Kamu punya pengalaman unik bersama pasangan yang dingin? Katanya, bisa mengakibatkan pilek setiap hari, loh.
Duh, kalau hidung yang pilek boleh lah minum obat, tapi, kalau hati yang terus merasa terabaikan bagaimana?
Yuk, simak kisah Jedar (Jeje dan Darren) dalam menjalani kisah cintanya yang begitu menggemaskan.
Jika suka jangan lupa untuk like dan komen di setiap bab, saranghaeyo 💙
Jangan lupa untuk rate Bintang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mala Cyphierily BHae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gemasnya
Salsa menjawab kalau pria baik hati itu adalah Justin dan Darren pun menepuk bahu Justin.
"Aku percaya kalau Justin bisa menjaga Rossi dengan baik. Terlihat, Justin sudah menjadi pria dewasa," jawab Darren dan Justin menjawab kalau dirinya bukanlah Justin yang dulu.
Setelah itu, meja Salsa dan Akmal menjadi hening setelah kedatangan Darren dan Jeje, mereka menjadi lebih banyak diam dan Darren yang menyadari kalau kedatangannya itu mengganggu pun pamit, ia mengajak Jeje untuk pulang sebelum malam semakin larut.
Di perjalanan, Jeje meminta maaf pada Darren.
"Sayang," lirih Jeje seraya menatap Darren.
"Iya," jawab Darren dengan tetap fokus mengemudi.
"Setelah bertemu dengannya, kamu selalu semakin diam. Apa karena kamu masih memikirkannya?" tanya Jeje dengan kembali menatap lurus ke depan.
Mendengar pertanyaan itu, Darren pun terdiam, karena yang ditanyakan olehnya memang benar adanya seperti itu dan diamnya Darren karena sedang berpikir, ia mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, "Kenapa aku memikirkannya?"
Dan karena masih diam, Jeje pun kembali bertanya, "Kamu masih mencintainya?"
"Tolong jangan tanyakan hal seperti itu, aku bukan buaya darat!" jawab Darren dan pria itu menjawab dengan tetap fokus mengemudi.
"Aku tau kamu bukan buaya, Mas. Tapi aku ingin tau jawaban hatimu, aku merasa akan selalu seperti ini jika ada perubahan sikap kamu setelah bertemu dengannya," ujar Jeje dan Darren masih diam.
Dalam hati, Darren tidak ingin melukai Jeje, tetapi, melupakan juga sangat sulit, apalagi ketika masih saling bertemu.
"Benar kata Ayah," kata Jeje kemudian, ia menangis dan segera menghapus air matanya.
"Ayah inginkan kita menikah setelah aku lulus, karena Ayah ingin melihat, apakah aku akan bahagia bersamamu atau tidak," lanjut Jeje dan Darren yang mendengar itu pun menjadi sakit kepala.
Satu sisi sedang berjuang melupakan masa lalunya, satu sisi sedang menangis karena meragukannya.
Darren yang tak ingin melukai Jeje dengan perkataannya itu memilih lebih baik diam, ia tidak ingin terbawa suasana dan ingin membicarakan setelah hatinya baik-baik saja.
Tetapi, berbeda dengan Jeje, ia adalah wanita yang sudah pada umumnya inginkan dirayu, dibujuk ketika sedang merajuk, bukan didiamkan seperti saat ini, hingga berpikir kalau perasaan Darren lebih berat padanya.
Jeje pun meminta berhenti dan Darren menepikan mobilnya, tetapi, Darren menguncinya, ia takut kalau Jeje akan keluar dan lari.
Benar saja, Jeje yang menangis itu meminta pada Darren untuk membuka pintunya.
Darren menjawab tidak.
"Aku harus mengantarmu sampai ke rumah," jawab Darren dan tanpa Darren ketahui kalau jawabannya itu terasa sangat dingin bagi Jeje.
"Aku tidak mau, antar saja Rossi, sana!" perintah Jeje dan Darren menarik nafas dalam.
"Je, apa kamu akan seperti jika aku bertemu tanpa sengaja dengannya?" tanya Darren, ia merasa lelah jika Jeje akan selalu bersikap seperti ini.
"Kamu yang selalu diam, kamu selalu dingin sama aku, kamu selalu kaya gini kalau bertemu dengannya, aku jadi ragu, sebenarnya kamu cinta aku atau dia?" tanya Jeje.
Dan Jeje masih berusaha membuka pintu.
"Je, aku harus bagaimana biar kamu percaya kalau aku cinta kamu?" tanya Darren seraya meraih tangan Jeje dan Jeje menepiskan tangannya.
Jeje masih diam, ia membatin, "Bagaimana aku akan percaya jika Mas Darren saja tidak pernah memanggilku sayang, tidak menciumku." Begitu lah pikir Jeje.
"Astaga, giliran ditanya diam, maunya apa sih, nih, anak!" gerutu Darren dalam hati.
Lalu, Darren melihat Jeje mengambil ponselnya dan Darren pun mengambilnya.
"Kita sedang bicara, malah main hape!" ketus Darren dan secepat kilat Jeje merebutnya, Jeje meminta Darren untuk diam dengan meletakkan jari telunjuknya di bibirnya sendiri.
"Sssssttt, kamu diam dulu!" kata Jeje seraya kembali mengambil ponselnya.
Dan setelah mendapatkan, Jeje kembali fokus pada Ponselnya, ia mengirim pesan pada Darren sesuai dengan yang ia pikirkan tadi.
Sementara itu, selagi Jeje mengetik, Darren mulai melajukan mobilnya dengan perlahan.
Dan saat itu juga Darren merasakan ponselnya bergetar dan Jeje meminta pada Darren untuk membuka ponselnya, Darren menurut dan membaca isi pesan itu.
"Bagaimana aku akan percaya jika Mas Darren saja tidak pernah memanggilku sayang, tidak menciumku, kamu juga jarang sekali mengatakan cinta, hampir tidak pernah malah!" isi pesan Jeje dan Darren menahan tawa.
Ia kembali menyimpan ponselnya.
Sementara Jeje, ia merasa sebal bercampur malu dan sangat malu. Ia menunggu apa yang akan pria itu katakan setelah membaca pesannya.
"Aku ada di sini, kenapa kirim pesan?" tanya Darren seraya menatapnya dan sekarang, Darren kembali menepikan mobilnya.
"Aku malu," jawab Jeje singkat dan Darren menertawakannya, ia merasa sangat gemas dengan kekasihnya yang dianggapnya sangat lucu dan unik.
Lalu, Darren mengambil tangannya, ia mencium punggung tangan itu dan Jeje pun semakin tersipu.
Setelahnya, Jeje pun menyandarkan kepalanya di lengan Darren.
"Oo, jadi kamu mau dipanggil sayang?" tanya Darren dan Jeje pun mengangguk.
Hatinya berdebar dan seharusnya ia marah karena Darren masih saja ingat dengan Rossi, bukan menjadi seperti ini, sangat terlihat kalau Jeje begitu mencintainya.
"Sayang?" panggil Darren dan Jeje pun mendongak, ia menatap Darren yang tersenyum.
"Hanya memanggil," kata Darren dan sekarang keduanya pun melanjutkan perjalanan.
Lalu, karena belum mendapatkan jawaban, Jeje kembali bertanya, "Kenapa kamu selalu diam jika bertemu dengannya?"
Darren menjawab, "Aku pusing."
Dan Jeje salah paham, ia mengira kalau Darren pusing dengan pertanyaannya, padahal, Darren akan selalu pusing jika teringat dengan Rossi.
Karena sampai saat ini, Rossi masih terus mengirim pesan, bahkan Rossi juga mengajaknya datang bersama ke acara reuni tersebut.
Tetapi, Darren yang tak ingin memberikan harapan itu tidak pernah menanggapinya, Darren juga merasa heran pada dirinya sendiri, ia sempat merasa sebal pada Justin, itulah yang membuat Darren lebih baik diam. Ia terbiasa menyimpan perasaannya sendiri.
Tetapi, dengan adanya Jeje yang lucu dan unik, itu cukup membuat Darren tersadar kalau ia sudah bertunangan.
"Je," lirih Darren.
"Sayang," jawab Jeje dengan tetap fokus ke depan.
"Iya, aku ulang lagi," kata Darren, "Sayang," lanjutnya.
Mendengar itu, Jeje pun tersenyum, ia bertanya, "Iya, kenapa dan ada apa?"
"Kamu pernah pacaran?"
"Pernah," jawab Jeje singkat.
"Kapan?" tanya Darren, ia berpikir kalau pantas saja Jeje lebih berpengalaman darinya.
"Sekarang, sekarang kita sedang pacaran, kan?" tanya Jeje dengan polosnya dan Darren benar-benar tidak dapat menebak pada jalur pikirannya dan Darren pun mengangguk.
"Benar juga, tapi bukan itu yang kutanyakan," kata Darren.
"Makanya, kalau tanya itu yang jelas dong, jangan ambigu," protes Jeje dan Darren yang gemas itu mencubit pipinya.
"Aaauu," pekik Jeje seraya melepaskan tangan Darren dari pipinya.
"Aku pacar keberapamu?" tanya Darren, pria itu kembali fokus mengemudi.
"Ke satu," jawab Jeje, dengan jawaban yang seperti itu, Darren menyangka kalau ada pacar ke dua dan ke tiga.
Darren mengangguk, "Ada berapa pacar kamu?" tanyanya lagi.
"Satu, hanya Mas Darren saja."
"Berarti, maksud kamu, aku pacar pertamamu?" tanyanya dan Jeje pun mengangguk.
Dan tak terasa, sekarang, keduanya sudah sampai di depan rumah Jeje.
Jeje pun menunjuk sesuatu di kaca sebelah Darren.
"Apa itu?" tanyanya seraya menunjuk dan Darren pun mengikuti arahnya.
Karena tidak ada apa-apa, Darren pun bertanya, ia menengok dan Jeje sudah memasang bibirnya, sehingga begitu Darren menengok, dengan otomatis Jeje akan menciumnya.
Dan benar saja, saat itulah Darren merasa kalau Jeje telah mengerjainya.
Darren menarik nafas dalam dan segera membuka kunci mobilnya. "Turun!" perintahnya dan Jeje yang berharap kalau Darren akan menciumnya balik itu mengerucutkan bibirnya.
Dengan lemas, Jeje pun turun dan Darren yang sedang bahagia itu menahan tawanya, ia ingin menertawakan Jeje, tetapi, takut Jeje akan merajuk.
"Aku takut khilaf, Je," batin Darren dan sekarang Darren juga turun, ia pamit pada Pak Somat yang sudah menunggu.
Setelah itu, Jeje melambaikan tangannya pada Darren dan Darren membalasnya dengan tersenyum.
Bersambung..
Ilihhh aki" menganggu aja .. orang yg mau merasakan gejolak yg selama setahun lebih ngk dirasakan....
sabar. derren tuh Jeje udah kasih kode bt nanti malamm pasti di servis dg Baik dahh😂😂😂😂
lahhh udah tamat .... blm puas sihh episode derren Jeje tp ... ok lahhh..semangat berkarya Othorrrr....❤️❤️❤️❤️