NovelToon NovelToon
Sillent Treatment Suamiku

Sillent Treatment Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Fay :)

Sinopsis



Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.


Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.


Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.


Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.


Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.


Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32. langkah awal Nara

Cahaya lembut mulai merayap pelan ke atas bumi, burung kecil berkicauan mengepakkan sayap menemani terbitnya sang fajar.

Atas tekad bulatnya sejak semalam penuh, dirinya kini duduk diatas mobil yang akan mengantarnya menuju bandara.

Pikirannya semakin tak karuan mendengar penjelasan yang semakin menekan hatinya, entah dari mana asalnya rasa keberanian ini, pastinya semua harus menemukan jawaban.

‘Aku juga salah, tapi aku harus mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.’ tekad Nara bulat.

Berbekal secarik kertas ditangan, berisi alamat yang lupa-lupa ingat masih Nara simpan dalam ingatan.

“Buk kita akan kemana?” rasa gelisah mulai menyergap, sejak tadi perjalanan ini begitu jauh menurut Mirna.

“Mbak Mirna aku butuh bantuan mu temani aku dan Aiden, nanti aku akan tambah gaji Mbak dengan syarat yang sudah aku jelaskan semalam. Apa Mbak masih ingat?” Nara memantapkan pandangannya berhadapan dengan pengasuh yang beberapa hari menemaninya.

“Iya Buk. Tapi ini?” Tanyanya lagi ingin memastikan.

“Cukup ingat kata ku, ketika Mahesa bertanya, Mbak jawab ikut main dan menginap beberapa hari ke rumah Adik ku Ananta, ya!.” tekan Nara.

Biarpun hasil yang ia harapkan tak akan seratus persen, tapi setidaknya ia akan berusaha dulu.

Dalam perjalanan yang lumayan panjang, Nara tetap memeluk hangat tubuh kecil Aiden dalam gendongannya. Entah mengapa ada rasa sesak ketika memandang teduh wajah buah hatinya, apa karna perubahan dalam diri Nara atau penyesalan yang mulai bersemayam menyadarkannya.

*

*

*

Putaran waktu mengiringi perjalanan mereka, sejak petang menjelang fajar, hingga kini senja yang akan menunggu rembulan.

Mereka duduk di sebuah bangku taman kota, menemani Aiden yang tengah menyantap kue cubit kesukaannya. Nara masih menggulir layar hpnya mencari tempat peristirahatan paling dekat dengan kantor Suaminya.

“Mbak titip Aiden dulu ya, aku mau beli makanan sama keperluan di sebrang jalan situ.” Tunjuk Nara pada minimarket yang tak jauh dari posisi mereka.

Nara mengalihkan pangkuan Aiden ke arah Mirna, “nanti Mama bawakan camilan juga buat Aiden ya.” Nara tersenyum, gemas menyentuh hidung kecil Aiden.

Aiden melambaikan tangan mungilnya mengantar kepergian Nara, hingga Nara tak lagi bisa dijangkau pandangannya.

*

*

*

Suara decitan rem mobil terdengar memekakkan telinga, semua orang berlari, berbondong-bondong melihat apa yang tengah terjadi di dekat jalan raya sana.

Mirna yang merasakan debarnya tak enak segera berlari memastikan hal apa yang tengah menjadi pusat orang-orang berkumpul, secepat kilat ia menggendong Aiden di dadanya, membiarkan koper masih berdiri di samping bangku taman.

Dadanya sesak, wajahnya memerah, panik dan kaget menjadi satu, “Ibuk ….” Teriaknya kencang, begitu pandangannya tertuju pada sesosok wanita yang sudah terlentang di tengah jalan.

Semua orang langsung memusatkan pandang kearah wanita yang menggendong anak kecil yang tengah berlarian menghampiri korban tabrak lari di depan mereka.

Tangis Mirna pecah, begitu melihat majikannya tak sadarkan diri dan beberapa darah yang mulai keluar dari luka di tubuhnya.

Aiden yang semula bingung, pandangannya kesana kemari mencari apa yang menurutnya ia pahami, kini pecah juga, mlihat pengasuhnya yang bercucuran air mata.

Beberapa orang mulai mengejar pemotor yang melakukan tabrak lari dengan kendarannya masing-masing.

Tak jauh dari sana ada seorang wanita yang bangun dari jatuhnya, retinanya berkeliling melihat semua situasi yang ada.

Begitu pandangannya tertuju kearah wanita yang tengah terkapar ditengah jalan, matanya melotot, mulutnya menganga kaget. “Tolong bawa ke mobil saya.” Teriaknya begitu kencang.

Ia bangun tertatih-tatih merasakan kakinya begitu nyeri, menolak bantuan orang-orang untuk mengantar mereka ke rumah sakit.

“Sudah saya masih bisa nyetir, tolong angkat saja perempuan itu.” Suruhnya panik.

“Tunggu Buk, saya keluarganya dan ini anaknya, saya akan ikut ke rumah sakit.” Pinta Mirna sesenggukan karna pilu tangisnya.

“Ayo masuk.” Balasnya cepat.

Tubuh mereka gemetaran, panik menyerang. Bahkan wanita yang membawa Nara ke rumah sakit belum bisa mengeluarkan sepatah kata, tenggorokannya tercetak, seperti batu yang mengganjal menghalang suara yang akan ia keluarkan.

*

*

*

Ia tergesa lari ke dalam rumah sakit meminta pertolongan, “tolong dokter, korban tabrak lari.” Jelasnya terburu-buru.

Dua orang perawatan sigap mulai keluar mendorong brankar tidur khusus pasien, mangalihkan dengan pelan tubuh yang belum juga sadarkan diri.

Rapalan doa Mirna panjatkan begitu bisa menenangkan Aiden yang juga menangis sesenggukan. Biarpun mereka tak begitu lama bersama, tapi Mirna sudah merasa nyaman, sikap baik dan ramah Nara selalu berputar dalam otaknya.

Wanita itu sejak tadi mondar-mandir di depan Mirna, tangannya saling memilin satu sama lain, wajahnya penuh dengan rasa bersalah.

Begitu tersadar, “Maaf Buk, wanita itu siapa namanya?” Tanyanya, mulai perlahan mengatur jantungnya yang sejak tadi menyepat.

Mereka kini saling berhadapan, “Namanya Nara, saya pengasuh anaknya, ini” tunjuknya ke Aiden yang mulai terlelap dalam gendongan Mirna.

“Namanya Aiden.” Sambungnya lagi, mengelus pelan kepala anak majikannya itu.

“Saya Laras …” sambil menyodorkan tangannya ke hadapan Mirna.

Mirna membalas jabatan tangan wanita yang mengaku namanya Laras, “Mirna …” ucapnya sambil mengangguk.

Begitu pintu ruangan terbuka, serentak mereka terburu-buru langsung menghampiri dokter yang keluar, “bagaimana dok?” Tanya Laras panik.

Dengan wajah ramah dan sopan santun, dokter yang bernama dada Dara Zenika menjawab pelan, “tenang ya Bu, pasien di dalam hanya mengalami luka gores karna benturan dengan aspal jalan raya. Memang lukanya lumayan banyak, mungkin terguling cukup jauh dari tabrakan. Tapi untungnya tidak ada yang patah dan luka dalam lainnya.” ucapnya menjelaskan.

“Terus pasien?” Tanya Laras lagi belum puas dengan jawaban.

“Pasien sudah siuman, sudah bisa dijenguk, tapi jangan terlalu banyak interaksi dulu, tubuhnya masih butuh banyak istirahat.” Sambung Dokter Dara lugas.

“Saya tinggal dulu ya.” Pamitnya, begitu beberapa perawat juga keluar dari ruangan.

Laras dan Mirna langsung masuk ke dalam, ingin melihat dengan pasti keadaan Nara.

Pandangan mereka bertemu, “Maaf Mbak, karna saya Mbak malah jadi korban.” Laras benar-benar menyesal, wajahnya ia tekuk.

Nara tersenyum tipis, “Iya gapapa Mbak lain kali lebih hati-hati ya.”

“Maaf sekali lagi dan terima kasih banyak atas bantuannya, lain kali aku akan lebih fokus lagi di jalan raya, kejadian ini sebagai pelajaran.” Ucap Laras penuh penyesalan dan haru.

Nara mengangguk mengiyakan.

“Nama ku Laras, kamu Mbak Nara kan, tadi Ibuk ini sudah menjelaskan.” sambungnya lagi.

“Boleh saya minta tolong Buk?” Tanya Mirna pelan.

“Ya?” Laras mengalihkan pandangannya.

Mirna menunduk antara ragu dan bimbang, “Koper saya dan Ibu Nara ada di taman tadi, di bangku taman sebelah utara. Apa boleh saya minta tolong untuk di ambilkan?” Pinta Mirna hati-hati sekali.

Wajah Laras mulai paham, “jadi kalian bukan orang sini?”

Mirna menggelengkan kepala, “bukan Buk.”

Laras mengangkat ponselnya melakukan sambungan telefon, “warna apa tadi kopernya?” Tanyanya begitu beberapa kali berbincang dengan lawan bicaranya.

“Hitam dan biru.”

“Oke, aku sudah suruh sopir mengambilkan. Jadi sekarang kalian sebenarnya mau kemana?” Pandangan Laras beralih dari Mirna ke arah Nara.

Nara seperti tersedar dengan tujuannya, pikirannya kembali melayang dengan rencana yang pada akhirnya ditunda dulu, melihat tubuhnya yang belum memungkinkan.

“Aku ..” Nara bingung ingin menjelaskan bagaimana.

Laras menunggu ucapan Nara yang hanya sepatah kata.

“Ingin berjumpa dengan Suami ku, dia kerja disini dan aku ingin berlibur dengan anak ku Mbak.” Ungkapnya benar sedikit beralibi.

Laras membulatkan mulutnya, “oh .. dimana Mbak, mungkin aku bisa mengantarkan nanti setelah benar-benar sehat. Jangan khawatir biar semua urusan rumah sakit aku yang tanggung, mungkin jadi sedikit penebus rasa terima kasih ku.” Jelasnya sudah lumayan tenang.

Nara kembali ragu, bagaimana tidak rencana ini begitu dadakan, bahkan suaminya pun tak tau jika Nara sekarang ada di kota tempatnya berkerja.

Lamunan kembali menyergap di benaknya,

~

1
Al Ghifari
bodoh bngt si Nara biar cepat ketahuan SM Rama ceraiin aja Rama istri tdk tau diri
Fay :): hehe.. sabar kaka 😁
total 1 replies
Al Ghifari
cepat ketahuan dong SM suaminya lgsg cerai aja
Fay :): ntar dulu, di perpanjang dulu ceritanya kak 😁
total 1 replies
L3xi♡
Nangis deh 😭
Fay :): sedih ya kak 😢😢
total 1 replies
pEyt
Jelasin semua dengan detail
Fay :): siap kak.
masih outor amatir, kritik dan sarannya sangat diperlukan.
terima kasih.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!