Menikah karena perjodohan, dihamili tanpa sengaja, lalu diceraikan. Enam tahun kemudian Renata tak sengaja bertemu dengan mantan suami dalam situasi yang tak terduga.
Bertemu kembali dengan Renata dalam penampilan yang berbeda, membuat Mirza jatuh dalam pesonanya. Yang kemudian menumbuhkan hasrat Mirza untuk mendapatkan Renata kembali. Lantas apakah yang akan dilakukan oleh Renata? Apalagi ketika Mirza tahu telah ada seorang anak yang lahir dari hasil ketidaksengajaan dirinya di malam disaat ia mabuk berat. Timbullah keinginan Mirza untuk merebut anak itu dari tangan Renata. Apakah Renata akan membiarkan hal itu terjadi? Ataukah Renata akan membuka hati untuk pria lain demi menghindari mantan suaminya itu?
“Kamu sudah menceraikan aku. Diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi tolong jangan ganggu aku.”
- Renata Amalia -
“Kamu pernah jadi milikku. Sekarang pun kamu harus jadi milikku lagi. Akan aku pastikan kamu dan anak kita akan berkumpul kembali.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Masa Lalu Yang Sama
PMI 31. Masa Lalu Yang Sama
“Pi, kasihan sekali Renata, ya? Diselingkuhi suaminya terang-terangan. Mami bisa bayangkan gimana sakitnya Renata saat diselingkuhi suaminya,” ujar Sofie sembari naik ke atas tempat tidur, duduk di samping Hamdan sambil bersandar pada head board. Sebelum berlayar ke pulau kapuk, sepasang suami isteri itu selalu menyempatkan waktu untuk mengobrol.
Hamdan menghela napas. Kemudian menutup ponsel dan menaruhnya pada meja nakas di sisi kanannya.
“Mana saat itu dia sedang hamil, lagi. Pasti sakit sekali rasanya, Pi. Perempuan muda, cantik, dan sebaik Renata, kok, bisa diselingkuhi. Mama tidak habis pikir dengan mantan suaminya itu. Benar-benar laki-laki yang tidak pandai bersyukur. Mami, kok, jadi kasihan ya sama Renata, Pi. Mami jadi merasa bersalah sempat menilainya salah,” sesal Sofie yang sempat berpikiran buruk tentang Renata.
“Makanya, Mi. Jangan suka menilai orang lain hanya dari penampilannya saja. Kalau Papi, sih, mending Renata daripada siapa, tuh, mantan pacarnya Tony? Yang diputusin Tony gara-gara ketahuan jadi simpanan om-om?” cibir Hamdan mengingat seorang gadis cantik yang pernah menjalin hubungan dengan puteranya. Gadis muda itu kedapatan selingkuh dan menjadi simpanan pria hidung belang demi memenuhi gaya hidupnya. Padahal Tony adalah pria yang cukup royal. Tapi tetap saja masih diselingkuhi.
“Claudia?” kata Sofie memiringkan bibirnya. Ia sendiri bahkan tak menyangka, gadis itu berani menyelingkuhi Tony dengan seorang pria tua. Padahal Tony tidak kurang satu apapun. Entah apa yang diinginkan gadis yang bernama Claudia. Sofie menyesal sudah memberi restu dan sempat berharap banyak pada Claudia.
“Iya, Claudia. Mending Renata yang jelas-jelas janda. Daripada masih gadis tapi malah jadi ani-ani. Jadi simpanan om-om. Mami yakin dia masih perawan?” cibir Hamdan lagi meledek isterinya yang selalu salah menilai seorang gadis yang dekat dengan puteranya.
“Sudah, jangan dibahas lagi, Pi. Mami menyesal sekali sudah berharap banyak sama perempuan itu. Untung saja Tony tidak jadi menikahinya. Jika tidak, mau ditaruh di mana muka Mami yang cantik ini.”
“Ngomong-ngomong, apa Mami sudah memilih tanggal dan hari yang baik untuk pernikahan Tony dan Renata?”
“Oh iya. Tadi kita tidak sempat membahas tentang itu, kan? Baiknya hari apa, Pi?”
“Nanti kita tanya Tony saja, dia kapan maunya. Kalau Papi, sih, lebih cepat lebih baik. Biar kita bisa cepat punya cucu.”
“Kan, sudah ada. Anaknya Tissa?” Tissa adalah kakak perempuan Tony yang tinggal di luar kota.
“Dari Tony maksudnya.”
“Oh, iya ya?” Sofie tertawa kecil. Kemudian menyandarkan kepala di lengan suaminya. Sekarang ia sudah merasa lega usai memberi restu kepada Tony dan Renata. Dalam hati ia sungguh berharap pernikahan mereka dilancarkan tanpa kendala.
“Tapi, Pi. Renata, kan, punya anak?” Sofie tiba-tiba teringat pada anak Renata. Bukankah wanita yang akan dinikahi puteranya itu adalah seorang janda beranak satu? Mengapa ia sampai melupakan hal itu?
“Mi, kita sudah menerima Renata untuk menjadi bagian dari keluarga kita. Jadi sebisa mungkin kita juga harus bisa menerima kelebihan maupun kekurangan Renata. Termasuk anaknya. Tony saja tidak masalah dengan itu. Anggap saja anak itu sebagai cucu kita. Papi sebetulnya bangga, loh, sama Mami. Tidak semua ibu berhati besar seperti Mami,” rayu Hamdan, yang membuat Sofie tersipu malu.
“Iya, Pi. Papi benar.”
****
“Makasih, ya, Ren. Kamu tidak tersinggung dengan omongan Mami tadi,” kata Tony saat menepikan mobil di depan pagar, di luar pekarangan rumah Bu Ningsih.
Tony sempat khawatir pada Renata akan omongan maminya yang menyinggung perasaan Renata. Walaupun pada akhirnya mami papinya memberi restu, tetap saja ia harus memastikan bagaimana perasaan Renata.
“Seharusnya saya yang bilang makasih sama, Bapak. Juga pada orangtua Bapak yang sudah berbesar hati menerima saya,” kata Renata pelan, menoleh memandangi Tony.
Tony tersenyum bahagia. Ia kemudian memiringkan sedikit duduknya agar bisa berhadapan dengan Renata.
“Saya ikut prihatin dengan apa yang terjadi sama kamu di masa lalu, Ren. Kita sebenarnya punya masa lalu yang sama. Sama-sama diselingkuhi,” kata Tony membuka masa lalunya yang serupa dengan Renata. Bedanya ia belum menikah saat itu.
Renata cukup terkejut mendengarnya. Sekaligus tak percaya, bagaimana bisa lelaki seperti Tony diduakan.
“Saya ikut prihatin, Pak. Rasanya pasti sakit sekali?” kata Renata.
“Tapi tidak sesakit kamu, Ren. Saya salut sama kamu. Sebagai perempuan, kamu cukup kuat menghadapinya.”
Renata menunduk, menghela napas pelan. Sebenarnya masih ada yang terasa mengganjal dalam dadanya. Ia masih belum jujur kepada Tony dan orangtuanya tentang siapa mantan suaminya. Hal itu terus mengganggu pikirannya, mengingat Mirza adalah sahabat Tony.
“Pak, saya mau mengatakan sesuatu pada Bapak,” kata Renata mengangkat wajahnya, memandangi Tony dengan sorot mata serius. Ia sudah siap menghadapi rekasi Tony nanti ketika ia membuka siapa mantan suaminya itu.
“Ren,” Tony meraih jemari Renata ke dalam genggamannya. “Tolong jangan panggil saya 'bapak' lagi. Saya sekarang adalah calon suami kamu. Lagian, kan, saya punya nama. Saya tidak akan marah kalau kamu panggil nama saya,” katanya.
Renata mengangguk patuh. “Tapi, saya ingin memberitahu sesuatu. Ka-kamu mungkin akan terkejut mendengarnya.” Renata sedikit risih merubah panggilannya kepada Tony. Sebab ia sudah terbiasa memanggil Tony dengan sebutan 'bapak'.
“Silahkan. Apa yang mau kamu beritahu.”
“Ini tentang mantan suami saya.”
“Iya. Ada apa dengan mantan suami kamu? Apa dia berusaha menghubungi kamu atau mengganggu kamu? Kalau itu terjadi, tolong beritahu saya.”
Renata menggeleng. “Sahabat kamu, Mirza Mahendra. Dia ... dia adalah mantan suami saya,” ungkapnya dengan sedikit perasaan takut. Takut jika nanti Tony akan berubah pikiran ketika tahu siapa mantan suaminya. Sebab mana mungkin Tony mau dengan wanita bekas sahabatnya sendiri.
Tony mengerjap, berusaha mencerna kata-kata Renata yang jujur saja membuatnya terkejut. Sangat terkejut malah, namun ia berusaha bersikap tenang dan terbuka. Bukankah ia sudah berjanji akan menerima apapun resikonya?
“Mirza mantan suami kamu? Kalau begitu, apakah Vanessa adalah selingkuhannya?” tanya Tony memberikan reaksi yang diluar ekspektasi Renata.
Renata pikir Tony akan marah lalu berubah pikiran. Tapi ternyata pria itu malah memberikan reaksi serta respon yang berbeda. Padahal jantung Renata sudah berdegup kencang saking cemas dengan reaksi Tony nanti.
“Ka-kamu tidak marah?” tanya Renata tak percaya.
Tony malah memberinya senyuman tipis. “Kenapa saya harus marah, Ren. Mirza itu, kan, masa lalu kamu? Lagian setiap orang punya masa lalu. Saya juga punya masa lalu. Jadi, kenapa saya harus marah?” ujarnya bersikap santai. Membuat Renata tercengang.
Padahal Renata sudah bersiap jika nanti Tony memilih mundur dari hubungan mereka.
“Tapi dia, kan, sahabat kamu?”
“Memangnya kenapa?”
“Ka-kamu tidak jijik sama bekas sahabat kamu sendiri?”
“Masa lalu itu sebagian dari takdir. Mirza sudah ditakdirkan menjadi masa lalu kamu. Dan tidak ada manusia yang bisa merubah takdir. Nasib mungkin bisa dirubah, tapi takdir sudah digariskan oleh Tuhan. Dan sekarang, saya yang akan menjadi masa depan kamu,” ujar Tony mantap. Membuat Renata terkesima.
Renata kehilangan kata-kata mendengar jawaban bijak Tony. Ia bahkan kehilangan cara untuk menghindar saat wajah Tony perlahan mulai mendekat, hampir tak menyisakan jarak. Sampai napas hangat pria itu terasa menerpa kulit wajahnya.
“Apa saya boleh, Ren?” tanya Tony lirih dan parau.
Renata tidak memberi jawaban dengan kata-kata. Ia cukup memejamkan matanya sebagai jawaban mengiyakan. Lalu kemudian sapuan hangat bibir Tony terasa membelai permukaan bibirnya.
Jujur saja ini merupakan pengalaman pertama bagi Renata. Berciuman dengan lembut dan tidak terburu-buru. Untuk pertama kalinya juga ia merasa begitu berharga dan dicintai sedalam ini. Tangannya yang gemetar dibawa Tony melingkari pundak pria itu. Dan pria itu semakin memperdalam ciumannya.
Tanpa mereka sadari, di seberang tak jauh dari mobil mereka yang terparkir, seorang pria tengah memperhatikan dari balik kaca mobil. Pria itu tampak geram, dengan wajah memerah.
To be continued...