Sebuah kecelakaan beruntun merenggut nyawa Erna dan membuat Dimas terbaring lemah di ruang ICU. Di detik-detik terakhir hidupnya, Dimas hanya sempat berpesan: "Tolong jaga putri saya..." Reza Naradipta, yang dihantui rasa bersalah karena terlibat dalam tragedi itu, bertekad menebus dosanya dengan cara yang tak terduga-menjodohkan Tessa, putri semata wayang Dimas, dengan putra sulungnya, Rajata. Namun Rajata menolak. Hatinya sudah dimiliki Liora, perempuan yang ia cintai sepenuh jiwa. Tapi ketika penyakit jantung Reza kambuh akibat penolakannya, Rajata tak punya pilihan selain menyerah pada perjodohan itu. Tessa pun terperangkap dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan. Ia hanya ingin hidup tenang, tanpa harus menjadi beban orang lain. Namun takdir justru menjerat mereka dalam ikatan yang penuh luka. Bisakah Tesha bertahan di antara dinginnya penolakan? Dan mungkinkah kebencian perlahan berubah menjadi cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muffin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babak awal
"Nggak... ini—nggak mungkin, kan?"
Lutut Liora lemas seketika. Ia jatuh terduduk di bangku taman Rumah Sakit Cempaka Putih, pandangannya kosong.
Sisil ikut duduk di samping Liora, lalu menepuk pundaknya pelan.
"Lo yang sabar ya, Li..."
Liora menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Pundaknya bergetar pelan. Tak ada suara—tapi jelas, dia sedang menangis.
Bohong kalau dia nggak kecewa.
Bohong kalau dia nggak merasa dihianati.
Jadi... alasan Rajata minta putus bukan hanya karena beda agama? Tapi karena—dia sudah menikah?
Tak lama, suara langkah kaki tergesa terdengar mendekat.
"Dapat..." Gladis membungkuk, napasnya terengah. Ia menggenggam selembar kertas kusut di tangannya.
Sisil menyipitkan mata curiga. "Itu apaan yang lo bawa?"
"Formulirnya Rajata," jawab Gladis cepat. "Tadi gue ambil waktu petugasnya lengah."
Mata Sisil langsung membulat. "Lo gila, Dis! Kalau ketahuan, lo bisa kena kasus, tau?!"
Liora yang sejak tadi menutup wajahnya dengan kedua tangan, perlahan mendongak. Matanya masih sembab, pipinya basah oleh air mata yang kini sudah mengering. Pandangannya menatap Gladis beberapa detik, lalu turun ke arah kertas yang digenggam temannya.
Dengan tangan gemetar, ia mengambil formulir itu. Matanya menyusuri tiap baris tulisan—hingga berhenti pada satu nama yang membuat dadanya terasa panas.
Tessa Alodia Kamani.
____________________________
19:00
Suasana kediaman Reza Naradipta begitu sunyi. Deru mobil yang memasuki halaman membelah kesunyian malam. Sesekali terdengar suara jangkrik dari arah pepohonan, menambah hening yang menggantung di udara.
Reza turun lebih dulu dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Rajata dan membantunya turun perlahan. Di belakang mereka, Tessa menyusul sambil membawa barang-barang milik Rajata.
Begitu pintu rumah dibuka, di ruang tengah tampak Renata sedang duduk santai menonton televisi sambil menikmati kripik. Di sampingnya, Carissa sibuk memainkan ponsel.
Begitu melihat pintu terbuka, pandangan keduanya spontan tertuju ke arah Rajata. Refleks, mereka langsung berdiri—terkejut melihat kondisi Rajata yang memprihatinkan.
“Rajata, kamu kenapa, Nak?” ucap Renata lembut sambil segera menghampiri Rajata, ekspresinya dipenuhi kekhawatiran.
“Cuma cedera ringan, Ma. Aman kok, nggak sampai patah,” jawab Rajata, mencoba menenangkan meski tubuhnya masih tampak lemah.
Renata menghela napas, menatap kondisi anaknya dari atas sampai bawah. “Aman-aman gimana? Ini tuh udah jelas kelihatan parah,” gumamnya khawatir, matanya bergerak cepat memperhatikan kaki Rajata yang sedikit terpincang.
Dari samping, Carissa berdiri ikut memperhatikan. Meski nada bicaranya terdengar datar, namun ada kekhawatiran yang tersirat di balik kata-katanya.
“Lagian, Bang Raja tumben banget sih bisa cedera. Seumur-umur nggak pernah tuh kayak gini.” cetusnya sambil melipat tangan di dada, seolah tak peduli, padahal sorot matanya berkata lain.
“Sudah, sudah… biarkan Rajata istirahat,” potong Reza tegas, Ia kemudian menoleh ke arah Tessa.
“Tessa, bawa suamimu ke kamar, ya.”
Tessa hanya mengangguk pelan. Tatapannya tanpa sengaja bertemu dengan mata Renata, yang jelas-jelas mengirimkan pandangan sinis penuh tuduhan. Ia menelan ludah, lalu melangkah maju, mengambil alih posisi Reza di sisi kiri untuk memapah Rajata naik ke lantai atas.
Tak lama kemudian, Reza ikut menyusul mereka ke kamarnya sendiri.
Begitu mereka menghilang di tangga, Carissa mencondongkan tubuh ke arah Renata, berbicara setengah berbisik namun sarat nada kesal.
“Ma, Mama sadar nggak sih? Sejak Tessa datang, keluarga kita kayak nggak pernah tenang. Papa sampai berantem sama Tante Tari, dan sekarang Bang Raja… seumur-umur nggak pernah apes kayak gini.”
Renata yang sejak tadi mengikuti pandangan Rajata yang tertatih menaiki tangga hanya menghela napas pendek.
“Kamu bener. Kita harus segera menyingkirkan Tessa… sebelum dia benar-benar bikin sial di keluarga ini.”
Sementara itu di dalam kamar, Tessa dengan penuh hati-hati membantu Rajata duduk di pinggir tempat tidur. Tangannya masih menyanggah bahu laki-laki itu, meski gerakannya mulai kaku dan ragu. Napasnya tertahan. Ia bisa merasakan hangat tubuh Rajata yang begitu dekat—terlalu dekat.
“Lo butuh apa? Biar gue bantu siapin,” tanya Tessa setelah memastikan Rajata duduk dengan nyaman dan bersandar sempurna di sandaran ranjang.
Rajata menghela napas panjang. “Gue butuh mandi. Gerah banget,” ucapnya santai, tanpa beban.
Tessa spontan menoleh. “Lo bisa mandi sendiri emang?” tanyanya polos.
Rajata langsung menoleh ke arahnya, menatap dengan alis terangkat. “Lo mau mandiin gue, emang?”
Pertanyaan itu menggantung di udara. Beberapa detik mereka saling pandang tanpa suara. Mendadak, suhu ruangan terasa lebih panas dari biasanya. Padahal AC kamar sudah disetel ke suhu paling rendah.
Tessa cepat-cepat memalingkan wajah, pipinya mulai bersemu merah.
Ngaco. Nggak lah!” elaknya cepat. “Gue panggilin Papa aja kalo lo butuh bantuan buat mandi.”
Rajata malah terkekeh pelan. “Yaaah… kirain lo yang mandiin.” sahutnya santai, nada suaranya terdengar setengah menggoda. Wajahnya pura-pura dibikin sedih, lengkap dengan bibir yang manyun sok kecewa.
Tessa berdecak, lalu mengambil bantal kecil di sebelahnya dan melemparkannya ke arah Rajata. Refleks, Rajata menangkap bantal itu dengan cepat, seolah sudah terbiasa bermain lempar tangkap di lapangan.
“Nggak salah kan gue kalau minta... dimandiin istri sendiri?” godanya, nada suaranya makin berani.
Melihat wajah Tessa yang langsung memerah karena malu justru menjadi hiburan tersendiri bagi Rajata. Bahkan untuk sesaat, ia lupa kalau lututnya masih nyeri.
“Ck! Lo ngomong lagi, bukan bantal doang yang gue lempar, lo juga gue seret terus gue lempar keluar balkon!” gerutu Tessa sambil bersungut-sungut, sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamar mandi.
Begitu pintu tertutup, Rajata tidak bisa menahan senyumnya. Matanya tetap mengarah ke pintu seolah bayangan Tessa masih berdiri di sana.
“Bini gue selucu itu... masa iya gue ceraiin,” gumamnya pelan.
Tangannya terangkat, menyentuh dadanya sendiri. Jantungnya berdetak kencang seolah ingin keluar dari tempat nya. Bahkan dengan Liora saja dia tidak pernah segininya.
Ia menarik napas panjang, lalu berbisik nyaris tak terdengar,
“Tessa... gue rasa… gue mulai suka sama lo.”
Sedangkan di dalam kamar mandi, Tessa berdiri mematung di depan wastafel. Tatapannya tertuju pada cermin.
Sudah beberapa menit ia berdiri di sana—tanpa mencuci muka, tanpa membuka keran. Hanya berdiri… sambil mencoba menenangkan degup jantungnya yang tak biasa.
"Gila… gila..." gumamnya pelan, menunduk sejenak lalu menatap lagi bayangannya sendiri.
"Kenapa gue baru sadar... kalau Rajata seganteng itu dari deket?"
Wajahnya mulai memerah lagi, meski air tak menyentuh kulitnya sedikit pun. Tangannya terangkat, memegang dadanya sendiri yang terus berdetak kencang.
"Kalau kayak gini… lama-lama gue bisa beneran jatuh cinta sama dia," bisiknya lirih, nyaris takut pada pikirannya sendiri.
Namun detik berikutnya, ia menggeleng cepat, menatap cerminnya dengan lebih tajam.
"Nggak, Tess. Lo nggak boleh jatuh cinta dulu. Lo cuma boleh jatuh cinta kalau Rajata yang cinta duluan."
Kalimat itu meluncur pelan, seperti mantra yang diulang untuk menjaga hatinya tetap kuat.
BINI SELUCU INI MAU DICERAIIN ??!! Ada wayang Arjuna yang siap membahagiakan hahha!!
Hai guyss!
Udah siap belum nemenin Tessa dan Rajata… merajut rasa? 😍
Jangan lupa like dan komen-nya yaa, biar aku makin semangat lanjutinnya! 💙✨