Kau Hancurkan Hatiku, Jangan Salahkan aku kalau aku menghancurkan Keluargamu lewat ayahmu....
Itulah janji yang diucapkan seorang gadis cantik bernama Joana Alexandra saat dirinya diselingkuhi oleh kekasihnya dan adik tirinya sendiri.
Penasaran ceritanya???? Yuk kepo-in.....
Happy reading....😍😍😍😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : Kejutan Untuk Istri Yang Merajuk
"Kecelakaan nyokap gue itu disengaja, Li? Ada yang ngerencanain kematiannya? Gue baru setengah mendapatkan informasi ini. Makanya gue butuh duit banyak untuk menyewa jasa Detective, Li?"
"Ya Tuhan?" kaget Lilian, "Serius, Jo?"
Joanna mengangguk cepat.
"Maka dari itu, gue masih butuh duit suami gue....?"
"Jujur sama gue---sebenarnya elo cinta sama suami elo?"
Pertanyaan Lily membuat gadis itu terpaku dengan tubuh membeku menatap kosong langit-langit atap apartemen yang di dominasi warna biru langit. Helaan nafas terdengar pelan, namun panjang, menandakan bahwa dia sedang galau dan gelisah.
"Cinta?" gumamnya lirih.
"Gue nggak tau. Tapi....gue nyaman. Gue ngerasa punya pelindung." Lanjut Jo. Tubuhnya bersandar ke sandaran sofa.
Lily hanya menghembuskan nafasnya panjang.
"Takdir itu lucu ya, Li?" Jo tertawa pelan. Tawanya pelan, tapi mengandung beban.
"Dia sering buat gue kesel. Nangis. Marah . Jengkel. Tapi gue bener-bener nggak bisa marah sama dia....?"
"Dia marah sama gue Li, elo tau Napa dia marah sama gue?"
Lily menggeleng.
"Ceritanya----gue bantuin kapten Tyo buat jadi pacar pura-puranya, Li. Karena kakeknya akan ngejodohin dia sama cucu koleganya."
"Hah, Apa?" kaget Lily.
"Gue nggak tega . Gue pun setuju ngebantu dia. Kapten Tyo ngenalin gue ke keluarganya di acara pesta perusahaan. Eh, nggak taunya gue malah ketemu suami gue di sana sama istri pertamanya." Kata Jo.
Lily terkejut, ekspresinya sampai nggak percaya.
"Bukannya dia lagi di China, Jo?"
"Dia sudah balik. Tapi nggak ngasih tau gue. Entah anggap apa gue ini?" Jo terlihat sendu.
"Terus dia marah?"
Jo mengangguk cepat.
"Ya, dia sangat marah. Makanya dia ngehukum gue? Karena cemburu, dia ngelakuin hubungan suami istri dengan kasar?" Jo menghela nafasnya berat. Lily hanya meringis.
Dia melihat jelas sisa-sisa ke brutalan suami Jo di tubuhnya.
Darah yang mengering di sudut bibir salah satu bukti nyata. Belum lagi ruam-ruam merah di sekujur leher, menempel sangat jelas. Lily yakin, suami Jo menghukum Jo dengan tak manusiawi.
"Bukan itu yang bikin gue sakit hati?" kata Jo lagi.
Lily menatap miris.
"Apa?"
"Dia ngatain gue cewek murahan. J*l*Ng..... Gue terluka, Li?"
"Gue capek....?" keluhnya.
"Kalau gitu istirahat?"
Jo mendesah pelan.
"Gue nginep di sini ya, Li? Gue mau nenangin diri. Gue dah izin ke kantor tadi?"
"Ya udah. Tidur di dalam gih? Elo emang butuh tidur?" ucap Lily membereskan gelas bekas minum Jo yang ada di atas meja.
"Nggak mau. Gue mau tidur di sofa aja?" tolak Jo, sudah membaringkan tubuhnya di sofa.
"Gue ambilin bantal?" kata Lily dengan lembut.
Jo hanya mengangguk lemah tanpa suara, matanya sudah berkaca-kaca. Saat Lily kembali, sambil menenteng bantal empuk, ia mendapati Jo sudah terlelap, dengkuran halus terdengar setiap napas, matanya terpejam rapat. Raut wajah Jo menunjukkan keletihan yang dalam, seolah setiap tetes air mata yang telah jatuh tadi menguras semua energinya.
Sementara di kantor, Bram nampak tak tenang. Duduknya gelisah memikirkan Jo yang ia tinggal di hotel sendirian. Andai dia tak ada meeting penting, mungkin ia akan lebih memilih menemani istrinya di kamar hotel.
Pikirannya semakin kalut tadi pagi saat Rosa, pagi-pagi sekali, marah-marah di telepon karena semalam suaminya tiba-tiba izin pulang lebih awal untuk pergi keluar kota. Malam itu, Rosa terpaksa pulang dengan sopir yang diutus suaminya untuk menjemputnya.
Bram menekan dengan pelan tombol panggilan di telepon, menghubungi sekretarisnya. Beberapa detik kemudian, pintu ruangan terbuka dan sekertarisnya segera masuk. Dengan langkah pasti, dia mendekat, tatapannya menunjukkan kesiapsiagaan.
"Iya, Pak Bram, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan suara yang penuh hormat, siap untuk menerima setiap instruksi.
"Saya mau tanya, menurut kamu, hadiah apa yang paling cocok untuk perempuan yang sedang merajuk?" tanya pria itu, wajahnya datar.
"Emmmm," si sekretaris nampak berpikir, "Buat istri ya, Pak?"
"Anggap saja begitu?" sahut Bram.
"Istri bapak sukanya apa?"
"Kalau kamu tanya saya, percuma saya tanya kamu?" ketus Bram. Si sekretaris perempuan langsung menyengir.
"Maaf, Pak?" katanya.
"Tapi, Pak....ada nggak yang istrinya bapak inginkan tapi belum terlaksana???" tanyanya.
"Apa ya....?" gumam Bram.
Jalan-jalan ke luar negeri dia sudah sering. Dia kan pramugari.
Barang-barang branded???
Jo bukanlah perempuan gila belanja. Menurut ku tak terlalu istimewa.
"Kalau saya sendiri sih, Pak, kalau sedang merajuk, saya itu inginnya di bujuk. Terus dibelikan barang-barang yang saya suka. Atau dibelikan jajanan yang saya suka aja saya udah seneng banget. Tapi.... tiap perempuan beda-beda sih, Pak? Mungkin saja ibu lebih suka di ajak liburan? Atau dibelanjain ke luar negeri? Ya terserah bapak sih? Saya cuma kasih saran itu?"
Bram angguk-angguk kepala paham.
"Beda-beda....? Ya, Rosa dan Joana jelas dua perempuan yang sangat berbeda. Rosa suka banget belanja. Kalau merajuk, ditransfer uang banyak aja dia sudah seneng banget. Tapi masalahnya yang merajuk Jo....? Dia suka apa ya...?" gumam Bram dalam hati.
Wah, Daddy romantis banget.
Kamu suka?
Tentu, Dad. Aku suka, suka, suka banget dengan sesuatu yang berbau romantis.
Tiba-tiba saja Bram teringat dengan percakapannya waktu itu dengan Jo yang terlihat begitu bahagia saat dirinya pernah mengajaknya berkeliling Jepang ke tempat-tempat romantis.
"Oke, terima kasih. Kamu boleh kembali ke tempat?"
"Iya, Pak," sahut sekretaris itu meninggalkan ruangan atasannya.
-
-
Begitu jam kantor selesai, Bram buru-buru meninggalkan kantor, dan melangkah cepat menuju parkiran mobilnya. Ia ingin segera pulang ke apartemen dan memberikan kejutan untuk sang istri, Jo. Berjam-jam dia memikirkan tentang cara meminta maaf pada Jo karena telah berbuat kasar semalam. Ia merasa bersalah dan ingin memperbaiki hubungan mereka.
Bram membayangkan wajah Joanna yang tersenyum ketika ia memberikan kejutan, dan itu membuatnya semakin bersemangat untuk pulang.
Tapi begitu dia sampai di rumah, dia sama sekali tidak menemukan Jo di apartemen.
"Selamat sore, Pak Bram," ucap art yang sengaja Bram pekerjakan untuk bersih-bersih apartemen istri keduanya.
"Di mana Joanna?" Bram bertanya.
"Belum pulang, Pak," Art menjawab dengan nada yang netral.
Bram terkejut dan merasa khawatir.
Dia kira istrinya sudah pulang. Ternyata belum.
Lalu kemana dia?
Bram merasa panik.
Bram gelisah, jarinya terus menekan tombol ponsel, berharap Jo akan menjawab panggilannya. Namun, deringan telepon itu tak kunjung disambut. Rasa khawatir bercampur kebingungan memaksa Bram untuk bergegas menuju rumah pribadi Joana.
Namun, apa yang ditemukannya hanya kehampaan. Pintu rumah yang biasa disambut suara ceria Jo kini hanya menyuguhkan kesunyian yang menyesakkan dada.
Ruangan itu terlihat begitu teratur, seolah tidak ada yang menghuni. Kasur yang tidak terjamah sama sekali mempertegas kecurigaan Bram, Jo belum kembali ke sana.
Setiap sudut yang kosong menggema kekosongan yang semakin memperburuk kegelisahan Bram. Hatinya dilanda perasaan bersalah, menyerah pada realitas pahit; Jo benar-benar merajuk, pergi tanpa jejak, meninggalkan Bram meraba dalam kegelapan kebingungan dan ketakutan.
Bram kembali menekan nomor Jo dengan gemetar, namun seketika itu juga, ponsel Jo terputus. Napasnya tersengal, dada berdebar tidak karuan sementara pikirannya dibayangi oleh semua skenario terburuk yang mungkin terjadi. Setiap detik tanpa kabar dari Jo baginya adalah siksaan yang mencekam, mendorongnya ke tepi jurang penyesalan.
"Honey, please, kenapa ponsel kamu nggak aktif? Kamu kemana?" gumam Bram panik. Tak berhenti ia menelpon nomor istrinya.
"Ah, SHITT. Baterai ku lowbat?" kesal Bram hampir saja membanting hp-nya sendiri.
"Aku harus cari dia ke mana?" di tengah-tengah kepanikan yang melanda hati Bram, ia jadi teringat soal Tyo, cucunya Brata.
"Apa dia pergi dengan pria itu?" gumam Bram.
*****
Sementara di tempat lain, Rosa duduk di kursi dengan ekspresi tenang. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Menatap orang suruhan yang sedari tadi menjelaskan sesuatu.
"Kamu mulai buntutin suami saya kemanapun dia pergi. Lalu laporkan pada saya? Masalah uang kamu tidak usah khawatir. Uang bensin, uang makan, sudah saya siapkan?" Rosa menyodorkan amplop coklat pada pria suruhan itu.
"Siap, Bu. Saya akan ikuti kemanapun Pak Bram pergi?"
"Bagus'. Lakukan mulai besok, dari dia keluar dari rumah, keluar dari kantor, dan seterusnya. Pokoknya terus pantau? Jangan sampai kecolongan kayak kemarin?"
"Okey, Bu,"
Bersambung.....
Like, like, like.....
Please jangan loncat-loncat bacanya ya, karena akan mempengaruhi karya author. Terima kasih....🙏🏻🙏🏻
up tiap hari dong kak makin seru nich/Smile//Smile//Smile/
thor buat jo bangkit n bisa buktiin kl mm nya emang dicelakai ma istri barunya bpknya. dan jo bisa bangkit n sukses walaupun ada anak bram. n buat bram n anaknya menyesal udah ninggalin jo
adil dan seimbang sakitnya