"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Brakkkk!!!
Keluarrr!!!
Deru nafas memburu terengah-engah, helaan kasar udara tang memenuhi rongga paru-paru menambah laju emosi Si Boss semakin menjadi.
"Bambang Sialan!" Si Boss melempar apapun yang kini ada dihadapannya.
Ruangan yang didominasi warna serba hitam kini tak ubahnya kapal pecah saat Irma memasuki dan mendapati Si Boss dengan berkacak pinggang.
Irma tadi baru saja datang. Selesai melayani kliennya, kembali ke Cafe, mendapat kabar dari Black kalau Si Boss sedang ngamuk pasca pertemuan dengan Tuan Besar.
"Boss," Suara Irma mendayu, gesture menggoda, langkah perlahan namun pasti mendekati singa yang sedang mengamuk.
Si Boss menatap nyalang pada Irma, kekesalannya belum reda pada Bambang, dan kini teringat kembali wajah menyebalkan Bambang jumawa terpilih Tuan Besar.
"Bambang! Orang itu! Gak tahu Diri! Besar kepala Dia!" Mengalirlah cerita Si Boss dalam belai manja dan sentuhan memabukkan yang Irma berikan.
"Kenapa Kamu tertawa? Meledekku?" Si Boss menatap tajam, alisnya menukik, tak terima Irma tertawa setelah mendengarkan semua cerita Si Boss dan bagaimana kejadian disana.
"Maaf Boss, Aku bukan menertawakan Boss. Mana berani Sayang. Aku cuma sedang berpikir saja. Bambang tidak akan bisa lepas dari Kita. Walau sekarang tuan Besar memilihnya. Tapi Boss tidak perlu khawatir. Kita punya Kartu As Bambang."
"Video Kamu sama Anita? Ah! Mudah bagi Tuan Besar membereskan itu jika sudah percaya sama orang!"
Gelengan Irma disertai senyum penuh artinya, membuat Si Boss mengernyitkan dahi, "Lantas?" Seperti paham isi kepala Irma, sepertinya ada yang lebih besar untuk menjadi ancaman bagi Bambang.
"Anisa. Istri Bambang. Gimana?" Irma mengedipkan sebelah mata.
Seketika seringai licik Si Boss mengembang senyuman penuh arti dan harapan.
"Kamu memang cerdas Irma. Gak salah Aku selalu bisa mengandalkan Kamu Baby," Si Boss kembali mendapat kesenangannya dan Irma memang selalu mampu memuaskan Si Boss luar dalam.
***
Nafas terengah Bambang, diantara ambang batas kesadarannya.
Seluruh tubuh terasa letih dan lelah, namun aroma khas percintaan begitu khas dan bahkan membuat isi perut Bambang keluar.
Bambang muntah dan memijat tengkuknya. Kepalanya pening. Tubuh letih dan sulit Ia gerakkan serasa tertimpa beton beribu ton membuat langkah Bambang perlahan bangkit dari ranjang besar yang sepi hanya dirinya sendiri yang terbaring tanpa sehelai benang.
Ruang serba merah menjadi perhatian Bambang. Terakhir Bambang ingat betul Ia berada diruangan Tuan Besar di rudapaksa oleh dua pria dan seorang wanita sintal dan liar.
Bambang mencari apapun yang sekiranya bisa menutupi tubuh polosnya yang sudah terasa lengket dan beraneka rupa aromanya.
Klik!
Bambang memusatkan pandangannya kearah pintu yang batu saja terbuka dan kembali tertutup.
"Sudah bangun?" Kata yang tidak seperti pertanyaan justru terdengar meledek ditelinga Bambang.
Tuan Besar, berjalan menuju sofa dalam kamar. Duduk tenang sambil menyilangkan kedua tangan didadanya menatap Bambang lekat.
Bambang canggung, bagaimanapun Ia normal. Bertelanjang didepan seorang Pria masih bukan hal biasa baginya.
Meski ini bukan pertama kali namun rasanya tetap sama. Bambang kikuk dengan tatapan yang terasa menguliti dari Tuan Besar.
"Selamat datang Bambang. Kamu resmi menjadi bagian dari Kami. Dan jangan pernah coba-coba berkhianat ataupun membelot. Karena Aku tidak sepemaaf yang Kamu bayangkan." Nada tenang yang terdengar dari suara Tuan Besar tak membuat deru jantung Bambang berdebar kencang.
Bambang sadar. Ia baru saja terlepas dari mulut harimau dan kini masuk ke dalam sarang buaya.
"Hari ini, ada tugas pertama untukmu."
Tampak pria yang semalam kembali hadir. Kedua pria itu seolah tak pernah melakukan apapun kepada Bambang. Cuek. Tetap profesional dan tak terbaca.
"Bersiaplah. Mereka akan membantumu. Dan Lady," Wanita binal yang sudah mengacak-acak kewarasan Bambang semalam kembali masuk dan kini berbeda dengan semalam, Wanita yang dipanggil Lady, sudah memakai pakaian sejenis dengan kedua pria yang kini berada disisi kanan dan kiri ranjang.
***
Nisa bangun, seperti biasa sebelum fajar dan bahkan ayam jago belum berkokok.
"Mas Bambang belum pulang." Rumah masih sepi. Hanya dirinya seorang dan Bambang belum pulang.
Nisa menghela nafas berat. Setiap hari, kekhawatirannya bertambah. Bambang. Kini selalu menjadi pikiran yang semakin menyita perhatian Anisa.
Bukan Anisa tak percaya, Nisa masih meyakini, Bambang diluar sana bekerja dan Ia sebagai Istri mendoakan yang terbaik untuk Suaminya dalam mencari nafkah.
Tapi, perasaan gelisah, cemas dan terkadang over thinking tak bisa Nisa cegah dan selalu menghantui hatinya setiap saat.
Sebelum berangkat kerja, Nisa sudah menyiapkan sarapan dan kopi untuk Bambang. Jika Bambang pulang Nisa berharap Bambang bisa sarapan masakan yang Ia buat.
"Assalamualaikum Mas. Mas semalam tidak pulang? Masih banyak kerjaan atau gimana? Kabari Nisa ya Mas. Nisa khawatir."
Begitulah hati seorang Istri. Sekesal apapun namun hati dan lisan tak pernah putus mendoakan Suami.
Baru saja Nisa membuka pintu, Terlihat wajah yang tak ingin Ia lihat.
"Hai Mbak! Bisa bicara sebentar." Senyuman manis menyapa Nisa. Namun dibalik manisnya senyuman wanita dihadapannya Anisa yakin mengandung racun dan bisa yang mematikan.
"Mbaknya cari Mas Bambang? Mas Bambang belum pulang. Saya mau berangkat kerja." Tak ada basa basi Nisa enggan beramah tamah dengan Si Wanita yang sejak pertama kali Nisa bertemu, tak ada kesan baik dan auranya negatif.
"Saya kesini bukan mau bertemu dengan Mas Bams kok, tapi sengaja mau ngobrok sama Mbak Nisa. Bisa kan?"
"Tapi Saya sudah ditunggu di laundry, tidak enak kalau telat datang."
"Duh, sibuk bener. Padahal cuma jadi tukang cuci aja. Haha." Tawa meledek namun tak membuat Nisa terpancing emosi.
"Saya memang tukang cuci, tapi pekerjaan Saya halal dan tidak merusak rumah tangga orang!" Nisa tak segan melawan wanita dihadapannya. Gerah melihat si wanita merasakan sepetti perempuan baik-baik padahal Nisa yakin wanita dihadapannya adalah wanita tidak baik.
"Hahaha. Duh, begitu loh dimarahin Istri SAH? Takut!"
Anisa tak menanggapi kata-kata konfrontasi dari wanita dihadapannya.
"Gini ya Mbak Nisa, Saya cuma mau bilang, kalau Mbak Nisa harus hati-hati sama Mas Bambang. Soalnya Mas Bambang sudah gak kerja di Cafe Kita. Dan, kayaknya sekarang Mas Bambang bakal lebih jarang pulang deh! Ya, Aku sih cuma ngingetin aja." Dengan gaya selangit, Wanita dihadapan Nisa itu pergi meninggalkan kontrakan dan Nisa masih mencerna kata-kata yang ambigu dari Wanita yang kini sudah tak lagi terlihat dihadapannya.
"Mas Bambang sudah berhenti kerja di Cafe? Terus semalam kenapa gak pulang? Ya Allah Mas, Kamu dimana?"
***
"Jadi, disitu Bambang dan Istrinya tinggal?"
Si Boss menunggu dimobil, saat Anita sudah kembali dari rumah Bambang dan mengkonfrontasi Anisa secara langsung.
"Kenapa? Selera Boss ganti sama modelan cewek polos dan bego begitu?" Lirikan Anita dengan bibir mencebik membuat Si Boss tertawa.
"Boleh juga. Sesekali Aku butuh penyegaran."
"Ck!"
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Nisa jg trllu bodoh jd istri