Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cemburu?
Setelah memastikan motor Dewa berlalu dari halaman buru-buru Deeva masuk ke dalam rumah, namun sayang langkah Shaka yang lebih panjang berhasil menghadangnya.
"Gimana hujan-hujanannya? seru?" tanya Shaka. Suaranya terdengar mencekam bagi Deeva.
Lumayan takut kena omel, Deeva memutuskan tersenyum tanpa dosa. Toh ia memang tak berdosa, pulang dengan Dewa pun setelah mendapat persetujuan Shaka. Meski lelaki jangkung di hadapannya hanya berkata terserah, tapi kan jika terserah artinya bebas mau gimana pun.
"Lumayan seru, minus basah dikit nih rok aku." Jawab Deeva seraya melewati Shaka tapi lagi-lagi ia dihalangi.
Deeva memilih melangkah ke samping dari pada berdebat tapi kembali Shaka mengikutinya hingga ia kembali terhalangi.
"Gaje banget ih Kak Shaka. Awas ngapa! aku mau lihat ikan kesayangan. Mereka pasti kelaparan nih soalnya aku pulangnya telat." Deeva melewati Shaka begitu saja.
"Eh udah ada yang ngasih makan ternyata." Ucap Deeva lirih saat melihat sisa butiran-butiran halus mengambang di permukaan air.
"Heh Bocah! gue belum selesai ngomong malah main tinggal aja." Shaka menjentikan jarinya ke kening Deeva hingga gadis yang sedang fokus menatap ikan-ikan di dalam aquarium itu meringis menahan sakit.
"Ngomong tinggal ngomong aja kak. Nggak usah pake nyentil kening segala. sakit!" Keluh Deeva.
"Abisnya lo ngeselin kagak nurut."
"Aku salah apa lagi coba? gara-gara pulang sama Dewa?" Tebak Deeva.
"Nah itu lo udah tau."
Deeva memicingkan matanya, "agak lain ini orang." Batinnya.
"Kan tadi Kak Shaka udah ngasih izin. Perasaan salah mulu aku." jawab Deeva.
"Siapa yang ngasih izin? kan gue bilang tadi terserah." jawab Shaka, "ter se rah." lanjutnya mengeja dengan penuh penekanan.
"Ya bener Kak Shaka bilang terserah, berarti terserah aku kan. Nggak salah dong."
"Nggak peka lo!" sindir Shaka, "kalo gue nggak bilang iya, berarti gue nggak kasih izin!" imbuhnya seraya menggusak rambut Deeva, sedikit basah.
"Kalo nggak boleh tinggal bilang nggak apa susahnya. Pake terserah segala. Ribet amat." protes Deeva.
"Kan lo yang ngajarin!"
"Mana ada aku ngajarin kayak gitu."
"Jangan belaga lupa. Lo yang ngajarin gue harus peka sesuai situasi dan kondisi. Nggak selamanya iya artinya boleh dan nggak mau artinya nolak. Harusnya lo paham dong kalo gue bilang terserah." jelas Shaka.
Deeva menahan senyum, "itu cuma berlaku buat aku Kak!"
"Lain kali kalo nggak boleh langsung bilang aja kak. Dari pada uring-uringan kayak gini kan nggak enak." jelas Deeva.
"Lagian ngapain Kak Shaka uring-uringan? kan malah enak aku ada yang anter jemput, Kak Shaka jadi lebih santai."
"Atau jangan-jangan Kak Shaka cemburu yah kalo aku jalan sama Dewa?" ledek Deeva.
Ck! Shaka berdecak kesal, "gue cemburu sama lo? jangan ngimpi!"
"Kalo nggak cemburu yah udah sih nggak usah ngegas ngomongnya. Nggak usah ngomel-ngomel juga." ucap Deeva.
Shaka termenung sebentar, "gue cuma khawatir lo kenapa-kenapa. Wajar lah kalo ada kakak yang khawatir sama adeknya."
Deeva mengangguk setuju, "Oke kak. Kalo gitu adek pamit ke kamar dulu yah. Masih banyak tugas yang harus dikerjain."
Deeva berlalu pergi tanpa menunggu jawaban Shaka. Tiba di kamar, Deeva langsung meletakan tasnya di meja belajar kemudian membersihkan diri. Setelah selesai ia ingin merebahkan diri sekedar untuk meluruskan badan, sepanjang hari belum rebahan sama sekali namun ia urungkan mengingat tugasnya masih banyak. Bahkan tugas sosiologi yang kelompok saja belum ia gabungkan.
"Ini sosio besok aja lah masih ada waktu sampe malem minggu."
"Geografi sama matematika aja kali yah yang deadline lebih mepet." gumamnya seraya memilah buku tugas.
"Semangat yuk semangat!"
Tiga puluh menit berlalu Deeva baru menyelesaikan tugas matematika, tersisa geografi yang menurutnya akan menguras jiwa raga karena tak boleh ada coretan sama sekali.
"Belum tidur?" suara itu membuat Deeva memutar kursinya.
"Udah Kak, ini aku lagi ngelindur."
"Ditanya bener-bener malah ngelantur jawabnya." ucap Shaka sambil meletakan segelas minuman berwarna merah dengan aneka dedaunan kering di dalamnya, "minum!"
"Apaan nih Kak? jamu?"
"Cobain aja dulu, lo pasti suka." Shaka mengambil satu sendok dan meminumnya perlahan kemudian menyuapkannya pada Deeva.
Ragu-ragu Deeva membuka mulutnya, "lumayan."
"Abisin biar nggak sakit. Tadi kan lo abis ujan-ujanan. Banyak manfaatnya ini minuman." ucap Shaka.
Deeva mengambil gelas itu dan meniupnya perlahan sebelum meminumnya sedikit demi sedikit, "namanya apa ini kak?"
"Wedang uwuh. Minuman khas Jogja. Dari aneka kayu, rempah sama dedaunan kering ditambah gula batu." jelas Shaka.
"Bisa buat ngobatin demam nggak kak?" tanya Deeva.
"Kayaknya bisa. Orang buat ngejaga daya tahan tubuh juga. Lo searching google aja dah. Kenapa emang?" Shaka menempelkan telapak tangannya ke kening Deeva, "nggak panas. Lo nggak enak badan?" tanya Shaka.
Deeva menyingkirkan tangan Shaka dari keningnya, "nggak, bukan buat aku kak."
"Terus?"
"Buat Dewa, Kak. Tadi dia basah kuyup tau, soalnya jaket sama jas hujannya dipake sama aku." jelas Deeva.
"Syukurin!"
"Ih Kak Shaka kok gitu. Gimana kalo sampe anak orang sakit gara-gara nganterin aku? masa Kak Shaka sebagai kakak aku nggak ada empatinya sama sekali?"
"Siapa suruh itu bocah nganterin lo!" ketus Shaka, "lo nya juga kecentilan! udah gue suruh nunggu malah balik bareng dia." entah kenapa kepalanya terasa mendidih tiap kali gadis di hadapannya membahas Dewa.
"Ya kan Kak Shaka bilang terserah. Tapi Dewa aneh deh kak, pas awal ketemu dia cuek banget, di kelas aja kerjaannya tidur. Tapi dia perhatian juga, nolongin aku pas kekunci di toilet."
"Gue nggak nanya!"
"Ih dengerin dulu kak." Deeva menabok bahu Shaka, "katanya kalo ada apa-apa harus bilang ke kakak."
"Menurut aku dia tuh cuek tapi perhatian. Eh gimana yah ngejelasinnya, bingung."
"Di kelas kelihatan banget malesnya, kerjaan cuma tidur sepanjang hari. Tapi nggak tau kenapa hari ini pas diajakin kerja kelompok dia mau. Terus ngerjainnya juga lumayan cepet."
"Ya terus gimana?" malas, tapi Shaka tetap mendengarkan.
"Terus dia keren banget nggak sih tadi pas nganterin aku sampe depan kakak. kayak gentleman banget gitu." mata Deeva berbinar saat menceritakannya. Baru kali ini diperlakukan sespesial itu oleh seorang lelaki.
"Kayaknya dia nggak kalah keren dari Dirga yah, Kak?" tanya Deeva.
"Biasa aja. Lebih keren juga gue." entah kena angin apa tiba-tiba Shaka jadi tak mau kalah.
Deeva tersenyum masam, "keren apanya! Kak Shaka kerjanya cuma marah-marah mulu kayak bapak-bapak!" ledek Deeva.
"Gue yang bawain lo minuman buat jaga-jaga supaya lo nggak sakit kalah keren sama orang yang bikin lo ujan-ujanan." jawab Shaka malas.
"Iya iya deh Kak Shaka lebih keren." puji Deeva demi menghindari huru-hara, "makasih yah kakak aku yang paling perhatian." Deeva berpindah duduk di ranjang, tepat di samping Shaka seraya memeluk lengan lelaki itu.
"Besok boleh nggak aku kerja kelompok lagi kak?" lanjutnya dengan manja.
"Sama dia?" tanya Shaka.
Deeva mengangguk, "sama Bila juga."
"Nggak boleh. Paling juga lo mau nongkrong di cafe kayak tadi."
"Aku kerja kelompok kak, bukan nongkrong." jelas Deeva.
"Tetep nggak boleh!"
"Kalo gitu kerja kelompoknya di rumah deh, biar nggak dikira nongkrong." tawar Deeva.
"Nggak boleh!"
"Pelit amat! izin salah nggak izin juga salah. Aku tuh mau minta bantuin Bila sama Dewa buat gambarin biosfer sama peta. Tugas geografi buat konversi nilai. Nggak boleh ada coretan, nggak boleh salah. Aku nggak bisa gambar kak. Please lah." rengek Deeva.
"Kenapa nggak minta tolong gue aja?"
"Emang Kak Shaka bisa gambar?" tanya Deeva.
"Apa yang gue nggak bisa! sekarang lo istirahat aja."
"Bantuin yah."
"Hm." jawab Shaka singkat.
"Asik. Makasih Kak Shaka." Deeva makin mengeratkan pelukannya pada tangan Shaka.
"Dah tidur sana. Biar gue selimutin."
"Siap." Buru-buru Deeva masuk ke dalam selimut. Shaka menarik selimut Deeva hingga leher, menyisakan kepala gadis itu saja yang terlihat.
"Kak Shaka..." Ucap Deeva lirih, membuat Shaka yang sudah mau beranjak menghentikan langkahnya, "Deeva tidur yah." lanjutnya pelan.
"Iya." Shaka mengusap pelan puncak kepala Deeva sebelum akhirnya meninggalkan kamar bernuansa putih itu.
Deeva tersenyum tenang, akhirnya ia bisa mengucapkan selamat tidur pada pengganti mamanya. Dulu ia hanya bisa berucap tanpa ada balasan karena hanya tinggal dengan ART dan ibunya selalu sibuk. Sedangkan kini ada Shaka yang membalas ucapannya. Melegakan, menyenangkan dan merasa penuh kasih sayang.Setidaknya itu yang tengah ia rasakan kini hingga bisa tersenyum sebelum memejamkan mata.
Berbeda dengan Deeva yang mulai terlelap Shaka justru sedang membujuk sang kakak untuk datang ke rumahnya lusa.
"Bisa yah Karet, gambarin biosfer sama peta. Urusan gambar-menggambar lo jagonya." Shaka memohon. Namun sang kakak tak juga membalas. Shaka jadi ketar ketir telanjur manyanggupi membantu tugas Deeva padahal dirinya sama sekali tak bisa menggambar.
.
.
.
Lagian Kak Shaka ini nggak bisa aja banyak gaya
nggak mau banget kalah sama bocah piyik macam dewa
segitu dulu jangan lupa tinggalkan jejak kalian guys🥰🥰
Sawannya pindah ke Shaka kek, makanya suka ngocel sama ngomel terus bawaannya sama Deeva...🤣
turut berduka cita ka...