NovelToon NovelToon
Kurebut Suamiku

Kurebut Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: megatron

Sagara mengalami hilang ingatan setelah kecelakaan tragis, tidak ada kenangan Lania dalam pikirannya.

Lania merasa sedih, terlebih-lebih Sagara hanya mengingat sekertaris-nya yang tak lain adalah Adisty.

Peristiwa ini dimanfaatkan Adisty untuk menghasut Sagara agar menceraikan Lania.

Lantas, dapat kah Liana mempertahankan rumah tangganya?
Apakah ingatan Sagara akan kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megatron, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terus Bertahan atau Justru Menyerah

Siang itu, Lania berdandan lebih rapi dari biasanya. Blus merah muda berpotongan tegas, celana panjang berwarna putih gading, dan sepatu tumit rendah yang kokoh saat menapak. Rambutnya tergerai sebagian. Tidak ada perhiasan mencolok—hanya kepercayaan diri yang tak bisa dibeli.

Dia menatap pantulan diri sekali lagi di cermin sebelum melangkah keluar dari mobil. Di matanya, tak lagi ada keraguan. Hanya tujuan yang sudah bulat.

Kantor Sagara Corp, dia melangkah ke dalam lobi dengan kepala tegak. Beberapa staf yang mengenalnya tampak gugup—mereka tahu siapa dirinya, hampir terbiasa melihat Lania datang tiba-tiba. Bukan lagi sebagai pegawai, tetapi sebagai istri direktur yang ramah, sosok yang memancarkan otoritas tanpa harus berkata keras.

Tanpa perlu membuat janji, dia menuju lantai direksi. Satpam dan resepsionis ragu menghalangi, apalagi saat Lania hanya menatap mereka tenang.

“Bu Lania, Pak Sagara sed—”

“Kalau kalian menghentikan saya, berarti kalian tahu ada yang sedang disembunyikan.”

Mereka pun diam, membiarkannya lewat.

Di luar ruang kerja Sagara, dia berhenti sejenak. Mengambil napas, Lania harus menagih janji suaminya. Pria itu sudah dua hari ini pulang larut malam, secara tidak langsung menghindarinya. Kemudian, bangun lebih awal dan pergi bekerja tanpa pamit.

Tiada niat mengetuk pintu, Lania masuk tanpa permisi. Membuka lebar-lebar dan berdiri membeku di sana.

Sagara, yang sedang bersama beberapa staf menoleh kaget. Matanya melebar melihat Lania berdiri di ambang pintu, ekspresinya tidak bisa dibaca. Bahkan Kanaya, yang tengah duduk santai di sofa dengan laptop di pangkuan, langsung menegang.

“Lania?” suara Sagara nyaris gugup. “Kenapa kamu ke sini?”

Lania tidak langsung menjawab. Dia menutup pintu perlahan, lalu melangkah ke tengah ruangan. Mengamati wajah-wajah bingung orang di ruangan itu. Bibirnya cemberut singkat, merasa ada yang janggal.

“Boleh mengganggu sebentar?” tanya Lania tenang, “saya perlu bicara dengan atasan kalian.”

Salah satu staf tersenyum tipis. “Maksudnya apa, Bu Lania ini, tidak menggangu sama sekali, silakan. Kami sudah selesai, betulkan?” tanyanya kepada rekan kerja lainnya.

“Ah, ya, kami sudah selesai,” jawab mereka kompak seperti paduan suara—bergiliran keluar dari ruangan direksi.

“Eh eh eh, siapa bilang? Kerjaan kalian belum selesai,” sergah Sagara, berkacak pinggang. Dia mengibaskan dua tangan ke udara, lantas bersandar ke tepi meja. Mulutnya menggumamkan sesuatu yang tak jelas.

Seketika, Lania menoleh ke arahnya. “Aku mengganggu banget ya?”

Wajah Sagara langsung berubah. Sorot matanya tak lagi tampak percaya diri seperti sebelumnya, tersirat kegelisahan yang nyata. Dia mulai membuka mulut, tetapi para pegawai sudah mengangkat tangan sambil lalu.

“Di mana Adisty?” tanya Lania karena tak melihat asisten pribadi suaminya di ruang itu. Pantas saat masuk aura sekitar berbeda.

Sagara tampak seperti baru tersadar akan masalah yang sedang dijaga ketat. Wajahnya pucat, tangannya mengepal. Teringat kejadian di luar kota. “Dia ambil cuti.”

Lania menatapnya, penuh curiga. “Cuti? Apa ini alasan mu berangkat pagi pulang malam setiap hari?” Sembari mengambil satu map tebal di meja—membaca sepintas dan diletakkan kembali.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia merasa ringan—terlepas dari bayang-bayang Adisty. Mungkin jalan menuju kebahagiaan mulai terbuka, sahabat suaminya itu menyerah. Foto-foto profesional Adisty dan Sagara terlihat masuk akal.

“Yah, bisa dibilang begitu.” Sagara berdehem sambil membetulkan kerah kemeja lebih tinggi. Menarik dasi kuat-kuat, seakan-akan ingin mencekik diri sendiri.

Mata Sagara tak pernah lepas dari Lania, istrinya kini sedang berjalan mengitari ruang kerja. Berhenti sebentar di depan dinding kaca transparan, dia melihat ke luar gedung.

Wanitanya berbalik badan, menatap lurus-lurus di tempat Sagara berada. Bibir mengulas senyum simpul, lantas mencebik—masam.

“Kamu sudah janji sama aku, Ga. Lupa? Aku hampir mati ketakutan karena penyusup itu! Tapi ...” Lania memberi jeda, menghirup oksigen lebih banyak. Telapak tangan mengipasi mata, dia ingin menangis karena situasi yang tidak dimengerti. “ ... saat buka mata, kamu tidak ada di sampingku. Aku tunggu kamu sampai larut malam, tertidur di sofa, tau-tau sudah pindah ke kamar.”

Sagara sengaja bertindak hati-hati agar tidak membangunkan Lania. Dia sangat-sangat bahagia bisa menggendong sang istri seperti bayi. Sebetulnya ingin lebih dari itu, tetapi sulit—bekas di sekitar lehernya terlihat jelas. Apa yang akan Lania pikir kalau sampai tahu?

“Ek'hem.” Tenggorokan Sagara mendadak kering, dia menimbang-nimbang alasan. “Kamu tidurnya pulas banget, tidak tega aja kalau ngebangunin. Lagian kamu kan lagi hamil, harus banyak istirahat.”

Lania menatap Sagara dengan sorot mata yang dipenuhi kekecewaan. Dia tahu suaminya berusaha membuat suasana lebih ringan, tetapi itu justru membuat perih di dadanya makin menyiksa.

“Aku hamil, iya. Terlepas dari itu, bukan berarti aku tidak butuh kamu secara utuh. Aku butuh tenang, memang. Butuh rasa aman, pasti. Alasan kamu bagiku tidak logis.” Suara Lania lirih, hampir seperti bisikan, rasanya cukup membuat Sagara diam seribu bahasa.

Dia menarik napas, lalu menghembuskannya pelan. Wajah Lania lelah, tetapi matanya tetap fokus pada Sagara. “Dulu jam berapa pun kamu pulang selalu mencari ku, membangunkan aku. Kamu tidak tenang kalau belum menjaili aku. Tapi sekarang... kamu banyak berubah.”

Sagara mendekat. Jaraknya hanya setengah langkah dari Lania, tetapi terasa seperti ribuan meter.

"Lania..." Suaranya bergetar, lirih. "Aku minta maaf. Aku cuma pengen kamu nyama, aman pada masa kehamilan. Itu aja. Semua yang aku lakukan—termasuk kerjaan sampai malam, tidur tidak di samping kamu—itu bukan karena rasa sayangku berkurang.”

Lania memiringkan kepala. “Salah, justru aku membutuhkan kehadiran mu secara nyata. Bukan kucing-kucingan kayak sekarang.”

Sagara terdiam. Rahangnya mengeras. Matanya menatap jauh ke dinding, seolah mencoba mencari kata yang tidak ada di kamus.

“Aku janji hari ini akan pulang lebih awal, kita bisa menghabiskan waktu bersama,” ucap Sagara bernada kepastian. “Tapi untuk saat ini, kamu pulang dulu. Ada hal-hal yang harus aku pastikan. Karena kalau salah langkah sedikit saja, akan menimbulkan kekacauan.”

“Apa kamu bilang, aku sumber kekacauan?” Lania mundur, air matanya tumpah. “Kalau kamu terus-terusan begini, Ga … aku tidak tahu apakah aku bisa terus bertahan atau justru menyerah!”

Hening. Hanya detak jam dinding yang terdengar.

Sagara menatap lembut, mendekat, lalu meraih tangan Lania dan mencium punggung tangan halus itu. Menghidu aroma istrinya lebih lama.

“Kumohon, beri aku pengertian. Sedikit lagi. Tak pernah aku menganggap mu sumber kekacauan … ini semata-mata untuk melindungi kamu—dan anak kita.”

Lania menarik tangannya perlahan dari genggaman itu. “Semoga kamu benar-benar tahu apa yang kamu lakukan, Sagara. Karena aku juga sedang berusaha melindungi rumah tangga kita.”

Dia berbalik, melangkah menuju pintu keluar. Namun, sebelum menutup pintu, dia berkata pelan tanpa menoleh, “Dan itu termasuk ... dari orang yang paling kamu percaya.”

1
[AIANA]
wah dia bukan mak lampir, ternyata dia iblis,
[AIANA]
mak lampir plis hus hus hus.
[AIANA]
tantang aja. kalau kamu (Sagara) masih memperlakukan lania dg buruk dan memilih mak lampir, aku dg tangan terbuka akan menampungnya. hahahaha
Mega: Hahaha, siap jadiin ayam geprek ya.
total 1 replies
Queenci Kim
💃🏻💃🏻
Iza
😭😭😭
[AIANA]
nah, jadi orang bodoh lagi kan. sebel aku lama2
Mega: Sabar-sabar, masih awal.
total 1 replies
[AIANA]
ini si Sagara, sekalipun ilang ingatan. sekalipun yg dia ingat adalah perdebatan tentang perceraian. kok dia lupa sama hatinya ya? ada hal lain kah yg belum dibahas?

jujur selain hasutan nenek lampir, atau ingatan ttg Lania, smp saat ini keinginan sagara sendiri ga jelas
Mega: Sagara jadi korban penulis plin-plan. kikikikik
total 1 replies
[AIANA]
waktu istri
Mega: Banyak banget typo ternyata ya. kikikikik. nulisnya sambil-sambil. Nanti, deh, revisi lagi. makasih
total 1 replies
[AIANA]
bentar, aku ga salah kan? skg ini si Lania kondisi hamil kan ya?
Mega: Iya, kikikikikikik.
total 1 replies
Mega
MasyaAllah dapat kejutan aku. Makasih sudah sempatkan mampir. kikikikikikik
[AIANA]
lihai bener sih ini nenek lampir
kamu dapat inspirasi dari mana jal
[AIANA]
meninggal kamar. sereeem.
hai sayang. aku datang karena penasaran
Mega: Ayo mulai nulis lagi
[AIANA]: semangat!!! aku bangga padamu. kamu aja kyk gt apalagi aku. malu udah hiatus 1th
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!