NovelToon NovelToon
Hadiah Penantian

Hadiah Penantian

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter
Popularitas:408
Nilai: 5
Nama Author: Chocoday

Riyani Seraphina, gadis yang baru saja menginjak 24 tahun. Tinggal di kampung menjadikan usia sebagai patokan seorang gadis untuk menikah.

Sama halnya dengan Riyani, gadis itu berulang kali mendapat pertanyaan hingga menjadi sebuah beban di dalam pikirannya.

Di tengah penantiannya, semesta menghadirkan sosok laki-laki yang merubah pandangannya tentang cinta setelah mendapat perlakuan yang tidak adil dari cinta di masa lalunya.

"Mana ada laki-laki yang menyukai gadis gendut dan jelek kayak kamu!" pungkas seseorang di hadapan banyak orang.

Akankah kisah romansanya berjalan dengan baik?
Akankah penantiannya selama ini berbuah hasil?

Simak kisahnya di cerita ini yaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chocoday, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Titik Masalah

"Assalamualaikum neng!!"

"Waalaikumsalam bapak!!!... Hiks!!!"

"Loh kenapa nangis?"

"Neng mau ngekost aja boleh gak? Gak mau di sini lagi,"

"Emangnya kenapa?"

"Neng mau pindah aja bapak. Gak nyaman numpang di sini,"

"Besok bapak sama mamah ke sana. Mumpung teteh sama abang juga lagi libur kan besok?"

"Ya udah terserah bapak aja,"

Aku langsung memutus panggilannya. Berhubung makanan yang ku masak tadi sudah hampir tidak tersisa—aku memilih untuk membeli makanan keluar, tepatnya di depan gang ke rumah abang.

Tidak terlalu jauh, hanya saja memang cukup gelap jika sudah malam. Aku berjalan dengan senter hp yang kupegang—aku juga tidak sempat izin pada abang karena merasa kesal.

"Mau kemana neng?" tanya seorang laki-laki bertopi dengan tudung jaket berwarna hitam datang dari lawan arah.

Aku sempat terdiam—ketakutan untuk menjawabnya. Baru saja aku akan berbalik untuk kembali ke rumah abang—niatnya ingin berlari untuk menghindari laki-laki yang berada di hadapanku.

Laki-laki itu menahan tanganku dengan cepat, "mending ikut Aa yuk!" ajaknya.

"Gak mau!!" tolakku dengan tangan yang mulai gemetar.

"Tolong!!!" teriakku sembari mulai menangis ketakutan. Berulang kali aku meminta tolong tapi tetap saja tidak ada yang keluar bahkan dari rumah pertama di dekat gang rumah abang.

Laki-laki itu membekap mulutku hingga mulai sulit untuk berbicara bahkan tidak jelas jika berteriak. Ia membawa aku dengan paksa—anehnya kenapa tenaganya begitu kuat padahal tubuhnya kurus seperti abang.

"Tunggu!!" ucap seseorang membuat langkahnya terhenti.

Laki-laki itu menoleh dengan tatapan sinis, "ada urusan apa kamu?"

"Lepasin cewek yang kamu bawa itu," pinta seorang laki-laki yang baru saja datang.

"Memang kamu siapa nyuruh aku buat lepasin dia?" tanya laki-laki bertudung itu.

"Saya calon suaminya," ucap laki-laki itu dengan senyuman.

Aku menoleh padanya, lalu menyimpulkan senyuman.

"Aa,"

"Kamu tenang ya!! Aa bakal selamatin kamu," ucapnya lalu menghajar laki-laki bertudung itu.

Hanya dengan beberapa pukulan saja, laki-laki bertudung itu terkapar tidak sadarkan diri. Hanif langsung membawanya ke pos satpam, lalu menggandeng tanganku pulang ke rumah.

"Neng, Aa jatuh cinta sama kamu. Aa gak mau kita pisah, kita harus nikah secepatnya. Kamu mau kan?"

Aku mengangguk dengan senyuman haru, "iya Aa, neng mau."

"Neng.... Neng ... Kamu ngigau apaan sih?"

Aku terbangun lalu terkejut melihat abang dan juga teteh sudah ada di depanku sekarang. Mereka masuk ke kamar karena aku berteriak minta tolong—katanya.

"Kamu mimpi apasih sampe minta tolong tadi?" tanya teteh, "ganggu tidur orang aja. Untung tetangga gak pada ke sini."

"Maaf teh, maaf abang. Tadi neng gak sadar, abis teleponan sama bapak malah ketiduran," ungkapku.

"Udah makan malam belum kamu?" tanya abang.

Aku menggelengkan kepala.

"Makan malem dulu sana, nanti sakit malah ngerepotin," ucap teteh sembari melengos pergi masuk ke kamarnya kembali.

Aku duduk menyantap makan malam dengan masakan yang masih tersisa. Abang duduk berhadapan denganku, "neng!"

"Hm?"

"Kamu kenapa mau ngekost?" tanya abang membuatku langsung terdiam, "gak betah di sini?"

Aku menaruh sendok dan menghentikan aktivitasku. Aku mengangguk lalu menjawab, "neng gak mau sakit hati terus karena omongan teteh, bang. Kan abang tau sendiri omongan teteh sama aku kayak gimana."

"Kamu selama ini dimasukin ke hati omongan teteh?" tanya abang, "dia kayak gitu karena capek kerja neng."

Aku menggelengkan kepala, "enggak bang. Teteh emang gak suka kalau aku ada di sini, ngerepotin abang ataupun dia. Teteh gak suka ngeliat aku karena abang lebih perhatian sama aku dibanding dia. Teteh juga gak suka sama aku karena aku seolah dimanja sama orang-orang di sekitar, sedangkan dia enggak."

"Neng, masa cuman karena omongan aja kamu minggat," ucap abang.

Aku menyeringai, "lagi-lagi abang menyepelekan perasaan orang termasuk adik sendiri. Ini yang abang gak sadar, bukannya kemarin abang sendiri yang bilang kalau istri abang itu sibuk kerja dan gak perhatian sama abang? Sekarang abang bilang aku tersinggung cuman karena omongan dia?"

"Bang, neng juga bakal betah tinggal di sini kalau yang punya rumah ramah. Tapi kalau kayak gini, malah seolah aku pembantu di sini. Udah mah uang aku dipinjam tanpa sopan terus juga disuruh beli keperluan dapur juga dan anehnya, sekarang aku yang kelaparan terus cuman makan sisa makan malam kalian," sambungku.

"Kira-kira kalau abang diposisi neng, abang betah gak tinggal di sini?" tanyaku membuat laki-laki itu terdiam.

Setelah makan malam selesai, aku memilih untuk masuk ke kamar. Tidak peduli abang masih ada di meja makan ataupun tidak, yang penting aku sudah makan malam sekarang.

Keesokan paginya, bapak datang dengan mamah—padahal aku baru saja selesai mencuci tapi kedua orangtua itu sudah datang lalu mengajakku untuk masuk dan mengobrol dengan santai.

Bapak menoleh padaku lalu bertanya, "kenapa mau pindah? Padahal kan abang sama teteh kamu baik."

"Iya loh neng. Kenapa mau ngekost?" tanya teteh ipar, "kan gaji di PAUD kecil. Kalau di sini kan gajinya buat kamu semua, kalau ngekost nanti yang ada nombok."

Aku terkekeh receh mendengarnya, "gajinya semua buat aku? Bukannya teteh bilang kalau aku juga harus bantu-bantu beli kebutuhan di sini? Terus kemarin juga teteh pinjam ke aku 100 ribu, terus lagi kemarin gak ada sayur di kulkas, aku juga yang beli."

Bapak menoleh pada anak sulungnya kali ini, "abang ganti semuanya neng. Berapa? Sama uang yang dipinjam teteh,' ucap abang.

"Makasih bang. Tapi neng tetep pengen pindah dari sini, neng gak mau lagi sakit hati terus-terusan, terus juga malah dijadikan pembantu di sini," ungkapku.

"Apanya yang pembantu neng?" tanya teteh ipar dengan nada gemetar sembari terus menyenggol kaki suaminya, "kamu jangan salah paham. Kan emang bener, kalau di rumah aja setidaknya harus nyiapin orang rumah masakan. Apalagi yang pada kerja."

"Tapi gak dihabisin juga teh. Terus, walaupun dari semenjak lulus sekolah neng di rumah. Tapi orang-orang rumah neng suka cuci piring sendiri tuh kalau habis makan, bukan kayak teteh yang ditaruh aja di atas meja. Kayak nyonya besar aja," ucapku menimpalinya.

Abang mengepalkan tangannya, "udah, udah. Kalian ini gak ada yang ngalah?"

"Kalau misalnya kamu mau ngekost, silahkan!! Abang gak mau ngelarang kamu. Tapi kalau ada apa-apa, jangan pernah libatkan abang lagi," ucapnya lalu masuk ke kamar dengan istrinya.

Mamah dan bapak menoleh padaku. Baru kali ini aku membuka semua kelakuan teteh ipar yang memang seolah merendahkan aku.

Memang setiap menginap di rumah untuk menemaninya pun, aku kerap diminta untuk memasak tapi belum pernah sampai sekesal sekarang, makanya aku memilih diam saja.

"Kamu yakin mau ngekost?" tanya bapak.

Aku mengangguk, "neng kayaknya lebih tenang kalau ngekost, pak. Bapak sama mamah tenang aja, kalau misalnya gaji neng kurang buat kebutuhan sehari-hari, neng bakal cari kerjaan tambahan."

"Neng, sebenernya kalaupun kamu gak kerja, bapak masih bisa urusin kamu," ucapnya.

Aku tersenyum mendengarnya.

"Oh iya, neng sebenernya mau kenalin seseorang sama bapak sama mamah juga," ucapku.

"Siapa?" tanya keduanya.

1
Chocoday
Ceritanya dijamin santai tapi baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!