karya tamat, novel ini hanya pembentukan world-building, plot, dan lore kisah utama
kalian bisa membaca novel ini di novel dengan judul yang lain.
Karena penulisan novel ini berantakan, saya menulisnya di judul lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagnumKapalApi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Menuju Bab 1
Dua hari berselang setelah pertemuanku dengan para protagonis kecil, setelah bertemu tokoh-tokoh penting dalam naskah yang bahkan belum sempat kutulis, sistem itu muncul ketika aku menyelesaikan outline bab prolog.
Kemarin, tepatnya dua hari lalu di kamarku, setelah berpisah dengan James, Ryan, dan Natasya, aku duduk termenung.
“Hari yang melelahkan… bahkan lelah untuk memahami apa yang terjadi,” keluhku.
Tentu saja, masalah selalu datang dalam kisah ini.
Pertama, tubuh ini. Mengapa aku bisa bertransmigrasi menjadi tokoh extra, sementara Ryan sepertinya mengetahuinya?
Kedua, prolog yang tak sesuai premis. Sebagai penulis, aku kerap menulis plot yang tidak selalu sesuai rencana.
“Apa mungkin novel ini berjalan sesuai sifatku sendiri? Maksudku, sebagai penulis,” gumamku.
Sebagai contoh, premis awalku adalah James bertemu Natasya, lalu bertemu Ryan sebagai perundung. Tapi begitu aku mulai menulis beberapa kalimat awal—sebelum transmigrasi—aku sempat terpikir untuk mengubah plot. Daripada membuat mereka baru bertemu, mengapa tidak kubuat mereka sudah berteman?
“Alasannya sederhana, dan yang paling menonjol dari diriku sebagai penulis,” ketusku, “Karena aku malas.”
Malas menjelaskan, malas mengurus flashback yang belum siap, dan malas membuat naskah Pe and Kob menjadi kisah yang lambat.
Membuat perkembangan tiap tokoh dari asing menjadi teman seperjuangan memang merepotkan. Itu tema slow-burn ala komik remaja atau novel romantis. Menulis perkembangan emosi tiap tokoh memang menyebalkan, tapi cukup penting untuk menghidupkan mereka dalam naskah.
“Bukan hanya itu, tokoh extra juga dikenal salah satu tokoh penting dalam prolog?” tanyaku.
Yang benar saja… bahkan aku tidak memasukkan Lala dalam premis awal. Ryan mengenal Lala, padahal seharusnya mereka belum pernah bertemu. Ada sesuatu yang disembunyikan Ryan.
Sebagai Lala, aku dan mereka berusia sekitar empat hingga lima tahun. Raut wajah Ryan seharusnya seperti James dan Natasya saat melihatku: trauma akan sesuatu yang pernah dialaminya. Lala juga bukan bangsawan, jadi seharusnya Ryan tak mengenalnya.
Selain Ryan, ada masalah lain. Rencananya, bagian prolog diceritakan saat mereka masih kecil, tapi dalam bab satu—cerita utama—mereka berusia empat belas hingga lima belas tahun sebagai murid akademi. Artinya, hari-hari berikutnya adalah sepuluh tahun yang belum tercatat dalam outline.
Tiba-tiba, suara sistem bergema dalam kepalaku, seperti notifikasi. Seketika layar sistem muncul di hadapanku:
[Halo Tuan Penulis °~°]
Aku tak lagi terkejut. Lagipula, apa-apaan emoticon itu?
[Jangan cuek begitu dong... °∆°]
“Baru muncul sekarang…”
[Ya, aku sedang menyaksikan sih °~°]
“Apa maksudmu menyaksikan?”
[Tentu saja, aku ini reader setiamu dari awal novel pertamamu °~°]
“Reader?” keluhku. Sistem ini mengaku sebagai reader setiaku.
[Kamu itu penulis dengan konsep cerita yang bagus °~°]
[Namun kamu tidak pernah menamatkannya °~°]
[Kamu selalu membuat judul naskah baru °~°]
[Tanpa pernah menamatkan naskah lama ^~^]
“Ahh…” gumamku. Layar sistem itu muncul seperti tab-tab yang menumpuk di PC kantorku.
[Jadi kuputuskan kamu menulisnya dari dalam °\=°]
[Langsung dalam naskahnya °^°]
“Jangan sok imut begitu, dan maaf kalau aku nggak pernah menamatkan naskah-naskahku!” kesalku. “Walau aku berterima kasih karena cuma kamu yang baca novelku.”
[Sama-sama ^~^]
“Dan jelaskan… apa maksudmu, kamu pasti paham!”
[Baiklah, ada beberapa yang berubah]
“Eh, nggak pakai emoticon lagi?”
Ba-dling! [^~^]
“….”
[Intinya, beberapa premis dan outline tetap sama seperti yang kamu buat]
[Namun ada satu hal yang berubah]
“Apa maksudmu?”
[Rute Alternate bad ending °~°]
“Hah?” Aku terkejut, padahal prolog saja belum kutulis.
[Ryan berasal dari masa depan, di mana kamu Final Boss-nya]
“Eh?” gumamku kecil.
“EHHHHHHHH?!” Aku berteriak memecah keheningan kamar.
[Ya, intinya seperti itu ^~^]
[Aku akan muncul ketika kamu menyelesaikan setiap outline bab]
[Dadah, Tuan Penulis °^°]
Dua hari lalu mengguncang kepalaku. Lala, yang kupikir hanyalah tokoh extra, ternyata adalah Final Boss dalam novel ini.
“Hey, aku ini penulisnya… kenapa aku yang terkejut dengan plot twist gila begini?”
Belum lagi ini novel alternatif bad ending. James dan para protagonis kalah, tapi mengapa Ryan kembali ke masa lalu?
“Apa Ryan tokoh utama novel alternatif ini?”
Aku berasumsi, tokoh utama tetaplah James, tapi dalam kisah alternatif ini, Ryan menjadi tokoh utama bagi novel utamanya.
Diriku yang sekarang hanyalah anak kecil berusia empat tahun. Tapi apakah aku akan mati jika bertemu Ryan secepat ini?
Awalnya aku ingin bertemu tokoh penting agar kisah sesuai premis, agar diriku tetap aman tanpa mengubah naskah yang belum kutulis. Tapi ternyata, ini justru mempercepat death flag-ku sendiri.
“Bukankah tokoh Lala dibuat untuk ending tragis? Apa kamu yang menciptakannya? Kamu sejahat mantan-mantanku!”
“Ayolah… aku ingin pulang ke Bumi… hiks.” Raut wajah sedihku tak bisa kututupi.
“Janji bakal menamatkan novel-novelnya.”
“Gak lagi-lagi, suer deh.”
Belum lagi, aku harus bertahan sepuluh tahun ke depan sebagai anak perempuan, demi mencapai outline bab satu di masa depan. Aku harus masuk akademi, mau tidak mau, demi masa depanku.
Segalanya tak seperti rencanaku. Dari awal, aku hanya ingin naskah berjalan sesuai alur yang sudah kubuat. Tapi sekarang, aku harus menghindari death flag-ku sendiri untuk bertahan hidup.
Mati belum tentu membuatku kembali ke Bumi. Tidak ada jaminan dari sistem. Ditambah, outline bab satu terlalu jauh dari latar waktu sekarang. Sistem itu hanya akan muncul setelah aku menyelesaikan satu bab outline.
“Bukankah terlalu kejam kalau aku nggak dapat hadiah?” keluhku setelah menyelesaikan bab prolog.
Lawanku sekarang adalah outline bab dan latar waktu yang berkesinambungan dengan Ryan.
“Kuharap nggak ada butterfly effect.”
Kuharap Ryan juga akan bekerja sama agar naskah berjalan sesuai premis, untuk menghindari bad ending bersama. Demi mencapai ending bahagia.
Kini, Lala Rosalia, putri Dave Rodriguez dan Liria Elphene, putri petani desa Carrington, tokoh-tokoh yang awalnya biasa-biasa saja, ternyata menjadi karakter extra yang sangat penting: Final Boss dalam naskahnya sendiri.
Sepuluh tahun menuju bab satu.
“Aku harus menghindari death flag.”
Untuk bertahan hidup dan menamatkan novel ini.
“Kuharap bisa kembali.”
Contoh salah: "Aku lelah." keluhku.
Contoh benar: "Aku lelah," keluhku.
Terimakasih sebesar-besarnya, tanpa kalian saya tidak akan pernah menyelesaikan rangka awal kisah ini.
Terimakasih untuk para reader yang sudah membaca kisah ini hingga volume 1 selesai.
Terimakasih atas dukungan kalian selama ini.
Novel ini tamat dalam bentuk naskah kasar. Saya berniat merapihkannya nanti dengan sudut pandang orang ketiga.
Sekali lagi saya ucapkan terimakasih.
Aku menunduk lebih dekat. "Apa-apaan ini …." bisikku, tenggorokanku kering.
Celah itu melebar. Dari dalam, sesuatu merayap keluar, sebuah tangan legam, berasap seakan bara membakar udara di sekitarnya. Jari-jari panjangnya menancap di tepi layar, mencengkeram kuat, lalu menarik celah itu lebih lebar, seperti seseorang membuka pintu ke dunia lain.
Tangan itu terhenti. Perlahan, satu jari terangkat … lalu berdiri tegak. Jari tengah.
Narasi ini jauh lebih baik dan lebih enak dibaca.
Kesannya lebih menyesakkan dan ada tekanan batin. Karena si MC ini tau, kalau dia kabur dari rumah tersebut. Orang tua asli dari tubuh yang ditempati oleh MC, akan khawatir dan mencarinya.