NovelToon NovelToon
PELANGI DI UJUNG SENJA

PELANGI DI UJUNG SENJA

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Tamat
Popularitas:522.7k
Nilai: 5
Nama Author: 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒

Annisa Dwi Az Zahra gadis periang berusia 20 tahun yang memutuskan ingin menikah muda dengan lelaki pujaannya yang bernama Rian Abdul Wahab, namun kenyataan pahit harus diterima ketika sebuah tragedi menimpanya.
Akankah Nisa bertemu bahagia setelah masa depan dan impiannya hancur karena tragedi yang menimpanya?

"Kini aku sadar setelah kepergianmu aku merasa kehilangan, hatiku hampa dan selalu merindukan keberadaanmu, aku telah jatuh cinta tanpa kusadari" Fahri

"Kamu laki-laki baik, demi kebaikan kita semua tolong lepaskan aku, karena bertahan pun bukan bahagia dan pahala yang kita dapat melainkan Dosa" Nisa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Waktu terus berjalan, tak terasa seminggu sudah berlalu. Pagi-pagi sekali Nisa sudah berada di kediaman Rian karena permintaan sang pujaan yang dari kemarin sudah berkali-kali berharap pas Ia berangkat Nisa berada dirumahnya dan mengantar sampai depan. Rian tidak mau diantar sampai bandara karena kasian Nisa bakal telat berangkat ngajarnya. Makanya Ia berangkat menuju bandara lebih memilih naik taksi online. Nisa berdiri disamping Rian yang sedang memakai sepatu sambil menenteng tas kerja milik Rian yang berisikan berkas-berkas yang akan dibawa serta ke Surabaya.

"Selama Mas di Surabaya gak boleh kemana-mana ya. Kalau mau ketemu Yuli biar Yuli saja yang datang kerumah. Jujur. Mas berat banget buat berangkat. Perasaan dari kemarin enggak enak terus.

Seperti mau berpisah lama padahal cuma dua hari. Apa karena efek mau nikah ya?" Rian menatap Nisa dalam-dalam menyiratkan kekhawatiran yang Ia pendam dari kemarin. Baru sekarang Rian mengutarakannya pada Nisa.

"Mas. Kan nikahnya masih bulan depan masih 6 minggu lagi. Yang sudah dekat kan cuma lamaran. Berdoa saja semoga semuanya baik-baik saja dan dipermudah. Dan do'akan aku juga supaya dijauhkan dari musibah." Nisa menenangkan Rian, Namun kalimat terakhirnya justru malah membuat Rian makin khawatir.

"Rara sayang. Tidak boleh bicara yang aneh-aneh ya, Mas yang mau pergi kenapa kamu yang minta di do'ain. Seharusnya Mas yang minta do'a dan bekal." Rian mencoba menyingkirkan kekhawatirannya dengan menggoda Nisa.

"Bekal? Kan udah ada jatah dari kantor. Masa minta bekal sama aku."

Nisa mengerutkan keningnya keheranan dengan Rian yang menurutnya super aneh itu.

Awww

"Kalau ngomong suka gak difilter. Gak tau tempat!" Tanpa Rian dan Nisa ketahui, ternyata Bu Widya mendengar ucapan Rian dan langsung memukul lengan anaknya dengan gemas.

"Apa salahku Bu. Tiba-tiba dapat pukulan." Rian pura-pura kesakitan dengan mengusap-usap lengannya yang terbalut kemeja slim fit berwarna biru tua yang nantinya akan dilapisi jaket.

"Masih saja nanya salah apa. Nisa mana faham yang begituan. Jangan cemari pemikirannya!" Bu Widya menegur Rian yang sedang menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Canda Bu. Lagian Ri juga gak mungkin minta bekal kalau belum sah. Makanya pengen secepatnya sah, kalau perlu gak usah tunangan dulu langsung ijab kabul saja. Mau kan Ra?" Rian menatap Nisa menuntut persetujuan.

"Kalau Rara ngikut aja gimana baiknya" Nisa menjawab jujur karena Ia pun ingin segera halal biar bebas dari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Jangan suka plinplan kalian ya. Kemarin yang mau tunangan dulu siapa?" Apa-apa sudah dipersiapkan termasuk catering juga. Gak mungkin dibatalkan." Bu Widya memperingatkan anak dan calon menantunya yang mendadak seperti anak kecil minta mainan minta nikah pun.

Tin tin

Suara klakson taksi online depan rumah yang dipesan Rian beberapa waktu lalu menghentikan perdebatan 3 orang berbeda usia dan gender. Rian beralih menatap Nisa sambil memegang kedua bahu kekasih mungilnya itu. Ia hendak berpamitan.

"Nanti hari kamis Mas mendarat jam setengah 8. Jadi jangan pulang dulu tungguin Mas yang jemput ya."

Nisa menganggukkan kepalanya kemudian Ia meraih tangan kanan Rian dan menciumnya.

Setelah memeluk Nisa sekilas karena mendapat tarikan dari Bu Widya, Padahal baru tangan yang merengkuh pundaknya Nisa sudah dapat semprotan dari sang Ibu. Rian beralih memeluk sang Ibu sambil menitipkan Nisa berulang-ulang yang hanya dibalas deheman oleh bu Widya.

"Yasudah. Ri berangkat dulu Bu."

"Ra. Mas berangkat dulu ya. Baik-baik disini, jangan lupa handphone aktifin selalu. Assalamu'alaikum" Rian mengucap salam sambil mencium tangan Bu Widya dan terakhir mengelus kepala Nisa penuh kasih. Setelah itu Ia membalikkan badannya berjalan menuju gerbang dan membukanya menghampiri taksi yang dari tadi sudah menunggunya.

Nisa sama Bu Widya masih berdiri diteras rumah padahal taksi yang membawa Rian sudah menjauh bahkan sudah tidak terlihat sama sekali.

"Bu. Rara juga mau sekalian pamit. Insya Allah kita ketemu lagi hari kamis kita berangkat bareng saja biar Rara yang jemput ibu kesini."

Nisa pun pamitan juga pada calon mertuanya karena jam sudah menunjukkan hampir setengah 8.

"Iya sayang. Hati-hati dijalan dan bekal yang tadi ibu bikin, sudah dimasukin bagasi belum?"

"Sudah Bu tadi juga, karena takut ketinggalan lagi kayak waktu itu."

Nisa memeluk mencium punggung tangan Bu Widya yang kemudian dibalas pelukan sang calon mertua.

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikumsalam. Hati-hati jangan ngebut."

Nisa menganggukkan kepalanya pada Bu Widya sambil tersenyum. Ia sekarang sudah terbiasa dengan perhatian calon ibu mertuanya itu.

......................

Jakarta, Sore hari dikediaman Nadira suasananya begitu mencekam.

Bagaimana tidak, Tak ada suara kehidupan selain suara tangisan Kamila, Ibunya Nadira. Ia baru saja mendapat kiriman foto sang suami yang sedang menuntun tangan anak laki-laki sekitar usia tiga tahunan bersama perempuan yang lebih muda darinya.

"Mama jangan percaya dulu sebelum melihat dengan mata kepala sendiri. Tidak sedikit orang yang ingin menghancurkan usaha Papa dengan cara halus, Yaitu menggoyahkan keharmonisan rumah tangga Mama sama Papa." Nadira merenggangkan badan Kamila yang tersungkur dipangkuannya sambil berbicara menenangkan sang Mama. Kamila tidak menjawab Ia hanya sesenggukan, Syok, Sakit seperti ditikam sebuah pisau walaupun Ia belum melihat secara langsung. Namun sebenarnya dari jauh-jauh hari pun Ia sudah ada rasa curiga terhadap Farhan sang suami yang banyak menghabiskan waktu setengahnya dari waktu kebersamaan mereka. Memiliki bisnis yang cukup besar membuat Ia memahami kesibukan sang suami yang jarang pulang.

Farhan pulang cuma seminggu di Jakarta bersama anak istrinya yaitu Kamila dan Nadira, itu pun dirumah sekedar hanya untuk tidur karena siang hari Ia habiskan di kantor. Setelah itu Ia kembali ke Singapura mengelola bisnis yang disana.

Nadira menatap sang Mama sambil mengelap air matanya yang terus mengalir dari tadi belum berhenti. Ia merasa teriris melihat kondisi Kamila yang begitu acak-acakan dengan mata sembab. Bukan Ia tidak marah dan kecewa dengan Papanya, Namun Ia mencoba menahan gejolak hatinya sebelum mendapat fakta.

"Mama. Coba lihat Nana. Nana sayang sama Mama, sakit Mama sakitnya Nana juga, tapi kita enggak boleh ceroboh dan langsung menghakimi Papa takutnya kecurigaan kita karena foto itu meleset.

Yang ada Papa marah sama Mama, tau sendiri Papa seperti apa kalau sudah tersinggung karena dituduh." Nadira menggoyangkan bahu Kamila yang kembali menangis.

Nadira sangat faham dengan karakter Farhan yang mudah tersinggung apabila dicurigai, karena dulu pernah Kamila mencurigai Farhan selingkuh kemudian menanyakannya namun hanya kemarahan yang didapat bukan penjelasan.

"Ma. Sebaiknya kita pura-pura tidak tahu dulu tentang foto itu, Kalau Papa pulang Mama harus bersikap seperti biasa dan enggak terjadi apa-apa. Nanti kita selidiki berdua." Kamila mengangguk menyetujui saran putrinya.

"Sekarang Mama tenangin diri sambil pikirkan cara dan alasan buat nanti nyusul Papa diam-diam ke Singapura. Mama harus merawat diri harus tetap cantik seperti Mama yang dulu. Kita perjuangkan kebahagiaan kita bersama-sama." Nadira memeluk Mamanya erat.

Setelah dirasa sang Mama sudah cukup tenang, Nadira memanggil Art-nya buat nemenin Mamanya karena Ia sudah merasakan tidak nyaman dengan pakaiannya yang belum ganti dari sepulang kantor tadi.

"Ma. Gak apa-apa kan Nana tinggal dulu mau mandi udah gak betah."

"Gak apa-apa. Mama udah baikan sekarang." Kamila memaksakan tersenyum pada Nadira untuk menenangkan hati putrinya.

Suara getar handphone yang dari tadi terabaikan karena Ia simpan diatas meja rias mulai terdengar ketika Nadira membuka pintu dan masuk ke kamarnya. Ia mempercepat langkahnya yang lumayan terasa berat karena lelah setelah seharian berkutak dengan pekerjaan yang menguras tenaga dan fikiran, Terlebih ketika Ia mendapatkan fakta tentang foto sang Papa yang sedang berjalan seperti sebuah keluarga kecil yang terlihat bahagia. Nadira baru ingat bahwa hari ini Ia akan berkunjung ke rumah Fahri, yang awalnya mau malam minggu kemarin namun batal karena orang tua Fahri ada undangan mendadak dan merwka hanya keluar untuk dinner. Sebenarnya bukan mendadak, hanya karena Fahri saja yang tidak mengetahui bahwa kedua orangtuanya ada undangan.

[Hon. Lagi dimana, kenapa ditelepon dari tadi enggak diangkat? pokoknya setengah jam setelah Maghrib aku jemput. No nego!]

Isi pesan terakhir dari Fahri yang berada diantara deretan panggilan tak terjawab bernada tuntutan sungguh mengagetkannya.

Karena waktu sudah menunjukkan hampir Maghrib. Akhirnya Ia buru-buru masuk ke kamar mandi tanpa membalas pesan terlebih dahulu.

......................

"Pa. Hari ini Fahri mau ngajak Nadira kesini, bolehkan? Sebentar lagi mau berangkat jemput."

"Boleh. Tapi jangan sampai lupa waktu." Fandy mengingatkan Fahri secara tidak langsung Ia memberitahu anaknya supaya jangan berlama-lama dirumah takutnya sang istri merasa tidak nyaman.

"Iya Pa. Fahri tahu kok. Diajak sekarang berharap menjadi pertemuan yang mengawali kebaikan." Fahri kemudian pamit pada sang Papa karena sudah hampir setengah 7.

Setelah Fahri berangkat, Fandy beranjak dari duduknya Ia berniat mengajak sang Istri minum teh ditaman belakang sambil menikmati wewangian bunga yang sedang bermekaran.

"Sayang. Sudah selesai belum?" Fandy menghampiri sang istri yang sedang membuat teh hijau favorit mereka.

"Sudah. Ayo" Dengan semangat Mama Risa membawa 2 cangkir yang berisi teh panas.

Keduanya duduk dikursi teras menghadap taman belakang yang bersebelahan dengan kolam renang.

Fandy menarik tubuh sang istri yang awalnya duduk di kursi terpisah, Mama Risa pun menurut dan duduk di kursi yang sama, lebih tepatnya duduk menempel dan menyandarkan kepalanya didada sang suami, Ia sudah faham dengan suaminya yang selalu ingin menghabiskan waktu berdua dengan intim.

"Terimakasih Pa." Mama Risa mendongak menatap suami yang sangat Ia cintai, Suami yang telah mencintai dirinya dengan tulus padahal Ia tak sesempurna perempuan lain.

Cup

Tak ada kalimat yang terucap dari bibir Fandy, melainkan ke cupan yang Ia daratkan dibibir sang istri yang masih terlihat cantik dan menggoda di usia yang hampir menginjak setengah abad

Mmpph "Papa. Ish kebiasaan suka gak tau tempat."

Risa mencubit pinggang suaminya yang baru saja mengec up bibirnya yang diakhiri dengan luma tan kecil.

Sedangkan Fandy hanya tergelak sambil mengusap bibir sang istri yang basah karena ulahnya.

"Gimana kalau Fahri lihat. Apa enggak malu lagi nyosor kepergok anaknya."

"Kalau Mama ngoceh terus, Papa kiss lagi nih. Lagian Fahri juga senang kalau lihat kita bahagia sayang. Fahrinya juga lagi keluar dulu sebentar mau jemput orang." Fandy kembali hendak menci um bibir istrinya, namun dengan cepat sang istri mendorong dadanya.

"Keluar kemana? mau jemput siapa?" Risa menegakkan duduknya, rasa penasaran langsung menghinggapinya siapa orang yang dimaksud suaminya.

"Fahri ngejemput Nadira. Mau diajak kesini biar kita kenal sayang, Mama tidak apa-apa kan tadi Dia minta ijin. Papa berharap Mama bisa berdamai dengan masa lalu. Atau jangan-jangan Mama masih ada hati ya buat mantan?" Fandy memberi tahu akan ada Nadira datang atas ijinnya sambil diselingi candaan menggoda sang istri.

"Kenapa Papa enggak bilang Mama dulu sebelum mengijinkannya?" Raut wajah Risa langsung berubah seketika, Badannya bergetar seperti teringat sesuatu yang menakutkan. Matanya mulai mengembun dan perlahan bulir-bulir air matanya mulai berjatuhan. Kedua tangannya mengepal erat sampai terlihat memutih.

🍁🍁🍁

1
Aisyah Isyah66
Luar biasa
☠@AngguN
wkwkekek saking diem dieman dalam mobil😄
☠@AngguN
memang lebih baik berpisah drpd banyak hati yg terluka
☠@AngguN
astaghfirullah
lucky gril
awalnya ngintip kok jadi keterusan sampai tamat❤❤❤
lucky gril
ternyata mak baca expresss tau2 udah tamat,makasih karya nya teh nei🙏🙏🙏
lucky gril: sama2 kk'yg mau nuangin karyanya di NT dan waktunya untuk menghibur mak yg kegabutannya ruaaarrr biasa😅
total 2 replies
lucky gril
kok perasaan mak ngga enak😔

jagain fahri atuhhh
lucky gril
SAH
lucky gril
si mm risa mau menodai pikiran kotor ke caca🤣🤣
lucky gril
guling nis itu🤣🤣🤣
lucky gril
bintang utamanya siapa y...kok tau2 fahri datang tanpa kejelasan hubungan siapa ....

masih membanggongkan ceritanya😯
lucky gril
loh kok rian ngga pamit sama orang tuanya nisa😟
lucky gril
wa'alaikum salam salam kenal dr mak di brebes😍
☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜
Semoga berhasil ya bu
☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜
Bener banget makanya dibilang cinta itu buta, tapi harus pake logika yah😂😂😂
☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜
Wkwkwkwwk pada senyum2 sendiri
☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜
Wkwkwwk males amndi ternyata bukan cuman di novel, kenyataan juga begitu harus pada diomelin dulu padahal handuk udh dipegang dr tadi
☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜
Nisa gak sadar dengan tingkah abstrudnya
☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜
Ketahuan hayooo saling baperrr
☠ Atin 🍒𝐙⃝🦜
Kejedot bener dirasa in sama nisa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!