Arabella seorang anak perempuan yang menyimpan dendam terhadap sang Ayah, hal itu diawali sejak sang Ayah ketahuan selingkuh di tempat umum, Ara kecil berharap ayahnya akan memilih dirinya, namun ternyata sang ayah malah memilih wanita lain dan sempat memaki istrinya karena menjambak rambut selingkuhannya itu.
Kejadian pahit ini disaksikan langsung oleh anak berusia 8 tahun, sejak saat itu rasa sayang Ara terhadap ayahnya berubah menjadi dendam.
Mampukah Arabella membalaskan semua rasa sakit yang di derita oleh ibunya??
Nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Beberapa menit kemudian Dirga datang karena mendapatkan panggilan dari kepala sekolah di tempat anaknya sekolah, dengan tergesa-gesa ia melangkah seolah ingin memberikan pelajaran terhadap Ika yang sudah lancang, namun di saat sampai di ruangan kepala sekolah pria itu merasa dilema, sulit memilih antara anaknya atau perempuan yang menjadi selingkuhannya itu.
"Ika kau kenapa?" tanya Dirga setelah sampai di ruangan kepala sekolah. sementara Ara hanya bisa menangis melihat ayahnya yang langsung memberikan perhatian kepada wanita lain.
"Ini Mas, aku tadi hanya ingin menemui Ara, tapi security malah membawaku ke sini padahal niatku baik," sahut Ika dengan nada lemah lembut dihadapan Dirga.
"Maaf Pak, wanita ini sudah membuat kegaduhan bahkan membuat anak Bapak menangis," ujar Bu Dena kepala sekolah Ara.
Sementara Ara hanya membuang pandangan, hatinya sudah cukup hancur melihat ayahnya yang seolah lupa akan keberadaannya.
"Ibu, jangan melebih-lebihkan dong, kan temanku sendiri sudah menjelaskan kalau ia hanya ingin menemui anak saya," ucap Dirga.
"Kalau hanya menemui kenapa Ara sampai histeris, Bapak ini peduli atau enggak sih sama anaknya," sahut Bu Dena dengan sedikit nada tinggi.
"Bu, jangan ngegas kata gitu dong, kan aku hanya berpendapat, menurut apa yang dikatakan teman-teman saya," ungkap Dirga.
"Bapak hanya melihat dari satu pihak saja, coba tanyakan langsung dengan anak bapak," sahut Ibu Dena.
Dirga membuang nafas kesal disaat melihat sang anak yang membelakangi dirinya. "Ara ...!" panggil Dirga sedikit Sinis.
Ara hanya menoleh tanpa menyahuti. "Ra kalau dipanggil Papa itu sahut dong," kata Dirga lalu mencoba mendekat.
"Jangan dekat-dekat, Ara benci sama Papa," suara Ara membuat langkah Dirga terhenti.
"Memangnya Papa salah apa?"
"Papa sudah membela Tante jahat itu, padahal dia bohong sama Papa," sahut Ara.
"Sayang, Tante Ika itu susah dewasa dia tidak mungkin bohong," jelas Dirga.
"Kata siapa? Tante itu tadi bilang kalau Papa sudah gak sayang lagi dan Tante itu juga bilang dia mengandung anak Papa," sahut Ara mencoba untuk memberontak.
Ika langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, untuk membuat Dirga percaya dengannya. "Tidak Mas, aku tidak pernah mengatakan apa-apa, aku kesini tadi hanya lewat dan melihat dia, lalu aku samperin, dan ternyata mala kebaikanku ini di salah gunakan," ungkap Ika.
Dirga mulai menatap Ara dengan tatapan sedikit mengintimidasi. "Tuh kan kamu dengar sendiri Tante Ika itu hanya datang ingin menjenguk kamu, dia gak mungkin bersikap seperti itu Nak," terang Dirga, sementara Ara hanya terdiam, dia tidak bisa melawan lebih layaknya orang dewasa namun kepala sekolah mulai bertindak cepat, menyuruh wali kelas Ara untuk membawanya masuk kelas.
"Bapak, Dirga sebagai kepala sekolah saya merasa kecewa, dengan sikap Bapak yang tidak membela Ara ataupun memeluknya, padahal aku sengaja hanya menghubungi bapak saja, dan tidak menghubungi ibunya Ara, agar tidak memancing keributan, tapi justru sikap Bapak tidak bisa menengahi masalah ini," cetus Ibu Dina.
"Bu, jangan terlalu mempermasalahkan masalah ini, anak-anak itu memang terkadang suka berbohong," ujar Dirga.
Kepala sekolah itu menatapnya dengan seringai. "Heeeemb, aku sungguh kasihan sama Pak Dirga tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah, padahal sudah jelas-jelas perempuan itu yang menyelonong masuk."
"Bu jaga mulut anda," cetus Ika.
"Maaf aku tidak sedang bicara sembarangan ini ada CCTV," ucap Bu Dina sambil memperlihatkan bukti yang susah ditangannya.
"Pak Dirga," panggil Bu Dina.
Dirga menoleh tatapannya begitu serius melihat sebuah rekaman beberapa detik itu. "Nih ya Pak, Ara masuk ke pintu gerbang, baru tiga langka, ia masuk, namun sudah dihadang oleh perempuan ini, nah itu saja cukup menjadi bukti, kalau kejadian ini bukan kebetulan melainkan kesengajaan yang dilakukan oleh Ibu Ika," ucap Ibu Dina.
Dirga terpaku meskipun bukti sudah menyatakan Ika bersalah, namun ego masih menyelimuti pikirannya, ia tidak mau dan tidak ingin jika wanita yang tengah mengandung anaknya itu disalahkan begitu saja.
"Sudah Bu, jangan diperpanjang ini masalah kecil, dan maaf saya harus pamit karena banyak kerjaan yang belum aku selesaikan," sahut Dirga sambil menggandeng tangan Ika.
Ibu Dina hanya mengelus dada melihat perlakuan seorang ayah yang tidak bisa adil terhadap darah dagingnya sendiri hanya demi wanita lain.
☘️☘️☘️☘️
Sementara di luar sana, di sudut kafe Sena dan Siska tengah membicarakan perihal penting mengenai hubungan rumah tangganya yang mulai berada diujung tanduk.
"Sen, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" tanya Siska.
"Aku sudah yakin, dengan keputusanku," sahut Sena.
"Ya sudah kalau begitu besok aku akan daftarin surat pengugatan cerainya, ke pengadilan agama," ucap Siska.
Sena mengangguk dengan mantap, di tengah-tengah rasa sakitnya ia berusaha untuk melepas seseorang yang dianggapnya begitu baik penyayang sabar dan pengertian, namun dibalik itu tersimpan sebuah dusta yang mungkin tidak bisa ia lupakan.
"Aku hanya ingin hidup tenang Sis, tanpa beban," sahutnya pelan.
Setelah berbincang-bincang cukup lama Sena pun memutuskan untuk pulang, ia pun tidak lupa untuk menjemput putrinya di sekolah.
Jam pulang sudah tiba, mobil yang dikendarai Sena sudah berhenti di depan sekolah anaknya, dari ujung sekolah Sena melihat raut wajah anaknya yang nampak begitu sedih.
Segera wanita itu menghampiri sang anak terlebih dahulu. "Ara ...," panggilnya dengan lembut.
"Mama ...," sahut anak itu lalu mulai memeluk ibunya dengan erat.
Sena membiarkan anaknya itu memeluk tubuhnya cukup lama, karena ia tahu hanya dirinya rumah yang terbaik untuk anaknya.
"Sayang, kenapa?" tanyanya setelah mendiamkan anaknya cukup lama.
Ara mulai melepas pelukan ibunya. "Ma, aku mau bicara," ucap Ara.
"Bicara apa?" tanya Sena sambil memperhatikan putrinya dalam-dalam.
Ara hanya terdiam seolah sulit dan takut untuk menceritakan kejadian tadi. Melihat sang anak yang seperti ketakutan Sena pun langsung mengajak anaknya masuk ke dalam mobilnya.
Di dalam mobil Ara menangis sejadi-jadinya, Sena melihatnya tidak tega ia pun mulai memeluk anaknya kembali. "Tenang ... Sayang, kau boleh ceritakan semuanya kepada Mama," ucap Sena.
"Gak mau nanti malah Mama gak percaya dengan ucapanku seperti Papa tadi," sahut Ara sambil menggelengkan kepalanya.
Ia takut orang dewasa akan menanggapi pembicaraannya sebagai omongan belaka seperti yang terjadi tadi terhadap dirinya.
"Enggak Sayang, Mama akan mendengarkan apa yang Ara bicarakan dan Mama tahu, Ara tidak pernah bohong," ucap Sena meyakinkan hari anaknya.
Ara terdiam, ia pun mencoba untuk memberanikan diri bercerita secara detail tentang kejadian tadi pagi. "Ma tadi pagi (.........)"
Sena tersentak ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh suaminya terhadap anaknya, tangannya langsung terulur untuk memeluk anaknya. Dalam hati ia berucap. "Ya Allah bagaimana posisi anakku tadi ketika berusaha membela diri dan hal yang paling menyakitkan, ayahnya sendiri yang seharusnya ada di garda terdepan, malah menjadi penghancur hati anakku."
Bersambung ....
Selamat pagi Kakak ... komen dong kak biar sedikit ramai lapakku.🙏🙏🙏🙏🥰🥰🥰🥰
janji "aja tuh