Tharion, sebuah benua besar yang memiliki berbagai macam ekosistem yang dipisahkan menjadi 4 region besar.
Heartstone, Duskrealm, Iron coast, dan Sunspire.
4 region ini masing masing dipimpin oleh keluarga- yang berpengaruh dalam pembentukan pemerintahan di Tharion.
Akankah 4 region ini tetap hidup berdampingan dalam harmoni atau malah akan berakhir dalam pertempuran berdarah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryan Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Act 15 - King of the sea
Ser Torren berdiri dengan pedang di tangan, menunggu lawannya maju. Angin menyusup di antara rambutnya. Keheningan yang pekat membuat ketegangan menggantung di udara.
Sang Raja Thal’kren melangkah ke tengah pantai. Setiap hentakan kakinya memecah pasir basah. Auranya menyebar — begitu kuat sampai terasa di tempat Ser Edgar berdiri. Enam sosok dari laut menyertainya, lalu berhenti beberapa langkah di belakang.
“Ugh… auranya…” Erick menelan ludah.
Ser Edgar mengawasi, wajahnya menegang.
“Makhluk itu… jelas bukan lawan manusia biasa.”
Namun Ser Torren tetap tegak. Tidak satu pun garis tubuhnya menunjukkan gentar.
Di sini atau tidak sama sekali. Jika aku kalah — Iron Coast habis.
Kini sang raja berdiri tepat di hadapannya. Tubuhnya raksasa — kulitnya sekeras lapisan baja, dengan mahkota batu karang yang tumbuh di tengkoraknya.
“Dia bahkan lebih tinggi dari Ser Darius…” desis Ser Edgar.
“Tenang,” ucap Erick pelan. “Ser Torren tidak jatuh semudah itu.”
“Aku berharap kau benar,” balas Ser Edgar, “tapi melihat lawannya… sulit mempercayainya.”
Aura sang raja menyelimuti udara — cukup untuk mengikis kepercayaan diri prajurit manapun. Tapi Torren tetap berdiri, seolah akar menahan kakinya menembus bumi.
Jarak tinggal sepuluh meter. Sunyi — tapi sunyi yang terdengar lebih lantang dari teriakan.
Ser Torren menoleh ke langit pagi yang cerah.
“Sungguh indah…” gumamnya.
Ia kembali menatap sang raja.
“Di hari seindah ini… makhluk sepertimu seharusnya sudah jadi abu di neraka.”
Ia mengacungkan pedang.
“Bersiaplah.”
Sang raja hanya mengangkat pedang, lalu memberi gestur dengan tangan kirinya — maju.
Ser Torren memejamkan mata sepersekian detik.
Dewi… beri aku kekuatan.
Ia menghembus napas, lalu mulai maju.
Raja Thal’kren tersenyum dan melangkah menyambut.
Jejak kaki dua petarung itu terukir oleh pasir basah — seakan pantai berusaha mengabadikan momen ini. Ser Edgar dan Erick menatap tanpa berkedip.
---
— DUEL DIMULAI —
Hush! Sang raja menusuk.
Ser Torren menghindar cepat dan membalas dengan pukulan ke wajah.
Duag! Sang raja menahan pukulan dengan satu tangan lalu menendang — Torren terpental.
“Argh!” Torren berguling di pasir.
Tebasan susulan hampir membelah perutnya—
Tink!
Torren membelokkan pedang, tapi tetap terluka di pundak kirinya.
“Sret!”
“Argh!”
Darah merembes dari sela jarinya. Pandangan mulai goyah — tapi adrenalin menyambar otak dan rasa sakit padam seketika.
Hush!
Torren menyerbu lagi — serangan rendah ke perut.
Ting! Duark!
Ditahan — Torren berputar dan menendang kaki sang raja. Thal’kren berlutut.
Torren membabat dari atas—
Tink! Pedang beradu. Mereka saling tekan.
“HAAAA!!” Torren memaksa menekan turun.
Sang raja memutar tubuh, menghajar kaki Torren dari belakang — Torren jatuh.
Tusukan datang —
Srug!
Torren berguling menjauh dan bangkit lagi.
Mereka saling mengunci pandang — membaca celah.
Sang raja menurunkan pedang, satu tangan saja ia pegang.
“Aku terkesan.”
Ia berjalan menyamping, masih menatap Torren.
“Dalam ratusan tahun, tak ada yang membuatku berlutut. Karena itu…”
“…aku beri kau hadiah.”
“Kematian yang cepat.”
Uap air membungkus tubuhnya. Air dari pasir naik, membentuk bola di tangannya — dikompresi sampai seukuran mata.
BOOM—!
Meriam air bertekanan menampar tubuh Torren. Ia terpental dan napasnya tercabut dari dada.
“Sial… dia bisa sihir…” gumamnya.
Tembakan kedua menyusul —
Torren melompat dan berguling, lalu menerjang lagi.
Tink! Tink! TANK!
Serangan berganti-ganti. Sang raja mundur menahan arus tebasan.
Tink! Tank! Duag!
Itu dia — celahnya!
Torren menebas leher—
Srakkk! Darah biru muncrat.
Namun di saat bersamaan —
Pedang sang raja menancap di perut Torren.
“Ghk—!” darah muncrat dari mulutnya.
Torren membelalak. Darah biru di pedangnya bukan dari leher — melainkan pergelangan tangan sang raja.
“B–bagaimana… kau menahan pedang dengan tangan kosong…?”
Torren mengumpulkan napas — darah terus keluar.
“MATILAH!!”
Ia mendorong pedangnya lebih dalam.
Namun sang raja mencabut pedangnya dari perut Torren — lalu mencekiknya dan mengangkatnya ke udara.
“Sayang… permainan berakhir di sini.”
Ia mengangkat pedang, siap menusuk jantung Torren.
SRAK!
Pedang Torren lebih dulu menggores wajah sang raja — dari pipi sampai jidat, melewati mata.
“ARGHHHH!” Sang raja melempar Torren.
Torren berguling — darahnya menggenang. Napas patah-patah. Tubuh bergetar hebat.
“Beraninya kau…” geram sang raja.
Torren tertunduk, darah memercik dari mulut, satu tangan menahan luka perut agar tidak terbuka lebih parah.
“Uhuk… uhuk… argh…” Darah memuncrat ke pasir hitam.
Pandangan kabur — tapi tekadnya menggigit terakhir.
Jika aku berhenti di sini — Tharion tamat.
-
-
-
Sang raja mencari keberadaan Ser Torren dengan satu matanya yang tersisa.
"ARGHHHHHHH! DIMANA KAU!"
Matanya terkunci melihat Ser Torren yang masih tersungkur ditanah berlumuran darah.
Dia pun berlari kearah ser Torren dengan amarah yang meledak-ledak.
"MATI KAU!" Teriak sang raja.
namun belum sempat sang raja melayangkan serangan, Ser Torren memercikan darahnya ke mata sang raja, membuat sang raja buta sementara.
Srangggg! Sranggg! Srangg!
Pedang Ser Torren menebas tubuh sang raja.
Tiga tebasan cepat ke tangan kaki dan dadanya, membuat sang raja semakin kesulitan untuk mengatur posisi.
"GAHHH!" Teriak sang raja.
Sang raja mengayunkan pedangnya liar kesegala arah tanpa memperdulikan dimana lawannya.
Srangg! Srangg! Tankkk!
Ser Torren terus menyerang tapi salah satu ayunkan sang raja mengarah ke tubuhnya membuatnya harus menahan.
Serangan sang raja membuat Ser Torren terpental dan kembali jatuh ketanah.
"Disana kau rupanya!" ucap sang raja setelah membersihkan darah dimatanya.
Dia berjalan kearah ser Torren , mencengkram lehernya dan mengangkat tubuh Ser Torren keatas.
"Ada kata kata terakhir?" ucap sang raja.
Tankkkkk!
Dengan cepat Ser Torren menebaskan pedangnya kearah leher sang raja.
Namun dengan mudah sang raja menahan serangan itu.
"Sungguh tekad yang luar biasa!" ucap sang raja melihat Ser Torren yang masih tidak menyerah.
Tidak disangka Ser Torren melepaskan pedangnya dari tangannya dan menangkap nya menggunakan tangan kirinya lalu menusuk leher sang raja.
"gghh!" darah biru mengalir dari lehernya dan juga mulutnya.
Tangan ser Torren bergetar dan terus berusaha mendorong pedangnya lebih dalam lagi.
Dengan sisa tenaganya sang raja mencengkram luka di perut Ser Torren dan merobeknya lebih lebar lagi.
"Arghhhhhhh!" teriak Ser Torren sambil berusaha untuk tidak melepaskan pedangnya.
Mata biru sang raja pun perlahan pudar, genggamannya perlahan melemah dan akhirnya terlepas.
Mereka berdua jatuh ketanah secara bersamaan diselimuti oleh genangan darah yang bercampur berjadi satu.
Ser Edgar dan Erick langsung berlari secepat mungkin menghampiri ser Torren yang tenggelam dalam darahnya sendiri.
"Komandan!" ucap Erick sambil menopang kepala Ser Torren di pangkuannya.
Ser Edgar berdiri dihadapan mereka untuk bersiap melawan keenam pendamping sang raja.
Namun tiba tiba para Thal'kren itu memuntahkan darah biru dari mulutnya dan terjatuh kehilangan nyawa seketika.
Air laut yang biasanya terlihat kelam berubah menjadi cerah, ombak laut yang biasanya mengamuk perlahan menjadi tenang.
Selama ratusan tahun para Thal'kren menyerang ke pantai ini dan akhirnya teror mereka dapat dihentikan pada pagi hari yang cerah ini.
Ser Edgar bergegas mengangkat tubuh Ser Torren dan membawanya dengan kuda untuk mendapatkan pertolongan.
Ser Torren larut dalam pikirannya, pandangannya semakin menghilang, nafasnya semakin berat dan pendengaran nya pun seperti tidak berfungsi lagi.
"A-apakah aku akan mati disini?" ucap Ser Torren dalam hati.
Karena kebnyakan novel pke bantuan ai itu bnyak yg pke tanda itu akhir2 ini.
Tapi aku coba positif thinking aja