Sebuah kecelakaan beruntun merenggut nyawa Erna dan membuat Dimas terbaring lemah di ruang ICU. Di detik-detik terakhir hidupnya, Dimas hanya sempat berpesan: "Tolong jaga putri saya..." Reza Naradipta, yang dihantui rasa bersalah karena terlibat dalam tragedi itu, bertekad menebus dosanya dengan cara yang tak terduga-menjodohkan Tessa, putri semata wayang Dimas, dengan putra sulungnya, Rajata. Namun Rajata menolak. Hatinya sudah dimiliki Liora, perempuan yang ia cintai sepenuh jiwa. Tapi ketika penyakit jantung Reza kambuh akibat penolakannya, Rajata tak punya pilihan selain menyerah pada perjodohan itu. Tessa pun terperangkap dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan. Ia hanya ingin hidup tenang, tanpa harus menjadi beban orang lain. Namun takdir justru menjerat mereka dalam ikatan yang penuh luka. Bisakah Tesha bertahan di antara dinginnya penolakan? Dan mungkinkah kebencian perlahan berubah menjadi cinta?
Kalian ngapain?
Tadinya Tessa berniat tidur lagi setelah perjalanan panjang dari Bandung ke Jakarta. Tubuhnya masih terasa lelah, matanya pun sempat terasa berat. Namun, rasa kantuk itu langsung sirna ketika mendengar permintaan Rajata yang tiba-tiba.
"Bukan, maksud gue kita—seranjang"
Kalimat sederhana itu membuat detak jantung Tessa sedikit kacau. Ia tahu mereka sudah menikah, tapi ini pertama kalinya Rajata secara langsung mengajaknya tidur seranjang. Bahkan saat dibandung saja laki-laki itu mengalah tidur dibawah dengan menggunakan matras.
Begitu Rajata masuk ke kamar mandi, Tessa malah bangkit dari tempat tidur. Ia merasa gelisah dan memilih keluar dari kamar.
"Nggak jelas banget tuh orang. Gara-gara dia jadi nggak ngatuk lagi kan gue!" gerutu Tessa sambil menuruni tangga, kakinya telanjang menyentuh dinginnya lantai marmer.
"Masak aja deh," gumamnya pelan.
"Daripada nggak ngapa-ngapain."
Rumah terasa sepi. Renata, Carissa, dan Reza belum pulang, membuatnya merasa sedikit lega. Untuk pertama kalinya sejak tinggal di sini, ia bisa bernapas lebih leluasa.
Matanya menyapu sekeliling ruang. Hampir sebulan tinggal di rumah ini, tapi baru sekarang ia benar-benar memperhatikan—rumah dua lantai yang sederhana tapi rapi. Ada kesan hangat, walau tetap terasa asing baginya.
"Kapan gue bisa ngerasa nyaman tinggal disini" gumamnya pelan, sebelum melangkah ke dapur.
Selesai mandi, Rajata melangkah keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Matanya menyapu kamar, mencari sosok Tessa. Tapi tak ada siapa pun di sana.
Ia sempat ingin mencarinya ke lantai bawah, namun tubuhnya terasa terlalu lelah. Tanpa pikir panjang, ia melemparkan diri ke atas kasur dan menarik selimut.
Sementara itu, di bawah, Tessa sedang berjongkok di depan kulkas. Matanya menyapu isi rak satu per satu—ada ayam, udang, beberapa sayuran, dan sisa bumbu yang masih lengkap.
"Hmm... bikin ayam lada hitam aja kali ya," gumamnya pelan.
Ia mengeluarkan potongan ayam dari wadah, lalu mengambil paprika dan bawang bombay yang masih segar. Ia tak berniat memasak terlalu banyak—hanya cukup untuk dua porsi. Dirinya dan Rajata.
Tangannya mulai bergerak otomatis, menyiapkan bahan-bahan dengan gerakan yang terlatih.
Ini pertama kalinya Tessa memasak untuk Rajata. Rasanya aneh—campur aduk, antara ragu dan peduli.
"Nggak tahu dia mau makan atau nggak... yang penting gue masih peduli sama perutnya," batinnya sambil menumis bawang putih.
Aroma harum menyebar, mengisi dapur yang sunyi. Tangannya sibuk menambahkan potongan ayam, lalu lada hitam, kecap asin, dan sedikit saus tiram.
Ponselnya yang tergeletak di atas meja dapur bergetar. Tessa sempat menoleh, tapi memilih tetap fokus pada wajan di depannya.
"Pagi-pagi gini, siapa sih yang ngechat?" gumamnya lirih.
Setelah memastikan masakannya matang, ia mematikan kompor dan baru kemudian meraih ponsel yang sejak tadi tak berhenti bergetar.
Ternyata dari grup kecil teman kampusnya yang hanya berisi dirinya, Putri, Diana, dan Raisa.
...PARA PEJUANG TOGA!...
Diana Falika
Guysss!! Besok tim basket Cakrawala tanding, nonton yukkk!
Raisa Liliana
Gasss gassss! Ayok deh! @Putrinafisa @Tessaalodia kalian gimana guys?
Putri Nafisa
Gue ayok aja, gue otw balik dari Bandung nih. Lagi di kereta.
Diana Falika
Waah take care, Put! Lo bawa oleh-oleh nggak?!
Raisa Liliana
Oleh-oleh mulu otak lo.
Putri Nafisa
wkwk bawa banyak kok. Aman.
Diana Falika
Mantap! Btw @Tessaalodia gimana? Ikut nggak?
^^^Tessa Alodia K. ^^^
^^^Gue juga ikut deh ^^^
Putri Nafisa
Lo udah balik dari Bandung, Tes?
Raisa Liliana
Lohh lo juga abis dari Bandung, Tess? Ngapain?
Tessa tak membalas. Ia memilih mengabaikan notifikasi itu. Toh, besok juga mereka pasti akan memberondongnya lagi dengan pertanyaan. Ia sudah hafal betul dengan gaya teman-temannya.
Tanpa banyak pikir, ia meletakkan ponsel dan mulai membereskan dapur. Takut nanti Renata pulang dan melihat dapur berantakan—bisa-bisa dia kena omel.
Rajata sebenarnya mencoba tidur, tapi tidurnya tak nyenyak. Perutnya mulai terasa lapar, dan aroma masakan dari dapur perlahan menyusup ke dalam kamar, menggoda indra penciumannya.
Ia mengerang pelan, menggeliat di atas ranjang. Mau tak mau, matanya terbuka dengan kesal.
"Bau-nya enak banget..." gumamnya, lalu mendengus. "Sialan, jadi nggak bisa tidur nyenyak, kan."
Dengan malas, ia bangkit dari ranjang, mengacak rambutnya yang masih setengah basah, lalu melangkah keluar kamar—menuruni tangga sambil menggerutu pelan.
Langkah kaki Rajata terdengar menuruni tangga, berat dan malas. Tessa yang sedang mencuci wajan sontak menoleh, sedikit terkejut.
Rajata berdiri di ambang pintu dapur, rambutnya masih berantakan, matanya setengah mengantuk, tapi hidungnya jelas bekerja dengan baik.
"Ini... lo yang masak?" tanya Rajata dengan suara serak, begitu duduk di meja makan.
"Hmm," gumam Tessa singkat. Ia menyusul ke meja makan sambil membawa dua piring.
Dengan gerakan cepat tapi tetap tenang, ia mengambilkan nasi, ayam lada hitam, dan sedikit capcay untuk Rajata, lalu meletakkannya di hadapan laki-laki itu.
"Ini yakin bisa dimakan kan?" Rajata mengangkat alis, nada suaranya terlihat was was.
Tessa menoleh tajam, sinis.
"Kalau lo ragu sama masakan gue, ya nggak usah dimakan,"
Ia hendak menarik kembali piring Rajata, tapi tangan laki-laki itu langsung menahan.
"Yaelah, gitu aja marah. Gue cuma nanya!"
"Besok gue tanding basket. Jadi nggak mau ambil risiko kalo tiba-tiba sakit gara-gara masakan lo."
Tessa tidak menggubris. Ia hanya duduk di seberang, membuka nasinya pelan, lalu mulai menyuapkan satu sendok ke mulutnya sendiri. Rajata memperhatikan sebentar, lalu mulai ikut makan.
Beberapa detik hening. Hanya suara sendok menyentuh piring. Sampai akhirnya Rajata bergumam sambil mengunyah:
"Masakan lo... lumayan juga."
Tessa mendengus.
"Tadi aja lo ogah-ogahan makan."
"Itu karena gue belum tau rasanya." Rajata nyengir. "Sorry deh. Tapi besok pagi... masakin gue lagi ya?"
Tessa tidak langsung menjawab. Matanya menatap Rajata, mencoba membaca ekspresi laki-laki itu—serius atau cuma bercanda.
"Bisa nggak?" ulang Rajata, kali ini lebih lembut.
Tessa mengangguk pelan.
"Bisa."
Rajata langsung bersorak kecil, seperti anak kecil yang baru dikabulkan permintaannya.
Tessa cepat-cepat menunduk, menyembunyikan pipinya yang mulai memanas.
"Duh... jangan baper, Tess," bisiknya dalam hati sambil memaksakan suapan.
Tessa berdeham, mencoba mencairkan suasana.
"Ehhm... besok tanding jam berapa?" tanyanya pelan, tanpa menatap Rajata.
"Jam 1 siang," jawab Rajata sambil terus makan.
Tessa mengangguk pelan.
"Kenapa? Mau nonton gue?" tanya Rajata cepat, nadanya sedikit menggoda.
"Temen-temen gue ngajakin sih... tapi gue masih pikir-pikir dulu," ucap Tessa cepat, sengaja supaya Rajata nggak besar kepala.
Rajata menyipitkan mata.
"Lo harus dateng! Lo harus lihat gimana kerennya gue di lapangan."
Tessa berdecak kesal.
"Males banget kalo lo udah mulai mode narsis gini."
Rajata tertawa kecil, santai.
"Haha... harusnya lo seneng. Nggak banyak yang tahu sisi gue yang satu itu."
Tessa baru akan membalas, tapi ponselnya tiba-tiba berdering di atas meja. Ia melirik sekilas, lalu mengangkat alis.
Arjuna.
"Halo?"
"Kenapa, Jun?"
Mendengar nama itu, Rajata refleks menghentikan kunyahannya. Tenggorokannya terasa penuh, seolah-olah nasi yang baru saja masuk mendadak berubah jadi batu.
"Lo besok ada acara nggak, Tes?" suara Arjuna terdengar santai dari seberang.
"Besok?" Tessa melirik sekilas ke arah Rajata yang diam menatapnya. "Nggak ada sih. Emang kenapa, Jun?"
"Mau nonton basket bareng nggak?" Ucap Juna diseberang sana.
Tessa tersenyum kecil, lalu menjawab dengan nada riang berlebihan.
"Oh, nonton basket? Boleh, boleh banget!"
Ia sengaja melirik Rajata dengan tatapan jahil. Ia tahu laki-laki itu sensitif soal Arjuna, walau tak pernah benar-benar mengaku. Dan entah kenapa, hari ini Tessa ingin sekali membuat Rajata kesal.
Benar saja, Rajata sudah berdiri dari kursinya, terlihat hendak merebut ponsel dari tangan Tessa.
Tessa cepat-cepat berdiri dan menjauh, sambil terus berbicara ke ponsel.
"Okee okee. Sampai ketemu besok yaa, Juna!"
Ia menutup telepon sambil menyeringai puas. Rajata menatapnya, wajahnya datar—tapi rahangnya mengeras.
"Lo besok di rumah. Nggak boleh ke mana-mana," ucap Rajata tiba-tiba, dengan nada setengah serius.
Tessa memutar badan, menatapnya bingung.
"Hah? Gimana sih, katanya disuruh nonton lo tanding?"
Rajata mendengus.
"Nggak jadi. Lo di rumah aja."
Ia melangkah mendekat.
"Sini ponsel lo, gue batalin janji lo sama si wayang jelek itu."
Tessa langsung mundur selangkah, refleks menyembunyikan ponsel di belakang punggungnya.
"Ih, apaan sih, Ja!"
”Namanya Juna—Arjunaa” ucap Tessa sengaja dengan nada menggoda, lengkap dengan senyum jahil dan suara yang dilebihkan.
"Sini nggak, ponsel lo."
"Nggak mau!"
Rajata makin mendekat. Tessa memutar arah dan mulai berlari kecil memutari meja makan, tertawa panik sementara Rajata mengejarnya dengan langkah cepat.
Tessa berusaha berbelok cepat di ujung meja, tapi karpet kecil di bawah kakinya bergeser. Keseimbangannya goyah. Ia hampir terjatuh ke belakang.
"Aaa—"
Namun sebelum tubuhnya benar-benar ambruk, tangan Rajata sigap menangkapnya. Lengan kekar itu melingkar di pinggang Tessa, menahannya dalam posisi nyaris jatuh.
Beberapa detik mereka terdiam.
Napas mereka beradu, mata bertemu, dan suasana yang semula riuh mendadak berubah jadi sunyi.
Rajata memeluk erat punggung Tessa yang hampir jatuh. Tubuh mereka berhenti dalam posisi canggung—terlalu dekat.
Hingga tiba-tiba, suara Carissa memecah keheningan.
"Kalian ngapain?"
Tessa dan Rajata sontak menoleh. Carissa berdiri di ruang tengah menenteng koper, matanya membelalak, alisnya terangkat tinggi.
Di belakangnya, Reza dan Renata menatap mereka dengan ekspresi tak kalah terkejut. Wajah lelah karena perjalanan jauh seketika berubah menjadi tegang dan penuh tanya.
Yaaaah... kegep deh!
Duh, gimana ya reaksi Carissa, Reza, sama Renata ngelihat pasangan ini? Hihi, kira-kira bakal diapain yaaa?
Jangan lupa like dan komen ya guys\~ biar aku makin semangat lanjutinnya! 💬💖
jangan2...
kasihan, malang benar nasibmu Tessa