Saga, sang CEO dengan aura sedingin es, tersembunyi di balik tembok kekuasaan dan ketidakpedulian. Wajahnya yang tegas dihiasi brewok lebat, sementara rambut panjangnya mencerminkan jiwa yang liar dan tak terkekang.
Di sisi lain, Nirmala, seorang yatim piatu yang berjuang dengan membuka toko bunga di tengah hiruk pikuk kota, memancarkan kehangatan dan kelembutan.
Namun, bukan pencarian cinta yang mempertemukan mereka, melainkan takdir yang penuh misteri.
Akankah takdir merajut jalinan asmara di antara dua dunia yang berbeda ini? Mampukah cinta bersemi dan menetap, atau hanya sekadar singgah dalam perjalanan hidup mereka?
Ikuti kisah mereka yang penuh liku dan kejutan di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beauty and The Beast 12
Lift pun mulai naik. Tak butuh waktu lama, pintu lift terbuka. Ting...
Nirmala segera keluar, mencari ruangan bertuliskan CEO. Baru beberapa langkah, ia sudah menemukan ruangan itu. Ia langsung membuka pintunya tanpa mengetuk, ia memang lupa.
Di dalam ruangan, pemandangan seorang wanita tengah duduk di pangkuan Saga, memainkan dasi milik pria itu. Padahal, dasi itu Nirmala lah yang memasangkannya. Tangan Nirmala mencengkeram pegangan pintu hingga memerah.
"Ah... Maaf, lanjutkan saja," ucap Nirmala, berniat menutup pintu.
"Keluar!" bentak Saga dari dalam.
Nirmala mengangguk, mengira dirinya yang diusir oleh Saga, tapi ia mendengar suara seperti buah kelapa jatuh dari pohon. Buk... Nirmala menghentikan langkahnya. Tak lama, wanita dengan baju press body berwarna merah menyala keluar dari ruangan Saga dengan amarah yang memuncak.
Wanita itu juga mendorong tubuh Nirmala hingga kehilangan keseimbangan. Beruntung, Saga dengan sigap menarik lengan Nirmala, sehingga ia jatuh di pelukan Saga.
Mata mereka bertemu, makin mendekat dan sebentar lagi akan sampai pada... Nirmala menjauhkan kepalanya hingga Saga tersadar. Nirmala masih teringat adegan tadi, di mana wanita itu mencium bibir Saga.
Nirmala berjalan menjauhinya, memilih duduk di sofa tamu. Entah mengapa, sepanjang hari ini Nirmala memilih diam, tak seperti biasanya.
Jika biasanya ia banyak berbicara, menanyakan apa saja yang dilihatnya, tapi hari ini ia hanya menghabiskan waktu menonton televisi sambil memakan camilan yang dibawakan oleh Ace, tentu atas perintah Saga.
Saga yang merasa ada yang aneh pada Nirmala pun memilih diam. Ia mengerjakan berkas yang menumpuk, tapi pikirannya berada pada wanita yang kini sedang asyik menikmati camilan dan menonton televisi.
Saga berulang kali menghela napas kasar, hanya ingin menenangkan pikirannya. Nirmala ada di depannya justru bagus, kan, jika wanita itu diam? Tapi kenapa Saga malah bingung?
Jam makan siang sudah berlalu. Saga bangkit dari kursinya, mendekati Nirmala yang ternyata sudah tertidur, masih memegang bungkus camilan. Saga menggoyangkan tubuh Nirmala perlahan.
Nirmala menggeliat, meregangkan tubuhnya. "Ada apa?" tanya Nirmala.
"Mau makan siang di sini atau keluar?" tanya Saga, sudah berjongkok di depan wajah Nirmala. Mata wanita itu terpejam lagi, Saga terkekeh dibuatnya.
Ace yang sedari tadi berada di ruangan yang sama merasakan atmosfer ruangan menjadi hangat. Jika kita menanam bunga saat ini, kemungkinan hidup akan jauh lebih besar.
Hanya Nirmala yang bisa membolak-balik hati Saga, manusia es batu, selain Oma tentunya.
Dengan berat hati, Nirmala bangun. Meski sudah membasuh wajahnya, ia masih terus menguap, tidak seperti kebanyakan wanita yang pasti lebih mementingkan menjaga image.
Sampai di dalam mobil, Nirmala kembali memejamkan matanya. Kepalanya bergoyang ke sana-kemari membuat Saga gemas. Ia menempelkan kepala wanitanya di bahu agar menjadi tumpuan kepala Nirmala.
Ace melirik dari spion tengah, tersenyum. Entah mengapa, ia merasakan senang melihat kejadian ini. Mobil sudah sampai di restoran, ketiganya makan dengan khidmat.
Sampai ada seseorang yang menegur Nirmala, "Nirmala?" ucap Dokter Riko.
Nirmala menoleh, masih dengan paha ayam bakar di mulutnya. Ia melihat Dokter Riko berjalan mendekat ke arahnya. Ia segera melepaskan paha ayam tersebut, menarik tisu sebanyak mungkin untuk membersihkan tangannya.
Pandangan itu tidak lepas dari sorot tajam Saga. Entah mengapa, ia merasa dadanya sesak dan panas, tapi ia memilih diam. Tangannya perlahan mengambil kopi dan menyeruputnya.
"Makan di sini juga?" tanya Riko berbasa-basi. Ia juga menyapa Ace dan Saga, tapi mereka berdua kan patung hidup, jadi ya diam dan hanya mengangguk seperlunya.
"Bisa ikut aku sebentar?" tanya Riko pada Nirmala. Nirmala ragu, ia menatap ke arah Saga yang sedari tadi diam.
Melihat Nirmala menatapnya seolah meminta izin, "Ehem..." Saga berdehem lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
Nirmala tersenyum dan kemudian bangkit, ia mengikuti Riko dari belakang. Rupanya, Riko hanya mengajak Nirmala mengobrol di area parkir yang tidak terkena sinar matahari. Saga yang melihatnya tersenyum sinis, "Nggak modal," ucap Saga mengejek.
1 menit....
2 menit....
3 menit....
Hingga menit ke-5, keduanya belum selesai mengobrol, malah terlihat semakin asyik. Bahkan, Riko sudah berani memegang tangan Nirmala dan menempelkannya di dadanya, seolah mengatakan jika Nirmala ada di dalam hatinya.
Saga yang melihat pemandangan tersebut seketika wajahnya berubah dingin. Atmosfer di sekitarnya pun menggelap, seperti akan terjadi badai. Nirmala melihat jam tangannya.
Ia menyudahi pembicaraan dengan Riko, sambil bersenda gurau berjalan bersama ke arah tempat Nirmala makan sebelumnya. Riko juga sempat merangkul pundak Nirmala, tapi dengan cepat ia melepaskan tangan Riko.
Dari wajah Nirmala, terlihat rasa tidak nyaman dengan perlakuan Riko. Saga yang menyadari itu segera bangkit dari kursinya dan dengan langkah cepat menarik lengan Nirmala hingga menabrak dadanya. Bruukk...
"Hei, ada apa, bung?" tanya Riko dengan wajah mengejek. Ace dengan cepat merentangkan tangannya, membuat Riko mundur. Bersamaan dengan itu, Saga berjalan sambil memeluk tubuh Nirmala menjauhi Riko.
Ace berjalan di belakang, dengan cepat membuka pintu mobil. Setelah keduanya masuk, ia segera menyalakan mesin mobilnya. "Kita pulang," ucap Saga yang diangguki oleh Ace.
Di dalam mobil, suasana mencekam membuat orang di dalamnya merinding, tak terkecuali Nirmala. Ia menutup matanya, mengembuskan napasnya perlahan, mencari udara segar untuk mengisi paru-parunya.
Saga memegang erat tangan Nirmala hingga ia mengaduh, "Sakit, Saga," ucap Nirmala. Panggilan yang diucapkan oleh Nirmala membuat Saga tersenyum sinis.
Baru tadi pagi dirinya memanggil dengan sebutan "sayang", tapi kini hanya sebuah nama tanpa gelar apa pun. "Kamu senang bisa berdua dengan pria itu?" tanya Saga dengan nada suara berat, seolah tengah mengangkat beban.
"Maksudnya apa?" tanya Nirmala sambil berusaha melepaskan tangannya dari cekalan Saga, tapi seluruh kekuatan Nirmala tidak ada seujung kuku dari kekuatan Saga.
Saga dengan kasar menarik tengkuk Nirmala, mengecupnya, menggigitnya hingga meninggalkan beberapa jejak merah di sana. Nirmala mengerang, ia meringis kesakitan.
"Sayang, kumohon berhentilah, ini sakit," ucap Nirmala. Tak terasa, mobil sudah tiba di halaman mansion. Saga melepaskan pelukannya pada Nirmala.
"Kamu hanya milikku," ucap Saga dengan suara lantang. Nirmala menoleh, sudah dengan wajah yang bercucuran air mata. Ia tersenyum dan mengangguk.
"Kamu orang berpunya, dengan gampangnya mengecap diriku ini milikmu, juga dengan gampangnya membawa wanita lain ke dalam pelukanmu? Egois kamu," ucap Nirmala sambil membuka pintu mobil dan berjalan cepat meninggalkan Saga dan Ace.
Ace memang belum tahu perihal wanita yang dimaksud oleh Nirmala. Setelah Nirmala keluar dari mobil, ia pun menoleh ke belakang, meminta penjelasan pada Saga.
"Isabel datang ke kantor, langsung duduk di pangkuanku," ucap Saga sambil meraup wajahnya kasar.
"Kamu tidak menolak?" tanya Ace dengan tatapan dingin. Ace merasa tak senang dengan perilaku Saga, di satu sisi menginginkan Nirmala, di sisi lain masih menginginkan Isabel.
"Pilih salah satu," ucap Ace mengingatkan. Ace segera keluar dari mobil meninggalkan Saga sendiri. Hubungan Saga dan Ace bukan hanya sekadar atasan dan bawahan, tapi mereka adalah sahabat dari zaman perkuliahan.
Ayah Saga yang dulu menolongnya dari kelakuan bejat bapak kandungnya yang berusaha memperkosanya, sejak saat itu, Ace diambil oleh ayah Saga dan tentunya tidak gratis.
Ayah Saga memberikan 100 juta untuk membeli Ace. Maka dari itu, Ace berusaha menjadi penjaga yang baik untuk Saga.
Di kamar
Nirmala mengamuk, ia berteriak sekencang-kencangnya, melepaskan semua beban di hatinya. Ace yang menyusulnya mendengar jeritan, teriakan, serta tangisan yang mengungkapkan betapa kecewanya seorang Nirmala.
Merasa diinginkan, tapi di sisi lain hanya seperti bayangan yang perlahan akan hilang jika cahaya datang. Nirmala tidak membanting sesuatu, ia hanya menangis dan memaki.
"Pria brengsek, bajingan kau, Saga! Akh........"
Hu..... Hu... Hu....
Nirmala yang menangis, kenapa Ace yang merasakan sakitnya? Ace sudah tidak tahan, ia segera pergi dan turun dari lantai atas, melewati Saga yang baru saja masuk dan masih berdiri di ambang pintu.