NovelToon NovelToon
Bukan Berondong Biasa

Bukan Berondong Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Romantis / Cinta pada Pandangan Pertama / Berondong / Konflik etika
Popularitas:34k
Nilai: 5
Nama Author: Jemiiima__

Dikhianati oleh masa lalu, Lucyana terjebak dalam pernikahan mendadak dengan Sadewa—pria yang jauh lebih muda dengan luka sendiri yang membuatnya trauma.

Meski begitu, ia justru memberi Lucyana rasa aman yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Bisakah keduanya bertahan? Ataukah cinta mereka akan menyerah pada masa lalu yang menghantui?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

No Name

Sore itu, PT Auralis Naturalis mulai lengang. Satu per satu karyawan merapikan meja lalu pulang. Di tengah keramaian yang mulai mereda, Ahmad masih saja mengikuti Detri dari jauh—membawa jejak kegigihan sejak pagi. Sarapan tadi ia taruh di meja Detri, diabaikan. Makan siang jam istirahat pun nasibnya sama. Semuanya ditolak halus, namun dingin. Kini Detri bersiap pulang. Ia menggantung tas di bahunya, merapikan poni, lalu menuju lift tanpa menoleh ke mana pun.

Ahmad melangkah cepat menghampiri, menampilkan senyuman yang paling mempesona—setidaknya menurut dirinya sendiri.

“Det, mau sampai kapan lo diemin gue kaya gini?” Suaranya terdengar sedikit memelas. “Udah dong marahnya, ya…”

Detri menghentikan langkahnya sebentar. “Gue? Marah?”

Ia menoleh tipis, menarik ujung bibirnya sekadar formalitas—senyum hambar yang jelas tidak tulus.

“Enggak kok,” katanya, lalu kembali berjalan tanpa menunggu respon.

Ting!

Pintu lift terbuka. Mereka masuk berdampingan, tapi jarak di antara mereka seperti melebar. Detri menatap angka lantai yang turun, tapi sesekali melirik Ahmad dari ujung mata.

Dalam hatinya ia mendesah, gue juga gak ngerti kenapa bisa kesel segininya....

Ia mengangkat bahunya kecil, seolah melepaskan kesal yang tak mau pergi.

Ah sudahlah bodo amat.

Lift berhenti di basement. Begitu pintu terbuka, Detri hendak melangkah cepat, tapi tangan Ahmad lebih dulu menyentuh lengannya untuk menghentikan.

“Mau ke mana? Gue anterin pulang, ya,” ujarnya pelan namun tegas.

“Gak usah. Rumah lo nggak searah sama gue.” Detri mencoba menolak.

“Mau arah rumah lo ke Ujung Genteng pun, gue anterin Det,” Ahmad menatapnya tanpa berkedip, menunjukkan bahwa ia tidak akan mundur. Akhirnya Detri mengangguk pasrah. Ahmad memutar tubuh, membuka pintu mobilnya, dan mempersilakan Detri masuk lebih dulu sebelum ia sendiri duduk di kursi kemudi.

Perjalanan dimulai dalam sunyi. Mesin mobil sesekali menggeram, klakson kendaraan lain terdengar bersahutan di antara kemacetan sore. Ahmad melirik singkat—hanya sekali—sebelum kembali fokus ke jalan, berusaha menebak cara terbaik mengembalikan suasana.

Sejenak hening. Hanya suara mesin mobil dan hiruk-pikuk lalu lintas yang mulai mereda menjelang malam. Detri akhirnya bersuara pelan, masih menatap lurus ke depan. “Kenapa lo gak mau gue marah? Kita kan cuma temen.”

Ahmad meremas ringan setir, lalu melepas napas. “Entahlah… pokoknya gue gak bisa kalau lo ngediemin gue kaya tadi.” Suaranya terdengar pelan, nyaris seperti gumaman.

Detri menghela napas pendek. “Kita cuma temen, Mad. Lo gak usah segitunya.”

Ahmad menoleh cepat. “Lo yakin kita cuma temen? Setelah apa yang kita lakuin kemaren?”

Detri terdiam. Kata-kata seolah menguap dari kepalanya, menyisakan kebingungan yang ia sendiri tak mau akui.

Ahmad menepikan mobil perlahan. Ban bergesek halus dengan pinggir trotoar taman yang mulai sepi. Langit di luar sudah memudar—jingga terakhir tersisa tipis, digantikan ungu kebiruan senja. Lampu-lampu taman mulai menyala, menyisakan cahaya lembut yang masuk ke dalam mobil.

Ahmad memutar tubuhnya, menatap Detri lekat. “Sekali lagi gue tanya… kita cuma temenan aja?”

Detri menoleh perlahan. Cahaya lampu membuat garis rahangnya terlihat jelas. Tatapan Ahmad menahannya di situ—erat, hangat, dan menuntut sesuatu yang ia sendiri takut akui.

Oke, kalau itu yang lo mau… gue ikutin, batinnya.

Sebuah senyum muncul di bibirnya, kecil tapi penuh makna. Ia mendekat sedikit, menggeser tubuhnya ke arah Ahmad. Tangan Detri terangkat, menyentuh tengkuk Ahmad dengan gerakan pelan namun pasti. Ahmad terpaku. Suara Detri nyaris seperti hembusan saat ia membisikkan di dekat telinga Ahmad, cukup dekat sampai napasnya menyentuh kulit,

“Iya… kita teman. Teman tapi… mesra.”

Ahmad memejam sebentar, merinding dari ujung leher sampai punggung. Begitu Detri menjauh sedikit, Ahmad langsung menangkap wajahnya—bukan kasar, tapi penuh rasa ingin yang menahan dirinya sejak tadi.

Ciumannya datang perlahan dulu, menyentuh lembut seperti permintaan izin. Detri membalas dengan tekanan halus yang membuat Ahmad kehilangan sedikit kendalinya. Ciuman itu menghangat, semakin dalam, semakin intens, seakan senja yang memudar memberi mereka izin untuk melepas semua batas. Waktu berjalan dan dunia terus bergeser tanpa mereka sadari.

...****************...

Keesokan paginya, cahaya matahari menerobos kaca jendela Rumah Sakit Pasteur, membuat lorong tampak lebih hidup. Suara langkah perawat dan deru troli obat, memenuhi udara.

Dari ruang rawat Dewa duduk bersandar dengan posisi sedikit tegak, sementara Lucy berdiri di sisi ranjang, memperhatikan dokter yang tengah memeriksa catatan medis. Orang tua Lucy barusan keluar untuk mencari sarapan, menyisakan mereka berdua bersama dokter dan suster yang sedang visit.

Dokter mengangguk kecil setelah memeriksa beberapa hal. “Kondisinya sudah membaik. Tidak ada masalah serius,” ucapnya sambil menutup file. Ia menoleh ke suster di sampingnya. “Siang ini pasien sudah boleh pulang. Tolong siapkan prosedur kepulangannya, ya.”

Suster segera mencatat. “Baik, Dok.”

Sebelum pergi, dokter menatap Dewa dengan nada hangat. “Ingat, jangan dipendam sendiri. Kalau ada yang mengganggu pikiran atau membuat stres, bercerita itu penting.”

Dewa mengangguk pelan, bibirnya menahan senyum. “Iya, Dok.”

Lucy menunduk sedikit sebagai tanda terima kasih. “Terimakasih sarannya, Dok.”

“Kalau begitu, saya permisi dulu.” Dokter dan suster keluar meninggalkan ruangan, pintu menutup lembut di belakang mereka.

Suasana kembali tenang.

Lucy mendekat, duduk di tepian ranjang sambil menatap Dewa penuh perhatian. Dewa ikut menatap, senyumnya muncul pelan—manis, tenang.

“Inget kata dokter,” ucap Lucy lembut. “Kalau ada apa-apa itu cerita...”

Dewa tergerak mengusap kepala Lucy pelan, gerakannya santai tapi tulus. “Iya, Lulu… iya. Kali ini gue bakal cerita apa pun sama lo.”

Lucy langsung mengerutkan kening, bingung. “Lulu?” suaranya pelan, matanya menyipit sedikit.

Dewa mengangguk kecil sambil menahan senyum, matanya memperhatikan reaksi Lucy. “He’em. Mulai sekarang gue panggil lo Lulu," Ia mencondongkan badan sedikit, nada suaranya menggoda halus. “Kenapa, mantan lo dulu manggilnya gitu juga?”

Lucy terkekeh pelan, senyumnya muncul tanpa ia tahan. “Engga… ini pertama kalinya ada yang manggil gue Lulu.”

Dewa ikut tersenyum, sorot matanya menghangat saat memandangnya. “Bagus,” ujarnya pelan tapi mantap. "Yang manggil lo Lulu memang cuma gue. Gak boleh ada yang lain lagi.”

Nama itu menggantung di udara, sederhana tapi terasa dekat—seakan Dewa baru saja menandai posisi istimewanya di hidup Lucy. Lucy refleks menunduk, pipinya memerah samar, lalu menatap Dewa lagi dengan senyum yang lebih lembut daripada sebelumnya.

Hening sejenak di antara mereka sebelum Dewa bergumam sambil mengendus dirinya sendiri. “Sebelum pulang...gue kayanya mandi dulu deh. Gak enak banget, dua hari gak mandi.”

Lucy langsung refleks menegakkan badan. “Jangan! Nanti aja di rumah. Cuci muka aja.” Ia meraih handuk kecil dan menyodorkannya ke Dewa.

Dewa menghela napas pasrah. “Hmm… yaudah deh.”

Lucy menatapnya penuh curiga. “Bisa sendiri?”

Dewa mengangkat alis, "Bisa..,"

"Atau lo mau bantuin gue? Sekalian bantu yang lain?” senyumnya nakal.

Lucy memukul pelan lengannya. “Omes lo! (otak mesum) Sana ke air!"

Dewa tertawa kecil sebelum akhirnya melangkah menuju kamar mandi.

Lucy mulai sibuk membereskan pakaian Dewa, melipat baju dan memasukkannya ke travel bag satu per satu. Suasana kembali tenang sampai ponsel di meja tiba-tiba bergetar. Ia sempat mengabaikannya, tapi getaran itu muncul lagi. Lucy menoleh. Ponsel itu milik Dewa.

Satu panggilan tak terjawab.

Lalu satu pesan masuk.

Ragu, Lucy mengambil ponsel itu hanya untuk melihat notifikasinya. Layarnya menyala, menampilkan deretan angka tanpa nama.

Lucy membeku. Ujung jarinya ikut terhenti.

0821-xxxx-xxxx

Long time no see! I miss you, Bebe. ❤

(Lama tak jumpa! Aku merindukanmu, Sayang)

Dadanya menegang, napasnya sempat terhenti sepersekian detik. Rasanya seperti ditampar udara.

...----------------...

Detri-Ahmad official pacaran nih? Menurut kalian gimana? 😂

Duh.. pasutri muda kita baru aja adem ayem 🙃 kira-kira siapa ya yang kirim pesan ke ponsel nya Dewa itu?

Halo halo...

Apa kabarnya readers? Semoga semuanya dalam keadaan baik dan sehat yaa 🤍

Ikuti terus kisah Dewa-Lucy, masih banyaaak kejutan-kejutan lain yang akan mulai bermunculan, semoga gak bosen-bosen ya 🥰

Jangan lupa untuk sertakan vote like dan komentar, supaya author semangat up nya🔥

Terimakasih! 💕

1
ginevra
ini seriusan Sadewa sama Lucy mau nikah? aku aja terkejut apa lagi Asep.
ginevra
pak RT ini belum cari kebenarannya udah langsung nyuruh nikah aja... kelagapan kan si sadewa
Sarifah_Aini97
Ketegangan, amarah, dan kesedihan campur aduk banget melihat Andika mengancam Lucy dengan pisau sampai berdarah di hadapan polisi bersiaga yang siap menembak, rasanya pengen nonjok si Andika ini 👊🤨
nuraeinieni
yg tabrak lucy,pacarnya andika tuh
Aquarius97 🕊️
maklumin dew.. emak2 sering overthinking tentang masa depan anak cewenya
Aquarius97 🕊️
asli jantung mu pasti dah dig dug derrr kan wa 🤣
Aquarius97 🕊️
jangan suudzon ma.... mama gak tau .. eh belum tau aja dewa siapa..
Aquarius97 🕊️
wkwkwkwkk pelan aja Napa luc..kesangkut di selang infus kan berabe🤣
-Thiea-
ini cocok di sebut perintis bukan pewaris..
-Thiea-
nanti mudah-mudahan bisa kebeli lagi..😊
-Thiea-
kadang justru yang bukan keluarga yg dukung kita. 😢
Oksy_K
kamu kenapa dewaaaa,,, coba cerita siapa tau beban kmu ringan/Grimace/
Oksy_K
jelas beda, si mokondo mah nggk pake hati. dia cuma peduli sma uang kmu🤧
NH..8537
loo.. semakin terkuak masalah..nya..ayo dewa km hrs kuat dan lindungi istri..mu dari si mantan..mu🤭 lanjuttt Kaka cantikkk 💪🙏😘
Nuri_cha
kenapa harus nunggu 2 tahun buk. kalau aku mah anak semalem gak pulang, udah lgsg dicariin. gak peduli larangan orang
Nuri_cha
kenapa kamu marah pak... kan kamu udah ngebuang dewa
Nuri_cha
anaknya belum siap buat pake cincin kawin buk 🤭
Nuri_cha
hihihi, udah mikirin anak aja. makanya segera belah duren ya Dew
Salim ah
waaahh... bagaimana ini🤔 dew itu lucky kecelakaan cepetan tolong istrimu Dew🙄
Xlyzy
ngomong nya gampang tapi pasti sulit buat jalani nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!