Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih ada harapan
Radi hanya bisa termenung memikirkan nasib asmaranya yang kurang beruntung. Gadis yang dia idam-idamkan kini sudah tidak mungkin dia miliki. Terakhir mendengar kabar bahwa Darti sudah menikah dengan pria pilihan orangtuanya, bukan dengan Wisnu lelaki yang tempo hari di sebutkan namanya.
"Permisi mas bisa geser duduknya? Ini kursi saya sesuai nomer di tiket ini," ucapan seorang wanita yang berdiri di samping sambil menunjukkan tiket yang di pegangnya
"Oh iya. Maaf mba, silahkan," Radi segera berdiri mempersilahkan wanita yang baru menyapanya duduk di kursi dekat jendela di sebelah tempat duduknya
"Terima kasih," ucapnya ramah.
Laju bis menuju Jakarta tidak juga membuat Radi lupa akan kisah kasihnya yang kandas sebelum di mulai. Entah bagaimana jodohnya kelak setelah gagal memulai kisah asmaranya dengan Darti. Radi melihat pemandangan ke arah jendela yang ada di sampingnya. Tanpa sengaja ketika Radi menoleh ke arah jendela, wanita yang duduk di sebelahnya pun sedang menoleh ke arah yang berlawanan. Otomatis kontak mata sempat terjadi walaupun dalam hitungan detik.
"Maaf..." Secara bersamaan mereka mengucapkannya.
"Hehehehe..." bahkan sampai tertawa pun mereka bisa kompak bersama.
"Maaf mas, saya hanya mau lihat ke petugas yang biasa membagikan snack. Soalnya tadi saya sudah minta lebih dulu " ucap wanita itu.
"Oh iya. Gak apa mba. Saya juga minta maaf karena saya mau melihat keluar lewat jendela. Saya gak tau kalau mba nya juga melihat ke arah berlawanan. Maaf ya mba," jawab Radi tak enak hati.
Wanita itu menganggukkan kepala dan kembali menghadap jendela dengan perasaan malu.
"Mba Sumi...ini pesanan snack nya." tiba-tiba saja seorang petugas armada datang menghampiri kursi kami.
"Oh iya. Terima kasih pak. Maaf saya minta duluan karena tadi belum sempat makan."
"Iya mba Sumi. Ndak apa. Silahkan di makan snacknya." ucap petugas dengan ramah.
Wanita itu mengambil kotak dus kecil dan sebuah plastik kresek pemberian petugas armada bis yang kami naiki.
"Saya makan duluan mas," ucap wanita di sebelah Radi
"Silahkan mba," jawab Radi yang sedang setengah melamun masih memikirkan Darti.
Radi mencuri pandang ke arah wanita yang duduk di sebelahnya dengan cara berpura-pura melihat ke arah jendela.
"Lumayan ayu juga dia, biarpun tidak seayu Darti. Tapi ya..lumayan lah," gumam Radi dalam hati.
Merasa di perhatikan wanita itupun menegur Radi dengan hati-hati.
"Mmm...maaf mas. Mas nya mau ke Jakarta?" tanyanya dengan malu-malu.
"Iya. Mba nya mau ke mana. Jakarta juga?" Radi memberanikan diri bertanya kembali.
"Iya mas. Mau ke rumah kakak saya di Jakarta." jawabnya.
"Sudah beritahu kakaknya kalau mba mau datang?"
"Sudah mas, tadi sebelum berangkat saya sudah telepon kakak saya dari rumah."
"O iya, dari tadi kita ngobrol tapi belum saling mengenal."
"Ya ampun...iya mas. Saya Sumi lengkapnya Sumiyanti," Sumi mengulurkan tangan.
"Saya Radi nama lengkap saya Sutardi. Harusnya di panggil Tardi, tapi gak tahu kenapa malah di panggil Radi," Radi menjabat tangan Sumi sambil tersenyum.
Perkenalan yang tidak di rencanakan itupun berlangsung sepanjang perjalanan menuju Jakarta. Mereka saling bertukar nomer telepon dan alamat yang bisa di hubungi. Terlebih yang tak kalah mengejutkan ternyata Sumi masih saudara sepupu dari Darti. Mendengar dari cerita Sumi bahwa bapak mereka masih saudara sepupu walaupun jauh. Paling tidak keluarga Sumi dan Darti saling mengenal satu sama lain. Terlebih keluarga mereka sama-sama memiliki toko kelontong yang terkenal di daerah masing-masing