NovelToon NovelToon
Jangan Panggil Ibukku Wanita Gila

Jangan Panggil Ibukku Wanita Gila

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Selingkuh
Popularitas:14.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ayumarhumah

Ardina Larasati, sosok gadis cantik yang menjadi kembang desa di kampung Pesisir. Kecantikannya membuat seorang Regi Sunandar yang merupakan anak pengepul ikan di kampung itu jatuh hati dengannya.

Pada suatu hari mereka berdua menjalin cinta hingga kebablasan, Ardina hamil, namun bukannya tanggung jawab Regi malah kabur ke kota.

Hingga pada akhirnya sahabat kecil Ardina yang bernama Hakim menawarkan diri untuk menikahi dan menerima Ardina apa adanya.

Pernikahan mereka berlangsung hingga 9 tahun, namun di usia yang terbilang cukup lama Hakim berkhianat, dan memutuskan untuk pergi dari kehidupan Ardina, dan hal itu benar-benar membuat Ardina mengalami gangguan mental, hingga membuat sang anak yang waktu itu berusia 12 tahun harus merawat dirinya yang setiap hari nyaris bertindak di luar kendali.

Mampukah anak sekecil Dona menjaga dan merawat ibunya?

Nantikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Malam merambat perlahan di kampung Pesisir, ketika Halik duduk di ruang kerjanya yang luas dan dingin. Di meja sudah ada beberapa tumpukan berkas yang sedang ia pandangi, berkas putusan sidang, laporan psikologis Ardina, dan dokumen pemecatan Regi.

Di kursi seberangnya, Nindi, istrinya, duduk tenang dengan tangan terlipat. Wajahnya dingin, rapi, dan penuh perhitungan.

“Banding sudah masuk,” ucap Halik tanpa menoleh. “Sekarang kita hanya perlu memastikan satu hal.”

Nindi mengangkat alis. “RSJ?” tanyanya sedikit hati-hati meskipun di dalam hatinya terasa getir, berharap masalah ini selesai dengan damai, namun ia tidak punya kekuatan apapun.

Halik tersenyum tipis. Senyum yang tidak pernah menyentuh mata. “Persepsi,” jawabnya singkat. “Hukum tidak selalu menang dengan fakta. Kadang cukup dengan cerita.”

Ia menekan tombol di ponselnya. “Hubungi Direktur RSJ.”

Tak sampai lima menit, layar menyala.

“Selamat malam, Pak Halik,” suara di seberang terdengar berhati-hati.

Halik bersandar. “Saya tidak akan lama. Saya hanya ingin memastikan laporan kondisi Ibu Ardina ditulis dengan… objektif.”

Ada jeda di seberang, “Kami selalu objektif, Pak.”

“Bagus.” Nada Halik tetap tenang. “Karena banding ini akan melihat riwayat, bukan hanya kemajuan sesaat.”

Nindi ikut menimpali, lembut namun tajam.

“Stabil sesaat tidak sama dengan sembuh. Anda paham maksud kami.”

Suara di seberang terdengar lebih berat. “Kami… akan berhati-hati dalam merumuskan laporan.”

Panggilan ditutup. Halik meletakkan ponsel. “Satu selesai.”

Nindi membuka tablet, menampilkan beberapa nama. “Bagian medis sudah ditekan halus. Sekarang publik.”

“Bukan publik besar,” koreksi Halik. “Cukup lingkungan sekolah, tetangga, dan catatan sosial.”

Nindi mengangguk. “Aku sudah siapkan.”

"Siapkan yang rapi. Ingat kau jangan coba-coba berkhianat, aku tahu Regi anak kita, tapi apa kamu sudah siap jika kehilangan segalanya?"

Nindi menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, aku tidak akan berkhianat, meskipun tahu Regi anak kita.

Dalam benak Halik semua sudah dirancang dengan rapi Beberapa jam kemudian, pesan-pesan mulai bertaburan di dalam angannya, bergerak pelan bukan berita utama, bukan gosip kasar, hanya bisik-bisik.

“Ibunya dirawat di RSJ ya?”

“Kasihan anaknya… jangan-jangan itu penyakit keturunan.”

“Ayahnya dipecat, ibunya sakit. Layak nggak sih ngasuh anak?”

Halik tersenyum licik membayangkan para tetangga yang nantinya akan beranggapan seperti itu.

Dan dia sendiri yang akan memastikan jika nanti terjadi pastikan tidak ada namanya yang tercantum. Tak ada bukti yang tersirat, semuanya berjalan aman tanpa keraguan.

Halik berdiri di depan jendela, menatap suasana malam di kampung Pesisir itu, udara terasa sejuk, angin malam berhembus pelan, sama hal nya dengan hatinya yang saat ini tengah dilanda kebahagiaan semu.

“Regi kau selalu berpikir aku kejam,” ucapnya pelan. “Padahal aku hanya… lebih siap," lanjutnya dengan senyum tipis di bibirnya.

Nindi mendekat. “Kalau Ardina membaik?”

Halik terkekeh pelan. “RSJ bukan tempat yang mudah ditinggalkan jika sistem tidak menginginkannya.”

Ia menoleh, tatapannya dingin.

“Dan aku memastikan sistem itu ragu.”

Di tempat lain, tanpa mereka sadari, sebuah permainan berbahaya telah dimulai, bukan dengan tangan kasar, tapi dengan kata, dokumen, dan kekuasaan yang bekerja dalam senyap.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Pagi mulai datang, di rumah sakit jiwa, suasana seperti biasanya, terlalu biasa bagi tempat yang menyimpan jiwa,-jiwa yang sedang rapuh

Di ruang observasi, Dr. Rendra duduk menatap layar rekam medis Ardina. Grafik emosi pasien itu menunjukkan peningkatan stabil selama dua minggu terakhir. Tidak ada ledakan emosi, tidak ada delusi berat, tidak ada panggilan nama Hakim yang dulu selalu muncul.

Secara klinis, itu kemajuan, namun kenapa isi dari map cokelat di mejanya membuat keningnya mengkerut, Dokter itu seolah merasa jika ini ada permainan pihak tertentu.

“Riwayat trauma kompleks,” gumamnya pelan membaca ulang. “Depresi berat dengan gangguan psikotik sementara.”

Dan hal ini benar-benar membuat hatinya terguncang pelan, dengan laporan yang kontras dengan kenyataan. Di saat dirinya sedang memikirkan map yang ia pegang tiba-tiba saja suara ketukan pintu terdengar.

"Tok ... tok ...."

“Masuk,” ucapnya.

Seorang perawat senior, Suster Maya, masuk membawa berkas tambahan. Wajahnya terlihat ragu, dan hal itu memancing keraguan Rendra.

“Dok… ada catatan tambahan dari manajemen.”

Dr. Rendra menerima map itu. Satu halaman. Singkat. Terlalu singkat.

Disarankan observasi diperpanjang. Hindari keputusan pemulangan dini. Perlu kehati-hatian ekstra mengingat faktor eksternal dan kepentingan hukum.

Dr. Rendra menghela napas panjang.

“Kepentingan hukum?” ulangnya.

Suster Maya mengangguk pelan. “Ada keluarga yang… berpengaruh," jawabnya singkat.

Dr. Rendra bersandar. Ia bukan dokter baru. Ia tahu kalimat itu berarti, tekanan tak tertulis.

"Jika seperti ini kasihan pasien," ucapnya pelan.

"Iya Dok, tapi gimana lagi, kita di sini hanya bekerja dan menjalankan tugas," sahut Suster Maya.

Rendra membuang nafas sedikit berat ada peperangan di dalam hatinya jika melihat kecurangan ini terus dibiarkan.

☘️☘️☘️☘️☘️

Sesi Evaluasi Ardina, berjalan cukup baik wanita itu duduk tenang di kursi, kedua tangannya terlipat di pangkuan. Tatapannya fokus, suaranya stabil.

“Bagaimana tidurmu minggu ini?” tanya Dr. Rendra.

“Lebih nyenyak,” jawab Ardina. “Saya sudah tidak mimpi buruk seperti dulu.”

“Masih mendengar suara-suara?”

Ardina menggeleng. “Tidak.”

“Masih memanggil nama Hakim?”

Ardina terdiam sejenak. Bukan bingung tapi memilih kata yang tepat untuk di sampaikan.

“Tidak,” jawabnya mantap. “Saya sudah tahu… saya dulu memanggil orang yang salah.”

Dr. Rendra menatapnya lama. Ini jawaban sadar. Terlalu sadar untuk disebut kambuh, namun tangannya mencatat.

Pasien menunjukkan kesadaran, namun masih menyimpan emosi terpendam.

“Apa kamu merasa siap bertemu dunia luar?”

Ardina mengangguk. “Saya ingin pulang bersama anak saya.”

Jawaban itu membuat tangan Dr. Rendra berhenti menulis, kesalahan sedikit saja membuat dirinya sudah ingkar dengan sumpah kedokterannya, namun di sisi lain ia sangat membutuhkan pekerjaan ini.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Siang itu di lakukan rapat Internal RSJ, ruangan rapat yang kecil terasa semakin sempit tidak seperti biasanya, semua mata terlihat ragu namun mereka tidak bisa melawan atasannya.

“Kita tidak bisa terburu-buru,” ucap salah satu staf medis.

“Secara klinis dia membaik,” sanggah Dr. Rendra. “Stabil, kooperatif, sadar realitas.”

Direktur RSJ menyilangkan tangan. “Masalahnya bukan hanya medis.”

Dr. Rendra menatap tajam. “Lalu apa?”

“Lingkungan,” jawab Direktur datar. “Ayah anak itu sedang bermasalah hukum. Ada proses banding. Kita harus pastikan RSJ tidak menjadi bagian dari kesalahan keputusan.”

“Artinya?” suara Dr. Rendra meninggi sedikit.

“Kita tunda rekomendasi pemulangan.”

Hening, melanda ruangan itu, Suster Maya menunduk. Dr. Rendra mengepalkan tangan di bawah meja, seolah menolak dengan keputusan rapat tersebut.

“Kalau kita menahan pasien yang membaik karena tekanan luar,” katanya pelan tapi tegas, “Berarti kita bukan sedang mengobati," tandasnya terdengar dingin.

Direktur menatapnya dingin, ke arah Rendra, seolah tidak kehabisan kata untuk menimpali ucapan dokter itu. “Kita sedang melindungi institusi.”

☘️☘️☘️☘️☘️

Malam itu, Dr. Rendra kembali membuka berkas Ardina sendirian. Ia menatap catatan terakhir, lalu menambahkan satu kalimat dengan tinta lebih tebal:

Pasien menunjukkan kemajuan signifikan, namun faktor eksternal berpotensi memicu relaps.

Ia menutup map perlahan. Di luar ruangan, Ardina duduk menatap langit dari balik jendela RSJ, tanpa tahu bahwa kesembuhannya kini bukan lagi soal kondisi jiwa melainkan siapa yang menginginkan ia sembuh.

Bersambung ....

Selamat Pagi ... Semoga masih menemani perjalanan Ardina ya! 🙏🙏🙏🙏🥰🥰🥰🥰🤲

1
Lisa
Ya Tuhan tolong Ardina supaya segera pulih..dia udh mengalami kemajuan yg pesat, pikirannya udh jernih kembali dia tau klo ada org² berkuasa yg tdk menginginkan dia keluar dr t4 itu..tetap kuat & semangat y Dina..buktikan di persidangan nanti bahwa kmu udh sembuh dan bisa membawa Dona pulang.
kalea rizuky
moga aja aki2 nya stroke jahat amat jd orang setan aja sungkem kayak nya sama dia/Panic//Awkward/
Sugiharti Rusli
sejatinya dokter dan perawat yang menangani Ardina tahu kalo pasiennya sudah normal dan tidak ada masalah lagi
Sugiharti Rusli
miris yah kalo menemukan fakta institusi yang seharusnya melindungi pasiennya malah sengaja ingin membuat seolah-olah sang pasien masih butuh waktu lagi
Sugiharti Rusli
karena yang sedang kamu hadapi adalah orang yang punya kuasa dan uang sebagai senjata,,,
Sugiharti Rusli
bagus Ardina karena kamu sudah sadar sepenuhnya sekarang dan berstrategi agar masih terlihat belum pulih,,,
Sugiharti Rusli
ternyata Ardina tidak sebodoh yang mereka pikir yah, kalo mereka bermain curang dia juga bisa
ari sachio
aku ingin kata2 "uang akn mengalahkan segalanya d yg plg berkuasa" dpt dikalahkan olh org2 yg bersatu membela kebenaran yg tertindas.
tingginya gunung masih ada langit.diatas halik masih bayak yg lbh kaya d berkuasa.halik hanya kaya d berkuasa di kampungnya di pesisir krn hasil laut tp lautan sangatlah luas dg kekuatany yg tersembunyai sangatlah dasyat. bs menghempaskan d menyapu bersih apa yg dimiliki halik.
ari sachio
ak pengen di persidangan terakhir ada kejutan yg mengguncang jiwa halik.bkn ardina yg mkn gila krn dicekokin obt tp malh halik yg bkl menggila krn kegagalany.ku harap hati nurani para tetangga dona d dokter serta para suster yg bk terketuk hatiya dan memberikan kesaksian yg sebenary.di detik2 akhir persidangn.yg bs menolong regi dona dan ardina untk bs ber1.
I Love you,
kut momm 🙏🥰 demi ank yg di sakiti mom😭🙏 kuat dan lawan mereka❤️❤️😘
kaylla salsabella
ayo thor buat Ardina cepat keluar
Kasih Bonda
next Thor semangat
Suanti
semoga halik dpt karma setimpal nya biar rasa kan 🤭
I Love you,
guys kita serbu athor rame rame ya KLO persulit ibu sama ank bersatu!!# Nadin @ Dona & Mr x?🤣🤣🙏😘
Amalia Putri
Wah lanjut thor💪💪💪
Lisa
Moga aj dokter Rendra memberikan pernyataan yg sebenarnya..Ardina harus menunjukkan di sidang nanti bahwa dia sudah sembuh dan siap utk mengasuh Dona lg..
Kasih Bonda
next Thor semangat
Sugiharti Rusli
entah dengan cara apa nanti Regi mempertahan putrinya di saat kondisi Ardina dibuat 'masih diragukan' oleh RSJ
Sugiharti Rusli
seperti apa yang terjadi di dunia nyata, hukum memang bisa dibeli dan putar balikan fakta siapa yang sanggup membelinya,,,
Sugiharti Rusli
sepertinya sang dokter juga ada rasa dilematis dalam membuat catatan yah, entah apa itu akan jadi pertimbangan hakim atau tidak,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!