Grep'
Segera Kuraih dan Kudekap erat-erat Moni agar tidak bisa pergi jauh dariku lagi, Kini Dia pun kembali terdiam dalam dekapanku mungkin karena sudah kenyang, mengingat sejak tadi belum makan sama sekali ketika menemaniku.
Andi pun yang katanya akan mencarikanku makanan hingga kini belum juga sampai. Ku edarkan pandanganku ke sekitar yang ternyata diriku sudah berada di suatu tempat yang asing.
Aku berbalik badan hendak mencari jalan pulang yang tadi sempat Kulewati, namun semua pepohonan yang ada di sekelilingku ternyata memiliki rupa yang hampir sama.
'Gawat, Astaga...mana Aku lupa tadi lewat mana'
Semakin Kueratkan lagi dekapanku pada Moni tatkala segala penjuru hutan ini juga terlihat tak ada pembedanya dalam arah mata anginnya.
"Andi.., Kamu dimana?", lirihku pilu.
Tanpa sadar setitik demi setitik air mataku menetes membasahi pipiku menyadari kini Aku sendirian saja bersama Moni di tengah-tengah hutan belantara.
Akankah Aku bisa kembali pulang dengan selamat dan bisa bertemu lagi dengan Andi. Dan bagaimana dengan Papa jika Aku tidak bisa kembali lagi ke Rumah.
Pemikiranku semakin tidak beraturan dengan segala perspektif buruk yang bisa saja menimpaku, meski begitu Aku tidak mau berputus asa begitu saja tanpa mau mencoba jalan keluarnya.
"Tenang, Ara..tenang. Kau tidak sendirian, ada Moni juga bersamamu", gumamku lirih.
Kupejamkan mataku sejenak dengan posisi yang masih berdiri tegak sembari memeluk Moni, dalam kesunyian ini Ku coba menghubungkan antara pikiran dengan hatiku.
Beberapa saat setelahnya, kembali Ku buka manik mataku dan Ku arahkan pandanganku ke segala arah secara cepat, sebelum akhirnya Kulangkahkan kaki jenjangku ke suatu arah yang Kuyakini merupakan jalan keluar dari sini berdasarkan feeling semata.
Kupercepat lagi langkah kakiku namun tidak kunjung sampai, kini rasa haus kian menyesakkan dahagaku, tak hanya itu kedua kakiku juga terasa semakin berat, namun tetap Kupaksakan untuk terus berjalan.
Tiba-tiba saja sekilas terdengar suara gemericik air yang sepertinya tidak jauh jaraknya dari sini. Tanpa aba-aba Kupercepat jalanku menuju asal suara air tersebut.
Dan benar saja, setelah melewati beberapa pohon yang rindang dan semak belukar kini tibalah diriku di depan sebuah mata air sungai, yang airnya sangat jernih dengan arus sedang.
Aku melangkah secara perlahan tanpa melepaskan sedikitpun peganganku pada Moni hingga berdiri tepat di depan aliran sungai ini.
Aku sedikit merunduk dan mendapati pantulan diriku dalam riak air yang terlihat sedikit kucel. Dengan sebelah tanganku yang masih Kugunakan untuk memegangi Moni agar tidak kabur, Kuulurkan tanganku yang lain untuk mengambil air.
Segera Kuteguk air yang barusan Kuambil dari dalam sungai, dan kini kembali Kuulurkan lagi tanganku untuk mengambilkan Moni minum.
'Pyakk'
'Pyaakkk'
Suara cipratan air yang seperti dihantam oleh sebuah benda padat mengejutkanku dari aktivitasku ketika mengambilkan Moni minum.
Tak jauh dari tempatku berada, lebih tepatnya di sebelah kanan depanku dari arah batu-batu besar itu timbul riak air yang lumayan besar seperti habis dimasuki oleh sesuatu.
Kupikir hanya ikan-ikan yang meloncat saja, namun dugaanku salah tatkala Kulihat sebuah surai pirang sedikit menyembul dari balik batu yang ada di tengah-tengah sungai itu.
"Heiii, siapa di sana?", teriakku.
"Cepat keluar!, tunjukkan dirimu", sahutku padanya namun tetap tidak membuatnya bereaksi sama sekali.
"Tidak usah menakut-nakutiku ya, Aku tidak sepenakut apa yang ada dalam pikiranmu itu tau", kesalku padanya.
"Ku bilang cepat keluar dan tunjukkan wujudmu!", bentakku padanya.
Tidak berselang lama surai pirangnya tadi sudah tidak lagi nampak, Ku pikir mungkin Dia takut padaku sehingga tetap bersembunyi di balik batu.
"Huuh, dasar aneh!", gerutuku.
Terlanjur kesal akhirnya Kucampakkan keberadaannya, segera Aku beranjak pergi meninggalkan sungai ini dan kembali masuk ke dalam hutan.
"Bagaimana ini Astaga..,hari juga semakin sore. Aku tidak mau bermalam sendirian di dalam hutan ini", gumamku sembari menahan tangis, Aku celingukan ke sana ke mari.
"Oh my god, tolong tunjukkan padaku jalan pulang", lirihku dengan berlinang air mata.
Terus Ku susuri sepanjang jalanan yang ada di dalam hutan ini hingga Kulihat di depan sana sebuah hamparan bunga yang sangat banyak dan beraneka ragam tumbuh di sekitar situ. Tanpa ragu-ragu Aku yang sedari tadi terus memeluk Moni kini berjalan ke arah sana.
Hingga diriku telah tiba di dekat bunga-bunga ini yang menguarkan aroma wangi yang begitu khas. Salah satu tanganku terulur untuk menyentuh kelopak bunga mawar hitam yang memiliki ukuran sangat besar dan tidak wajar itu, pasalnya ukurannya jauh lebih besar dari Moni.
Tapi, jika dipikir-pikir lagi memang semua bunga yang berada di sini sama-sama memiliki ukuran yang besar sih.
Sebuah kupu-kupu dengan ujuran yang tak kalah besarnya juga tiba-tiba menghampiri dan mengelilingi tubuhku.
Moni yang sedari tadi diam saja kini terlihat antusias melihat kupu-kupu cantik dengan warna biru langit dan bercorak keemasan itu.
Setelah beberapa saat mengelilingi diriku, tiba-tiba kupu-kupu itu terdiam tepat di depan wajahku, seperti hendak mengatakan sesuatu yang sayangnya tidak bisa Ku pahami bahasanya.
Beberapa kupu-kupu lain dengan ukuran yang lebih kecil sedikit dari kupu-kupu itu, yang entah datang dari mana juga mengelilingi diriku sejenak sebelum akhirnya terbang di belakang kupu-kupu besar tadi yang masih juga menatapku.
Usai bergerombolan di sekitar kupu-kupu besar itu, mereka semua secara serentak terbang mengelilingiku lagi bersama kupu-kupu besar itu dan tak lama setelahnya terbang bersama menuju suatu arah seolah-olah ingin Aku mengikutinya.
Jika dipikir-pikir tidak ada salahnya juga mengikuti Mereka, siapa tahu Mereka benar-benar dapat menunjukkanku jalan keluar dari sini.
Tanpa berpikir lama segera Kuikuti arah terbang gerombolan kupu-kupu tadi dengan langkah agak lebar, pasalnya senja sepertinya akan tiba.
Aku terus berjalan cepat mengikuti iringan kupu-kupu itu, meski rasa lelah dan letih berkali-kali menyerang tubuhku, serta peluh tiada hentinya menetes membasahi seluruh wajahku.
Tetap Kupaksakan diriku untuk terus berjalan bahkan sesekali berlari guna menyeimbangkan jarakku dengan rombongan kupu-kupu itu.
Dari jarak yang lumayan dekat dariku, Kupu-kupu itu berhenti secara tiba-tiba, hingga membuatku mau tak mau juga mengerem secara paksa lariku.
Namun naasnya diriku menabrak gerombolan kupu-kupu tadi dengan begitu keras, hingga pandanganku terasa buram apalagi sebuah sorotan cahaya yang begitu terang terasa menusuk mataku.