Terpaksa Menikahi Pria Belok

Luna berjalan masuk ke salah satu gedung apartemen tempat Mytha tinggal sembari menjinjing kantong keresek berisi minuman dan makanan ringan.

“Mytha!” panggil Luna diiringi ketukan di pintu.

Tak butuh waktu lama pintu pun terbuka, Luna langsung masuk tanpa di perintah.

“Duduklah,” ucap Mytha dingin, Luna mengerutkan kening tak biasanya sahabatnya itu bersikap begitu terhadapnya, namun dia tetap menurutinya kemudian duduk di atas karpet bulu yang sengaja Mytha gelar di ruang tengah.

“Kau benar-benar keterlaluan Luna, apa kau sudah tidak menganggapku sebagai temanmu lagi,” desisnya dengan tatapan kecewa.

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti?”

“Ini.” Mytha melempar sebuah majalah ke pangkuan Luna, setelah membacanya barulah ia mengerti ada gambar Dean dan dirinya di majalah itu. Itu adalah berita tentang klasifikasi bahwa Dean sudah menikah dan tentu saja dengan Luna sebagai mempelai wanitanya.

“Kau baru tahu. Aku menikah dengannya sudah hampir dua bulan,” ucap Luna datar.

“Itulah yang ku maksud, mengapa kau tidak memberitahuku. Dan lagi kau menikah dengan Dean Adiyasa, apa kau lupa dia itu seorang Gay!” ucapnya setengah berteriak.

Luna diam, dia membiarkan Mytha meluapkan emosinya. Sejujurnya Luna memang tidak ingin Mytha tahu soal pernikahan dia dan Dean, karena pada akhirnya pernikahan ini akan berakhir dengan sendirinya.

“Jelaskan padaku, kenapa kau bisa menikah dengannya. Dari yang aku tahu, si Dean itu punya kekasih yang artis itu kan, eh siapa namanya, eh aku lupa?”

“Jeffrey." ucap Luna.

“Nah iya itu dia, aku pernah lihat berita mereka sekilas di internet.”

Luna menghela nafas berat sebelum akhirnya berucap kembali, “itu benar, dan sekarang kami tinggal serumah.”

“Apa?!” Mytha sontak bangkit, dia menatap tak percaya kearah Luna.

“Apa kau sudah gila? Astaga Luna, kau benar-benar bodoh, kenapa kau mau di nikahi olehnya bahkan dia membawa pacar gaynya dan tinggal serumah denganmu. Aku tidak percaya ini.” Mytha nampak frustasi, dia tak habis pikir dengan apa yang Luna lakukan, apa seputus asa itukah Luna, hingga dia menerima pinangan dari orang seperti Dean.

“Hey Mytha tenanglah oke, aku akan menjelaskan semuanya padamu.”

Luna pun menjelaskan tentang perjanjian kontrak pernikahannya dengan Dean serta keinginan Tuan Adiyasa untuk memiliki cucu.

Mytha memejamkan matanya, berusaha menekan setumpuk kata-kata yang ingin sekali keluar dari mulutnya, “aku mengerti, tapi tetap saja aku merasa ini tidak benar Luna. Kau menukar dirimu sendiri demi menyelamatkan perusahaan Ayahmu, apa kau pikir Ayahmu akan senang dengan apa yang kau lakukan ini?”

“Senang atau tidak, dia sudah tak ada di dunia ini lagi, aku hanya ingin mempertahankan apa yang ia tinggalkan untukku. Kau tahu seperti apa diriku, aku lemah aku tidak bisa melakukan semuanya seorang diri. Lagi pula Tuan Adiyasa cukup baik terhadapku.” Ujarnya.

“Lalu bagaimana hubunganmu dengan pacarnya si Dean itu?” tanyanya lagi.

Luna tertawa kecil, sejujurnya dia juga merasa lucu dengan kehidupan yang ia alami bersama Jeff dan Dean, “kami berteman, apa kau percaya itu?”

“Apa? Kau serius?” Mytha nampak tak percaya.

“Aku serius, Jeff itu baik. Sikapnya bahkan jauh lebih baik daripada si brengsek Dean.” Kekeh Luna.

“Astaga, hidupmu benar-benar estetik Luna,” kekeh Mytha, “tapi aku masih kesal padamu, sejujurnya aku berharap kau memberitahuku sendiri tentang pernikahanmu, meski pernikahan itu hanya sebatas kontrak.” decaknya.

“Maafkan aku Mytha, aku hanya tidak ingin membebani pikiranmu dengan masalah pribadiku. Tapi terimakasih karena sudah mengkhawatirkanku.” Ucap Luna disertai senyuman.

Mereka mengobrol banyak sambil makan dan minum. Dari awalnya pembicaraan serius yang mereka bahas tapi kini mereka malah membahas hal-hal remeh dan bergosip ria sambil tertawa.

Di tempat lain, Dean tengah duduk seorang diri di ruang keluarga. Luna tak ada dan Jeff belum kembali. Hening, itulah suasana di rumah saat ini.

Waktu terus bergulir, jam menunjukkan pukul 21:00 waktu setempat. Suara pintu terbuka mengalihkan atensinya.

“Jeff,” serunya tampak senang. Ya, itu adalah Jeff dia baru saja pulang bekerja.

“Dean, kenapa kau sendirian disini, kemana Luna?” tanya Jeff, dia merasa heran karena tak biasanya Dean akan duduk sendirian disana, rumah ini juga terkesan hening. Keberadaan Luna mempunyai tempat sendiri di rumah ini.

“Entahlah,” jawabnya acuh.

“Apa dia di kamarnya?” tanya Jeff sembari menatap ke lantai atas tempat Luna biasa tinggal.

“Tidak, dia tidak ada.”

“Hah? Lalu kemana dia pergi?” Jeff tampak panik.

“Mana ku tahu, dia hanya bilang jika malam ini dia tidak akan pulang.” Ucapnya dengan nada kesal.

“Seharusnya kau tanya padanya kemana dia pergi, dia itu seorang wanita, sangat berbahaya baginya berkeliaran seorang diri,” keluh Jeff.

Jeff merogoh ponsel dari saku celananya, bermaksud untuk menghubungi Luna. Dean memasang telinga lekat-lekat dia juga sebenarnya ingin tahu sebenarnya kemana Luna pergi hingga dia bilang tidak akan kembali malam ini.