Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Target selanjutnya
Beberapa jam setelah pelarian tibalah kami di dermaga yang cukup ramai di negara Italia.
Di sekitar terlihat ada banyak sekali kapal-kapal dan alat-alat berat yang masih beroperasi meskipun hampir tengah malam.
Keberadaan kami tidak banyak di perhatikan oleh orang-orang itu.
Karena saking sibuknya mereka.
"Ngomong-ngomong apa hanya satu orang saja targetmu di sana tuan!?" Tanya asistenku yang bernama Callian.
Ia tipikal orang yang terlihat santai dan ceria.
Tapi itu hanya di permukaan saja.
Di dalam dia sangat dingin dan tak berperasaan.
"Ya. Menurut laporan yang perlu aku bunuh hanya satu pejabat korup jadi setelah dia aku bunuh aku langsung pergi!" Kami pun turun dari kapal.
Sebelum pergi Callian terlebih dahulu membakar kapal itu untuk menghilangkan bukti.
Barulah kami pergi meninggalkan dermaga tepat saat para pekerja dermaga sadar kalau ada kapal yang terbakar.
Dari dermaga kami pergi mencari sebuah hotel untuk menginap malam ini.
Dan di Italia ini aku masih ada misi dari organisasi.
Beberapa waktu yang lalu setelah aku secara resmi menjadi Pedang Organisasi aku mendapatkan sepuluh misi.
Mulai dari yang paling mudah yaitu oknum pejabat tadi, kemudian yang kedua adalah seorang antek-antek Mafia di sini.
Setelah mencari beberapa waktu kami menemukan sebuah hotel yang cukup bagus.
Tanpa pikir panjang kami masuk dan memesan dua kamar.
"Silahkan kunci anda!" Resepsionis memberikan kunci kamar kami sambil tersenyum ramah.
Ketika kami sudah mendapatkan kuncinya Callian tiba-tiba saja berkata. "Ah!?... Aku lupa mengurus sesuatu di sini!"
"Anda istirahat saja di sini, saya akan pergi untuk mengurus beberapa hal dulu!" Dengan terburuk ia pergi.
Aku hanya diam melihatnya sejenak sebelum akhirnya aku naik menggunakan lift menuju lantai di mana kamarku berada.
Namun sebelum lift tertutup tiba-tiba ada orang lain masuk.
Tanpa permisi atau apapun ia berdiri di hadapanku.
Ia adalah seorang perempuan yang cantik.
Hanya saja raut wajahnya ketus dan tadi ia sempat menatapku dengan tatapan seakan-akan tidak nyaman berada satu tempat denganku.
Aku abaikan dia karena tidak penting.
Tibalah kami di lantai di mana kamarku berada.
Tanpa sepatah katapun keluar dari mulutku aku berjalan melewati perempuan itu meskipun sepertinya dia juga berhenti di sini.
Entah kenapa ketika aku melewatinya si perempuan tampak terkejut dan tak percaya.
Seakan-akan ia sedari tadi berpikir kalau aku akan ngajak kenalan atau ngajak ngobrol begitu.
Jadi ketika aku abaikan dia malah terkejut.
Di dalam kamar aku tidak langsung istirahat.
Aku malah duduk sambil mengasah Pedangku meskipun sebenarnya tidak tumpul sama sekali.
Alasan aku mengasah pedang malam-malam itu adalah agar aku tidak lupa pada orang yang telah membunuh saudara-saudaraku.
Dan tidak lupa pada tujuanku untuk mencarinya untuk balas dendam.
Senyuman biadabnya itu aku ingin dengan sangat jelas.
Dan setiap kali aku ingin amarah di dalam diriku makin meluap-luap.
Keesokan harinya aku keluar dari kamar karena berniat melakukan penyelidikan tentang targetku yang rencananya akan aku lenyapkan malam ini.
Tapi ketika aku hendak masuk ke dalam lift aku lagi-lagi bertemu dengan perempuan yang semalam.
Hanya saja untuk kali ini ada Callian yang ikut turun bersamaku.
Di dalam lift pada awalnya sunyi tanpa ada yang bicara.
Hingga Callian tiba-tiba berkata. "Ngomong-ngomong tuan. Nona Devina semalam bertanya apa anda butuh bantuan!?"
Dengan acuh aku jawab. "Hanya tugas ringan, untuk apa sampai memerlukan bantuan!?"
"Tugas ringan apa? Ada sepuluh tugas dan semuanya sangat sulih loh. Saya kira tidak ada salahnya meminta bantuan!"
"Toh, tidak ada larangan untuk meminta bantuan bukan!?"
".... Akan aku pikirkan nanti!"
Lift terbuka dan kami bertiga langsung keluar.
Tanpa tengok-tengok gak jelas aku jalan lurus keluar kemudian berjalan ke arah yang aku tuju.
Beberapa saat kemudian aku dan Callian tiba-tiba di lokasi.
Posisiku ada di dalam sebuah mobil Hitam yang parkir di parkiran sebuah restoran mewah.
Di dalam sini aku mengamati pergerakan semua orang yang akan masuk dan makan di restoran mewah ini.
Dan aku lakukan itu karena...
"Menurut informasi. Orang yang menjadi target kita adalah seorang pria kekar kepala botak yang menjabat sebagai wakil dari sebuah geng Mafia!"
"Ia sering makan di sini terutama pada hari Minggu jadi seharusnya dia akan datang tak lama lagi!" Ucap Callian.
Selang beberapa saat kami menunggu orang yang kami tunggu pun muncul.
Tentu ia tidak sendiri, ia di kawal lima orang yang terlihat tangguh yang mengikuti tepat di belakangnya.
"Itu dia orangnya!" Ucap Callian di telingaku. Dan itu sangat berisik. "Diamlah, aku juga tahu!" Dari dalam mobil kami mengamatinya.
Setelah ia masuk aku sempat melihat perempuan yang bertemu di lift juga masuk sendirian.
Karena dia tidak penting jadi aku abaikan saja.
Dengan bersikap senormal mungkin aku dan anak buahku masuk ke dalam restoran.
Kebetulan sekali tempat duduk kami cukup dekat dengan orang yang aku incar.
Tanpa sedikitpun menunjukkan gelagat yang mencurigakan aku makan dengan tenang, tapi... "Hey! Bisa tidak kamu jangan mengikutiku!"
Perempuan yang aku temui di lift tiba-tiba menegurku.
Ia berdiri tepat di samping, melipat tangannya dan memandangku dengan tatapan yang dingin.
"Maaf!?..." Aku bingung kenapa ia marah.
"Aku bilang jangan ikuti aku. Sedari kemarin kamu terus mencoba dekat denganku, itu adalah modus yang biasa terjadi padaku dan itu memuakan!" Seketika aku memandang ke arah Callian.
Ia langsung mengangkat bahunya karena ia juga tak paham dengan apa yang di katakan perempuan ini.
Karena kejadian ini juga banyak orang yang memperhatikan kami.
'Sialan. Kalau begini bisa gawat.'
"Ada apa itu!?" Tanya targetku pada anak buahnya.
"... Mungkin ada Pemuda yang berusaha cari perhatian dengan seorang perempuan hingga jadi penguntit!"
"Karena ketahuan jadi dia di marahi!"
"Itu hal yang bisa pak, jangan di hiraukan... Atau anda mau orang-orang ini saya usir!?" Tanya si anak buah yang berdiri tepat di sampingnya.
"Ya. Usir mereka!" Langsung ia mengangguk, dan kemudian menghampiriku sambil menodongkan pistol.
"Kalian membuat kegaduhan. Kalau kalian tidak segera pergi akan saya tembak sekarang juga!" Baik aku, Callian maupun perempuan itu terdiam.
Wajahku datar, tapi di dalam hatiku aku kesal karena tidak sempat memata-matai targetku.
Akhirnya kami di tendang keluar olehnya.
Sebenarnya bisa saja aku langsung mengeksekusinya di tempat tapi ada terlalu banyak orang di sini.
Mereka nanti akan terlibat kalau aku bertindak.
"Bagaimana ini tuan. Kita gagal bahkan sebelum mulai!" Tanya Callian dengan ekspresi yang kecewa.
"Mau bagiamana lagi...!"
"Ngomong-ngomong kenapa anda tiba-tiba datang dan marah-marah tidak jelas pada saya. Salah saya apa!?" Nada bicaraku santai dan datar.
Tapi di balas dengan jawaban yang ketus. "Salah apa?!"
"Kamu menguntitku dan kamu bilang salah kamu apa!?"